"Tan, gue udah rapih kan? Minta parfum lo ya."
"Tan, lo sempet-sempetnya bawa jam weker."
"Tan, diem mulu lo! Jawab dong, gue capek ngomong dari tadi."
Dastan, cowok yang merasa namanya disebut-sebut itu mendelik, "Apa sih Tan Tan mulu, gue bukan tante lo. Lagian siapa yang nyuruh ngomong?!" balesnya ngegas.
Deka yang berdiri tepat di samping cowok itu mendelik, "Galak amat lo! Emang bukan tante, lo mah sebelas dua belas sama setan." jawabnya.
"Heh! Bilang apa lo barusan?" Dastan yang lagi rapihin rambutnya depan cermin melirik sinis ke arah Deka.
"Liano Deka Raditya pramugara paling ganteng nomor satu."
"Nomor satu dari belakang."
Deka misuh sambil mendudukkan diri di kasur hotel kamar Dastan, mikirin betapa ngeselinnya dan bedanya Dastan pas kerja sama diluar pekerjaan.
Semua penumpang tau pramugara satu itu super duper ramah, perhatian, pokoknya pas kerja dia tuh boyfriend-able. Tapi diluar kerja, kaya yang Deka bilang tadi, sebelas dua belas sama setan.
"Lo ngapain sih dateng ke kamar gue, bukannya siap-siap." ucap Dastan.
"Silaturahmi."
"Dikira lebaran apa, udah sana balik kamar lo."
Deka menunjuk kopernya di ujung ruangan, deket pintu keluar, "Barang gue udah disitu semua, tinggal berangkat." jawabnya.
"Ya udah, turun sana."
"Gue kan setia kawan. Gue kesini juga tadinya mau ngingetin lo, takutnya lo kelamaan semedi."
"Makasih loh, tapi gue udah siap, tinggal beresin dikit ini kamar. Yang harusnya lo datengin tuh Zio, dia tuh yang suka kebablasan."
Denger omongan Dastan, Deka seketika sadar sesuatu. Sambil nahan tawa, cowok itu mengotak-atik ponselnya sejenak.
"Nah, gue titip koper gue ya, gue mau ke kamar Zio." katanya sebelum lari keluar sambil menempelkan ponselnya di telinga.
Dastan cuma menggelengkan kepalanya. Dia akhirnya milih beresin kamar itu, walaupun sebenernya kamarnya masih rapi. Setelahnya dia duduk di kasur dan mainin ponsel.
Saat ini, mereka ada di Amsterdam dan sekitar satu jam lagi bakal terbang ke Indonesia. Masih ada waktu sekitar setengah jam sebelum briefing.
Sekitar lima belas menit kemudian, dia denger pintu kamarnya diketuk. Dastan berhenti sejenak dari kegiatan main ponselnya buat bukain pintu.
Ternyata itu Zio. Dengan menyeret satu koper, cowok itu masuk kemudian langsung tiduran di kasur.
"Heh, sepatu lo! Kotor lah nanti." Dastan mukul kaki Zio pelan yang sama sekali nggak berefek buat cowok itu.
Kalau diliat dari proporsi tubuh, jelas Dastan kalah. Tapi, kalau soal tenaga, mungkin Zio bisa mental kalau Dastan pake tenaga dan keahlian kungfu-nya.
Bukannya nurunin kakinya, Zio malah ngeluh sambil menghela napas pasrah, "Hah ... pusing gue."
"Kenapa emang?"
"Tadi gue lagi mandi si Deka nelepon, terus pake suara toanya dia bilang gini 'OY! LO DIMANA, PESAWAT UDAH MAU MASUK RUNWAY' gue yang waktu itu masih setengah sadar kaget lah, buru-buru mandi, pake baju juga, pokoknya tadi itu rekor tercepat gue siap-siap. Apesnya pas mau keluar kamar mandi malah nyium tembok nih jidat gue." jelas Zio.
Dastan ketawa sebelum lanjut nanya, "Lo mandi bawa hp?"
"Itu ... kebawa di saku celana."
"Tapi kok cepet sih? Jangan-jangan masih ada barang lo yang masih di kamar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AVIATEEN [SVT]
ComédieCerita tentang persahabatan tiga belas pemuda yang menggeluti dunia aviasi. Tentang jiwa muda mereka dan pemikiran dewasanya. "Dulu gue takut ketinggian. Tapi, setelah ketemu kalian, bahkan langit sudah gue anggap sebagai rumah kedua." Ft Seventeen...