Bagian 2

50 13 6
                                    

Pondok Pesantren Putri, kamar Nara
Jum'at, pukul 21:45 WIB


Terdengar suara bising saling bersahutan di setiap masing-masing kamar. Saat ini para santri, telah usai melakukan serangkaian kegiatan selepas shalat isya. Ada yang langsung memilih merebahkan badan. Ada yang kembali berkenalan karena perkenalan di awal tadi hanya singkat. Ada yang sibuk mempersiapkan tempat tidur. Dan ada juga yang beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tidak dengan Nara yang sedang duduk di depan meja lipat, di temani oleh buku bersampul hitam, kado dari bang Fazra. Sempat mau di belikan yang bergambar Hello Kitty tapi di cegah oleh mbak Kania. Buku itu Nara gunakan untuk menulis jika dia memiliki kata-kata yang tiba-tiba muncul di otaknya.

"Dipaksa, terpaksa, terbiasa,"
Semangat Nara ^^

Seperti itu tulisan yang kini tertulis di buku Nara. Kalimat itu di dapat dari pengasuh pondok pesantren Ar-Raudhah. Banyak sekali kata-kata bijak yang bisa di ambil, tapi Nara lupa. Hanya kalimat ini yang dia ingat.

Sebenarnya Nara masih belum terlalu faham maksud dari kalimat itu. Intinya dari penjelasan Abah, kami memanggil pengasuh pondok dengan sebutan Abah. Santri harus semangat meskipun harus jauh dari orang tua. Semangat ngaji, mondok, nyantri, sekolah, kegiatan apapun. Karena orang tua kita menanti keberhasilan kita dalam menuntut ilmu. Jadi, jangan kecewakan mereka dengan pulang tidak membawa apa-apa.

"Nara, kamu mau ke kamar mandi tidak?" Hanifah teman kamarnya bertanya.

Mengangkat wajah, "iya, sebentar aku tulis tanggal di buku aku dulu," Nara menulis tanggal dengan cepat, di bawah kanan buku. "Yuk," Nara beranjak, usai menuliskan tanggal.

"Tempat sabun Ra jangan lupa," Hanifah mengingatkan.

Nara mengangguk, mengambil tempat sabun yang di letakkan di bawah tempat tidur. Karena jika di taruh di kamar mandi, bisa cepat habis, lebih parah lagi hilang tak berjejak.

Mereka jalan beriringan menuju kamar mandi, sesekali menjawab teguran dari beberapa teman.

Jarak ke kamar mandi tidak membutuhkan waktu yang lama. Yang membutuhkan waktu lama adalah antrian yang tidak sedikit. Kamar mandi dan kran berjumlah 10 tapi orang yang akan ke kamar mandi hampir 20 orang. Atau bisa lebih.

Nara dan Hanifah akhirnya berpisah. Melakukan kegiatan kamar mandinya masing-masing.

"Hanifah kalau kamu mau balik ke kamar duluan gak papa," ujar Nara yang akan membasuh wajah menggunakan sabun.

"Berangkat berdua balik kamar juga berdua Nara," jawab Hanifah, tidak bisa di ganggu gugat.

Nara mengangguk. Enggan berdebat. Lagian jalan bersama-sama lebih menyenangkan hanya saja Nara tadi merasa tidak enak dengan Hanifah. Di perjalanan kembali menuju kamar Nara dan Hanifah saling berbincang.

Hanifah yang akan melanjutkan kegiatannya. Dan Nara yang akan menuju mimpinya, tidur.

(Tulisan Nara di Diary nya) ⬇️
By pinterest

(Tulisan Nara di Diary nya) ⬇️By pinterest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~Nara Farzana~

Lapangan MTS Ar-Raudhah
Sabtu, pukul 07:45 WIB


Suasana pagi hari begitu cerah. Cuaca cerah, wajah cerah, hati pun cerah. Pagi ini para santri akan mengawali kegiatan akademik dengan upacara di sekolah. Di pondok pesantren ini ada MTS dan MA.

MA berada di sebelah kanan gedung pondok putri. Sedangkan untuk Mts berada di sebelah kanan pondok putra. Masing-masing sedang melaksanakan upacara. Siswa-siswi mengikuti kegiatan dengan tertib.

Salah satunya Nara kelas 1a siswa Mts Ar-Raudhah. Keningnya berkerut. Meskipun sudah tertutup kerudung dan topi sekolah, teriknya matahari tidak bisa terhindar.

Kepala sekolah selaku pembina upacara. Yang kini tengah berdiri di mimbar untuk memberikan amanat upacara, nampaknya belum ada tanda-tanda akan berakhir.

Dengan sikap istirahat. Tangan di belakang dan badan tegap. Nara menggerutu dalam hati. Bahkan sarapannya tidak berpengaruh di perut Nara yang butuh makan banyak. Menurut Nara jatah porsi makan dari pondok masih kurang.

Pembina upacara sudah kembali ketempat. Helaan nafas terdengar dari beberapa murid dan salah satunya adalah Nara. Akhirnya upacara akan segera berakhir.

" Upacara selesai, pasukan dibubarkan." Inilah yang di tunggu-tunggu.

Seketika suara riuh siswa terdengar saling bersahutan. Antri memasuki kelas masing-masing. Untuk di pondok pesantren Ar-Raudhah ini santri putra maupun putri masih di gabung. Hanya kegiatan pondok saja yang terpisah dan akan bergabung ketika acara tertentu.

Nara sedang antri untuk memasuki kelasnya. Namun tiba-tiba ada seseorang yang menyenggol lengannya sehingga membuat badannya tidak seimbang dan dia berakhir tersungkur di lantai. Buruk sekali nasib Nara. Orang yang bersangkutan berdiri di depan Nara.

"Afwan, saya tidak sengaja. Ada yang sakit tidak?" Telapak tangannya menyatu, sebagai ungkapan maafnya. Terlihat sekali orang ini sedang terburu-buru. "Saya akan menuju ruang guru. Mau saya bantu berdiri?" Ada raut khawatir di wajahnya.

Bahkan Nara belum menjawab pertanyaan pertama. Tapi orang ini sudah melayangkan kembali pertanyaan. Nara menggelengkan kepalanya sembari berusaha untuk berdiri.
"I am fine. Tidak ada lecet, tidak keseleo juga. Kakak kalau mau langsung ke ruang guru silahkan."

"Sekali lagi maaf. Kalau begitu saya permisi." Menganggukkan kepalanya sebagai tanda berpamitan. Orang yang menggunakan setelan kemeja itu beranjak untuk pergi.

Dibalas dengan anggukan kepala yang tidak di lihat oleh orang tersebut. Nara kembali melanjutkan perjalanan menuju ruang kelasnya yang tadi sempat tertunda.

"Hanifah masih lama tidak ya ke kamar mandinya?" Batin Nara. Karena seusai upacara tadi Hanifah langsung pergi ke toilet.

~Nara Farzana~

(Buku Diary dari bang Fazra) ⬇️
By Pinterest

(Buku Diary dari bang Fazra) ⬇️By Pinterest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di tunggu kelanjutannya ya !!!👋🏻

Jangan lupa vote, coment dan share ya gaisss 🤗

Luv u all 💙  Thank You All ❤️

Nara FarzanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang