Joshua, pilot muda kelahiran Amerika satu itu baru aja selesai beresin isi kopernya.
Kemarin dia baru mendarat di Indonesia setelah beberapa bulan nggak pulang dan sekarang dia dapet jatah libur sampai dua minggu ke depan.
Rencananya sih tiga hari pertama bakal dia pake buat rebahan, gimana pun juga tubuhnya butuh istirahat. Hari selanjutnya baru keluar itu pun kalo ada yang ngajakin, kalo nggak, mungkin dia cuma bakal sepedaan keliling daerah apartemennya.
Setelah selesai, ia duduk di atas ranjang, matanya nggak sengaja nangkap pigura di atas nakas yang isinya foto keluarga yang di dalamnya ada dia dan orang tuanya.
Liat itu, Joshua jadi inget kalo selama hampir dua minggu dia belum menghubungi orang tuanya itu. Mereka pasti selalu nunggu kabar darinya yang merupakan anak satu-satunya, lagi, mereka jarang telepon Joshua duluan karena takut ganggu pekerjannya, ditambah mereka nggak tau jam terbang anaknya itu.
Biasanya seenggaknya satu kali seminggu Joshua bakal telepon orang tuanya yang jauh di Amerika, dua minggu sekali kalo dia lagi sibuk.
Joshua seketika inget perjuangannya dulu. Dulu, dia pikir jadi pilot itu enak, gaji besar, kerjanya santai, bisa keliling dunia dan berbagai pikiran anak muda yang menantang. Tapi, setelah dia ngerasain hidup sendiri dan jauh dari orang tua dia baru sadar, seberapa jauh pun dia pergi tempat yang paling nyaman itu, rumah.
Sekarang gajinya memang besar, tapi nggak ada lagi orang tua yang nyambut dia setiap pulang ke rumah, kerjanya memang enak tapi ratusan ribu nyawa bergantung padanya, dia juga bisa keliling dunia tapi tetep aja dia sering kangen rumah yang kadang bikin dia merasa kosong.
Satu-satunya yang bisa mengobati kekosongannya itu kedua belas sahabatnya. Walaupun Joshua nggak inget jelas gimana mereka bisa jadi deket, dia nggak peduli. Perasaan tulus mereka, itu yang penting buat dia dan itu juga yang bisa bikin Joshua percaya dan nyaman sama mereka.
Cowok itu kemudian beralih mengambil ponselnya di atas ranjangnya buat menghubungi mamanya.
Setelah panggilan terhubung, dia mulai berinteraksi dengan kedua orang tuanya sekitar tiga puluh menit. Setelahnya, Joshua memilih siap-siap buat sarapan soalnya jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
Tadinya sih dia punya niat mau masak, tapi nggak jadi pas liat isi kulkasnya kosong dan cuma ada beberapa botol air dingin sama es batu di freezer. Dia bukan Hoshi atau Deka yang suka nyemilin es batu.
Tadinya sih dia mau minta penjelasan ke Dino perihal kulkasnya yang kosong itu, soalnya sebelum dia terbang beberapa bulan lalu dia sempet ngasih tau password automatic lock apartemennya ke Dino. Tapi, untungnya ngga jadi karena dia inget kalo dia memang nggak pernah nyetok makanan kalo mau kerja karena takut basi atau keburu kedaluwarsa. Biasanya setelah mendarat, diperjalanan pulang dia belanja buat nyetok bahan makanan selama dia libur, cuma karena kemarin mendaratnya malem jadi nggak sempet. Akhirnya, jalan lainnya dia harus beli makanan diluar seenggaknya buat sarapan sekarang.
Ketika dia mau ambil jaket ke kamar, bel apartemennya bunyi. Joshua nggak jadi masuk kamar dan milih buat bukain pintu. Kalo pendengarannya nggak salah, dia juga denger suara password yang diotak-atik dan suara kalau pin yang dimasukkin salah.
Setelah pintu ia buka, bisa diliat di depan pintu ada Rey yang bawa beberapa kantong kresek dan Hoshi yang cengengesan entah kenapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVIATEEN [SVT]
HumorCerita tentang persahabatan tiga belas pemuda yang menggeluti dunia aviasi. Tentang jiwa muda mereka dan pemikiran dewasanya. "Dulu gue takut ketinggian. Tapi, setelah ketemu kalian, bahkan langit sudah gue anggap sebagai rumah kedua." Ft Seventeen...