Pondok Putri
Sabtu, pukul 03:04
Mbak Hanin teman piket Nara membangunkan, "Ra, bangun. Ingin sholat tahajud dulu tidak?" Ucap mbak Hanin."Hmm..." Nara masih setengah sadar. Mengucek matanya. "oh iya mbak. Nara bangun," ucap Nara seraya beranjak duduk.
"Setelah sholat subuh, kamu langsung saja ke dapur ya. Tidak usah ikut jamaah," ucap mbak Hanin kemudian beranjak pergi menuju dapur.
Nara pun pergi menuju kamar mandi. Melakukan hajat kamar mandi, sikat gigi lalu setelahnya wudhu. Kemudian dia melakukan sholat tahajud.
Bukan hanya Nara yang sudah bangun, tapi banyak. Karena sholat tahajud di anjurkan tapi tidak wajib. Terlihat kamar mandi yang sudah ramai. Masjid santri putri yang sudah di kunjungi para santri yang akan melaksanakan sholat tahajud sekalian menunggu sholat subuh. Tapi sepertinya Nara akan melakukan sholat tahajud di kamar, karena setelah sholat subuh dia akan langsung ke dapur.
"Allahu Akbar Allahu Akbar..." Adzan subuh berkumandang.
Setelah adzan selesai Nara langsung melaksanakan sholat sunah qobliyah di lanjutkan sholat subuh munfarid. Kemudian setelah selesai melakukan kewajibannya Nara siap-siap mengenakan gardigan dan kerudungnya. Setelah siap, Nara beranjak pergi menuju dapur.
Selama di perjalanan Nara membalas sapaan teman-temannya. Karena sekarang waktunya jama'ah subuh, jadi para santri sedang berjalan menuju masjid santri putri.
"Nara!! Mau kemana?" Reva yang dari kamar mandi bertanya.
"Aku mau piket masak Va. Kalau kamu piket hari apa?" Nara menjawab sekaligus bertanya.
"Oh kamu hari ini. Aku besok hari Senin Ra. Berarti kalau kamu piket hari ini, kamu piket bareng Ning Hilya Ra," ujar Reva.
"Ning Hilya Memang kita punya Ning ya?" Nara memasang wajah bingung.
"Hadeh... Kamu ini tahunya hanya Gus Farhan Ra. Iya, kita ada Ning. Ning Hilya ini sepupunya Gus Farhan. Ibunya Ning Hilya adiknya Abah Ra," Reva menjawab kebingungan Nara. "Ya sudah aku ingin siap-siap sholat jamaah subuh dulu. Masak yang enak ya Ra," Reva berujar seraya beranjak pergi.
Selama perjalanan Nara masih bingung. Karena selama disini Nara tidak pernah bertemu dengan Ning yang di sebut oleh Reva. Memang benar dia hanya tahu tentang Gus Farhan, Gus Ali dan Ning Aqila anak pengasuh pondok Putra. Gus Ali masih kecil kelas 3 SD. Gus Ali ini kakak Ning Aqila. Sudah. Itu saja yang Nara tahu. Nara mana faham ternyata masih banyak Ning yang mondok di pesantren Ar-raudhah ini.
"Nah itu yang namanya Nara Ning," ujar mbak Hanin seraya menunjuk Nara. Nara yang baru datang makin bingung di buatnya.
"Sini Nara. Mau tidak aku ajak ke pasar buat belanja?" Ujar perempuan tersebut yang Nara duga Ning Hilya yang disebut Reva tadi. Nara pun menghampiri Ning Hilya dan mbak Hanin.
"Iya Ning mau," Nara menjawab tanpa tahu dia nanti akan melakukan apa.
"Oke, sebentar ya," Ning Hilya menjawab seraya beranjak keluar.
"Nanti kamu hanya membantu bawa belanjaan saja Ra," ujar mbak Hanin yang sedang mengiris bawang merah. Ning Hilya sedang keluar entah sedang melakukan apa.
"Tadi itu yang namanya Ning Hilya kan mbak?" Nara bertanya sekaligus memastikan. Takut salah panggil nama.
"Iya Ra. Dia seumuran aku. Tapi kalau untuk urusan belanja ke pasar di jago banget Ra. Biasanya Hilya tidak suka jika di panggil Ning. Ya, tapi nanti kamu tetap manggil Ning saja dulu ya Ra," ucap mbak Hanin sekarang sedang sibuk mengulek cabai. "Olivia, kol nya di masukkan terakhir saja," ujar mbak Hanin kepada Okta yang seumuran Nara. Olivia menganggukkan kepala, mengiyakan ucapan mbak Hanin. Olivia dan Nara berbeda kamar jadi hanya sekedar kenal karena piket masak. Tapi Olivia lebih terampil di dapur daripada Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nara Farzana
SpiritualNara Farzana Aditama, anak bapak Aditama dan ibu Ayudia. Anak kedua dari tiga bersaudara. Tomboy karena adik kakaknya laki-laki sebenarnya tidak ada sangkut pautnya. Memang Nara saja yang tomboy. Bertekad masuk pesantren setelah lulus SD. Tanpa tau...