"Udahlah, orang ganteng, mau digimanain juga tetep aja akhirnya ganteng."
Bisa ditebak itu adalah suara dari Rey yang lagi ngaca di cermin besar yang ada di pintu lemarinya.
Cowok yang tingginya mencapai seratus delapan puluh dua senti meter itu udah sekitar lima menit mengagumi dirinya sendiri dalam balutan seragam AVSEC di depan cermin. Menurutnya, badannya keliatan lebih gagah pake seragam biru dan celana bahan berwarna navy itu, ditambah nanti dia bakalan pake sepatu warna hitam.
Rey kemudian liat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum jam di sana menunjukkan pukul dua siang lewat lima belas menit. Rey memilih keluar kamar dan segera pake sepatu supaya dia nggak telat, dia punya feeling hari ini jalanan bakal macet parah.
Letak bandara sebenernya gak begitu jauh dari rumahnya, bisa ditempuh dengan jalan kaki, asal kuat aja jalan sekitar tiga kilometer. Kalo Rey biasanya pake motor atau pesen taksi online sekitar dua puluh menit perjalanan. Tapi, karena sekarang siang menjelang sore dia takut kejebak macet jadi Rey mutusin berangkat pake motor kesayangannya supaya bisa menghindar dari kemacetan dan sampai lebih awal.
Kalau ditanya alesan Rey bekerja jadi AVSEC, jawaban dia simpel dan nggak jarang bikin yang denger ternganga atau geleng-geleng kepala. Contohnya Yoan, dia greget denger jawaban Rey yang menurut orang matematis kaya dia itu nggak rasional. Gimana ya, soalnya Rey jawabnya gini.
"Salah satu syarat jadi AVSEC kan berpenampilan menarik, gue banget kan itu, serasa terpanggil aja gitu."
Tau kok itu gak sepenuhnya salah, tapi ... Oke deh suka-suka Rey aja.
Rey sampai di bandara setelah lima belas menit perjalanan. Ternyata feeling-nya salah, jalanan nggak begitu macet. Hadeuh, udah tau cowok masih aja ngandelin feeling.
Rey milih langsung menuju area food court buat beli makanan. Dia belum makan siang, dia cuma sarapan aja tadi di rumah Joshua. Tadinya sih dia nggak akan makan lagi, tapi tadi dijalan perutnya malah bunyi minta diisi.
"Sendirian aja bang?"
Rey yang merasa ada suara di sampingnya menoleh dan nemuin eksistensi Liandino Chandra atau biasa dipanggil Dino di sana.
"Nggak tuh, berdua nih." jawab Rey sambil merhatiin Dino yang narik satu kursi di depannya.
"Halah orang Bang Rey sendirian, bilang aja nggak mau dibilang Jomblo." balas Dino.
"Gue emang bukan Jomblo, gue manusia." jawab Rey yang sukses bikin cowok yang juga AVSEC itu mendelik.
"Lo nggak kerja?" tanya Rey yang cuma dibalas gelengan sama Dino yang lagi mainin dasinya.
"Kenapa nggak kerja?" lanjutnya. Dino keliatan diem sejenak.
"Bentar lagi kan ganti shift, bandara juga gak serame kemarin jadi gue disuruh beres-beres duluan." jawab Dino. Rey anggukkin kepalanya sebelum bibirnya keangkat membentuk senyum misterius.
"Bagus deh, kayanya lo emang ditakdirkan ketemu gue, coba sekarang lo jalan ke meja kasir di sana."
Awalnya Dino keliatan bingung, netranya ngikutin arah tangan Rey yang nunjuk meja kasir.
"Terus ngapain?" tanya Dino.
"Ngapain ya?"
Dino sontak melotot. "Ck! Mana gue tau!"
"Bercanda, lo ke sana terus pesenin gue makanan, tolong ya." ucap Rey.
Dino mendengus, tapi dia tetep nurutin permintaan Rey itu dan jalan males-malesan ke meja kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVIATEEN [SVT]
HumorCerita tentang persahabatan tiga belas pemuda yang menggeluti dunia aviasi. Tentang jiwa muda mereka dan pemikiran dewasanya. "Dulu gue takut ketinggian. Tapi, setelah ketemu kalian, bahkan langit sudah gue anggap sebagai rumah kedua." Ft Seventeen...