Happy Valentine semua 🎂🥂❤❤...
"Terima kasih sudah mengantarkan saya" Arthit mengucapkan terima kasih kepada polisi yang berbaik hati mengantarnya pulang.
New melambai ringan, " Sama-sama. Lain kali jangan sok jadi pahlawan, urusan menangkap pencuri serahkan kepada kami. Itu sudah menjadi tugas kami, tak perlu merepotkan bocah sepertimu."
Arthit mengangguk mengerti, "Aku mengerti paman polisi New. Paman, ku titipkan bola putih berbulu padamu."
"Kau bisa tenang, aku akan menjaganya sampai pemiliknya menjemputnya." Anak anjing itu tertidur pulas di kursi belakang.
Arthit merasa lega bahwa anak anjing mendapatkan tempat yang aman. Bukannya Arthit tak ingin membawanya pulang, tapi ia yakin 100% bahwa mama akan menolak anak anjing itu. Ia khawatir anak anjing itu akan dibuang ketika Arthit tidak ada.
"Terima kasih sekali lagi Paman."
"Tak usah sungkan. Lebih baik kau masuk dulu, sudah malam."
"Paman, hati-hati di jalan." Kemudian Arthit berbalik dan masuk ke rumah.
New mengendarai mobil sampai ke tikungan dan menurunkan jendela, menoleh ke seorang pria yang sedang merokok di sana.
"Mau masuk?"
Pria itu mematikan rokoknya dan membuka pintu mobil, duduk di kursi penumpang. New menggelengkan kepala dan kemudian menyetir kembali.
"Katanya tak mau mengantar dia pulang, tapi kenapa kau ada disini? Pengawas atau.... penguntit."
"Sialan kau New. Itu bukan urusanmu." Singto mengumpat, buat apa mengejeknya seperti itu.
"Hahahaha..." New tertawa puas, jarang-jarang bisa mengejek Singto. New melirik Singto yang mengarahkan pandangannya pada jendela.
"Sing..."
Singto hanya diam, tak menjawab.
"Dia bukan Krist..."
Singto mengerut dan mencibir, "Tentu saja dia bukan Krist. Dia hanya seorang bocah."
"Jika kau tahu dia hanya seorang bocah, buat apa kau mengikutinya." New merasa kasihan dan pusing menghadapi Singto. Krist sudah pergi, tapi Singto selalu hidup di dalam bayang-bayang Krist.
Meski Singto terlihat tenang dan acuh, tapi melihat wajah yang mirip dengan kekasihnya yang sudah meninggal membuat hatinya menjadi resah. Mereka terlalu mirip, dan ada satu kesamaan lagi, mereka di dekati vampir.
Singto menutup matanya, rasa lelah dan lelah kembali menghampirinya. Suasana di mobil hening, New tahu perasaan Singto makanya dia hanya fokus menyetir pulang.
Singto berlari menuju kerumuman yang membawa obor-obor api, seseorang terikat di kayu salib diatas tumpukan jerami-jemari. Kerumunan itu dipenuhi kemarahan.
"Bakar dia! Dia monster!"
"Bakar!"
"Bakar dia!"
Seorang pria paruh baya maju bertindak sebagai pemimpin, matanya menyala kemarahan, ingin menguliti pria yang terikat itu hidup-hidup hingga dia akan menyesal telah dilahirkan.
"Saudara-saudaraku, aku Keith sebagai kepala desa akan menghakimi monster ini. Sejak kedatangan monster ini, desa kami merasakan kecaman dan ketakutan. Satu per satu warga desa kami menghilang dan kemudian ditemukan telah meninggal. Darah mereka kering, mata mereka menghilang. Ini.. ini.. ini sebuah kejahatan yang kejam. Bahkan.." Keith menarik nafas dalam-dalam, dan berkata sedih, "bahkan dia tak melepaskan anak berumur 5 tahun. Laura, anakku juga menghilang. Dan aku yakin, bukan hanya aku saja yang menderita tapi hampir seluruh desa kami menderita karena ulah monster ini. Dia tak punya perasaan. Dia tak punya hati. Dia tak pantas menjadi manusia. Dia adalah monster!!!"
"Kepala desa, kita harus menghakimi dia sekarang juga, sudah cukup desa kami menjadi korban, jangan sampai monster ini berkeliaran membunuh yang lain."
"Benar. Kau! Kau! Membunuh ibuku. Aku akan membunuhmu juga!!"
"Istriku juga terbunuh!""
"Bakar dia! Sampai menjadi abu!"
Serempak kerumuman menyerukan "Bakar!"
Entah siapa yang memulai, seseorang telah melempar obor ke dalam tumpukan jerami dimana pemuda itu terikat, nyala api berwarna kuning kemerahan itu menyebar dengan cepat. Adapun pemuda yang terikat itu tidak mempunyai reaksi berlebihan, hanya menutup mata. Seperti mengetahui bahwa kejadian ini akan terjadi padanya.
Singto melihat nyala api dan asap membumbung tinggi ke langit membuatnya semakin panik dan cemas, secepat apapun dia berlari, masih belum dapat menyaingi api yang menyala besar dan semakin besar.
Teriakan kerumunan membuatnya semakin cemas dan tak berdaya, ia mencoba berteriak tapi tak ada suara yang keluar. Seketika suasana menjadi gelap, hanya ada dia dan pemuda yang sedang dibakar itu. Kerumunan yang dihadapannya seakan tidak ada atau seperti hanya halusinasi semata.
Pemuda yang terikat itu membuka matanya, menatap langsung ke mata panik Singto. Singto berlari cepat dan semakin cepat, tak menghiraukan teriakan dari belakang dan menepis semua yang ingin menahaannya.
Pemuda itu sangat tenang, menatap dan merekam sosok Singto ke dalam matanya. Tersenyum penuh ketulusan dan berkata, "Sing... jaga dirimu."
Pemuda itu perlahan-lahan berubah menjadi abu dan terbang bersama angin. Singto mengamuk menggila, memukuli semua yang ada disitu hingga terluka parah.
Kalian tak pantas!
Kalian adalah monster sebenarnya!
Singto berteriak kepada langit, menyuarakan ketidakadilan atas apa yang terjadi pada kekasihnya.
"KRIST!!!!"
15 February 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
24. Aku punya 7 anak Vampire
FanfictionArthit siswa kelas 3 SMA, tak pernah menyangka bahwa suatu hari ada yang mengaku sebagai anaknya. Bukan hanya satu tapi TUJUH!! Kapan ia melahiran ? Pertanyaan Bodoh! Arthit pria, tak mungkin melahirkan... Bagaimana Arthit menghadapi ke tujuh anakn...