Chapter 5 : Pusat Perhatian

22K 2.6K 118
                                    

Up ke 1

Arthit berdiri di depan kelas sebagai hukuman tak bisa menjawab pertanyaan di papan tulis. Pria berambut silver itu menatap garang pada kakaknya, gara-gara dia mama kena hukuman.

Pria berambut silver itu mengajukan diri menjawab pertanyaan, ia menulis cepat dan santai. Guru Wan mengangguk puas. Murid pintar sangat enak di pandang mata.

Pria berambut silver itu berdiri di samping Arthit tak kembali duduk di kursinya. Hal ini membuat guru Wan bertanya-tanya, "Ada apa?"

"Bu Guru, aku ingin pindah tempat duduk."

"Kenapa?" Guru Wan menatap bingung.

"Aku ingin duduk dengan ma.. Arthit."

Seluruh kelas berbisik, Arthit yang dikenal sebagai anak kutu buku dan terisolasi, murid pindahan yang keren ingin duduk sebagai teman sebangkunya. Bagaimana bisa?

Pria berambut merah itu kesal, ia melempar sepatu ke arah pria berambut silver. Pria berambut silver itu menangkap dengan satu tangan, menampilkan senyum kemenangan yang mengejek.

"Apa alasanmu? Murid Fri, dilarang melempar sepatu!"

Fri, pria berambut merah mengertakkan giginya, dengan cemberut maju mengambil sepatunya lalu berbalik.

Arthit bertanya spontan, "Kau belum minta maaf." Fri berbalik menatap Arthit, Arthit merasa takut dan bersembunyi di balik pria berambut Silver.

Semakin mengertakkan gigi di dalam mulutnya, dengan susah payah mengeluarkan kata 'maaf'. Tak mungkin ia membantah perintah mamanya.

"Bu guru, gadis di sebelahku berisik. Aku tidak suka." Seluruh mata kelas termasuk guru Wan. Sire yang di pandangi seluruh kelas, menunduk malu.

"Aku ingin ketenangan. Dan Arthit murid yang tenang."

Guru Wan mengangguk setuju, dia meminta Fri pindah tapi Fri menolak.

"Aku mau dekat Arthit." Fri meminta secara paksa murid yang duduk di belakangnya pindah ke tempat samping Sire. Murid pria itu takut atas wajah garang Fri, ia setuju tanpa syarat.

Guru Wan, meras pusing tiba-tiba. Kenapa murid-murid baru ini berulah?

Setelah semua kericuhan, Fri tersenyum puas. Ia masih dekat dengan mama. Ice ( pria berambur silver ) juga puas dapat melindungi mama dari dekat. Sementara Arthit dalam kebingungan tanpa berujung.

***

Dalam waktu 1 pelajaran, Arthit telah menjadi 'ayam panas'. Dari yang tak tahu siapa Arthit, sekarang menjelajahi media sosial Arthit. Sayangnya hanya satu foto, pohon natal.

Waktu istirahat, para murid menggunakan kesempatan ini untuk melihat dan meneliti siapa Arthit. Udara kelas semakin menipis karena banyak orang berada di dalam atau luar kelas Arthit.

"Kau tak makan?" Ice bertanya melihat Arthit tak ada niat ke kantin.

Arthit mengeleng.

Fri mengingat kejadian tadi pagi, mungkin mamanya tak punya uang. Fri melempar dompetnya ke atas meja Arthit.

"Ayo makan, aku traktir."

Kuping kelas naik dari siaga 4 ke siaga 1. Hati mereka ingin menjerit. Ada apa ini???

Arthit menatap heran, apa yang sebenarnya terjadi? Ice menginjak kaki Fri. Sudah diperingatkan jangan terlalu mencolok. Nanti mama ketakutan.

Fri memikirkan alasan sambil menggaruk kepalanya, "Ah! Aku tak tahu dimana kantin, jadi tolong tunjukkan padaku. Sebagai upahnya, akan ku traktir makan."
Ice memutar bola matanya, alasan bodoh.

"Er.. ketua kelas bisa mengantarmu?"

Fri menatap Ice berharap Ice membantunya. Ayolah, ia tak mahir bernegosiasi. Sifatnya frontal! Maju lurus! Tebas!

Ice mau tak mau membantu kakak bodohnya, "Kami merasa lebih baik kamu yang mengantar. Lagipula kita teman sebangku, akan lebih baik berkenalan lebih dekat. Jadi tak akan canggung di kemudian hari. Bagaimana menurutmu?"

Arthit berpikir perkataan Ice ada benarnya juga.

"Namaku Ice, dia Fri. Kakak kembarku."

Arthit menatap bodoh, kembar? Kalian sangat tidak mirip.

"Namaku Arthit."

"Kita berteman sekarang?"

Arthit mengangguk semangat, akhirnya dia punya teman. Teman yang tampan dan keren pula.

"Mari ke kantin." Ajak Ice, Arthit mengangguk setuju tapi......

Gak harus jalan berdampingan bukan? Fri di sebelah kanan Arthit dan Ice di sebelah kiri Arthit. Lorong kelas tak cukup besar untuk jalan bertiga, menganggu jalan murid lain.

Sepertinya Ice dan Fri tak peduli, mereka tetap mempertahankan posisi mereka. Meski kesulitan, akhirnya mereka tiba di kantin.

Para gadis berteriak semangat, dua pria panas yang membuat sekolah heboh ada di depan mereka. Di mata para gadis itu, Arthit tak terlihat.

"Mau makan apa?" Tanya Fri. Sebagai anak tertua harus memperlakukan mama sebaik mungkin.

"Kalian saja yang makan, aku hanya menemani." Arthit malu tak bisa mentraktir teman barunya.

"Pilih yang mahal saja." Usul Ice, karena yang mahal pasti makanan terbaik di kantin ini. Fri setuju, ia bersemangat mengantri. Ice mengajak Arthit mencari tempat duduk.

Tempat duduk mereka ada di tengah-tengah kantin, para gadis mengeluarkan ponsel, memfoto, upload media sosial, dan bahkan siaran langsung. Ice tak peduli tapi Arthit menjadi gugup. Ia tak pernah jadi pusat perhatian seperti ini.

Tiba-tiba ada suara manis dan renyah terdengar, "MAMA!"

Anak berambut kuning menghampiri Arthit.

Arthit :  Σ('・ω・Ⅲ)

02 Oktober 2020

24. Aku punya 7 anak VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang