Chapter 17

12.2K 1.1K 131
                                    

    Arthit duduk sambil memilah dokumen dengan gelisah, melirik ke kiri ada ketua Osis. Biasanya Phi Tay ini baik kepada Arthit, terkadang kalau masih ada waktu akan mengajari pelajaran matematika. Entah kenapa sudah beberapa hari inu mood Phi Tay buruk. Phi Tay tak pernah memarahi Arthit tapi Arthit bisa merasa Phi Tay tak bersemangat dan sering kesal.

    Lalu di sebelah kanan ada sepupu Phi Tay, namanya Phi Forth. Nah Phi Forth ini Arthit baru mengenal melalui Phi Tay. Entah memang sifatnya yang galak dan dingin atau lagi moody seperti Phi Tay.

    Arthit menarik matanya, kembali fokus mengerjakan tugasnya. Lebih cepat selesai, lebih cepat ia akan pulang dan terbebas dari suasana dingin ini.

    Setelah beberapa saat, suara ketukan pintu terdengar. Nju, sang sekretaris datang untuk memberikan laporan. Phi Tay menanggapi dengan serius, hanya mengucapkan sepatah kata sebagai tanggapan.

    Nju ingin berbicara lebih banyak tapi dia tahu bahwa Tay sedang tidak mood untuk diajak berbicara.

    "Arthit, sudah jam pulang. Mari kuantar." Tay bangun berdiri, mengambil jaket yang terletak di kursi. Nju cemberut atas perlakuan istimewa sejak kedatangan Arthit ke ruangan Osis. Nju, sebagai sekretaris, tak pernah ditawari untuk pulang bersama.

    "Gak usah Phi, aku akan pulang naik bus saja. Lagipula masih ada matahari, belum terlalu malam." Tolak Arthit, disatu sisi tatapan mata Nju seperti pedang yang siap menusuk Arthit. Di sisi lain, Arthit juga canggung pulang dengan ketua Osis.

    "Tak apa. Sekalian jalan"

    "Bagaimana bisa Phi? Rumahku berlawanan arah dengan Phi Tay."

    "Aku mau mampir ke rumah teman, kebetulan rumahnya tak jauh dari rumahmu."

    "Tapi...."

    "Diantar aja kok susah, sudah bagus gak usah naik bus." Forth mendengus kesal, jika Nju atau yang lain yang ditawari diantar pulang oleh Tay, 100% akan melompat kegirangan. Ini anak bocah malah menolak.

    Arthit jadi gemetar sedikit takut, "Ma.. maaf.."

    Tay meneriaki Forth, "Jangan marah padanya. Dia berhak untuk menerima atau menolak tawaranku. Kenapa kau yang kesal?"

    "Aku hanya membantumu." Forth balas meneriaki kembali. Tay mengeleng kepala, Forth sifatnya baik hanya saja terlalu kasar.

    Tay mewakili Forth meminta maaf pada Arthit, "Maaf Arthit, Forth suka berkata kasar tapi sebenarnya dia orang baik"

    Arthit hanya mengangguk pasrah.

    "Jadi kuantar pulang ya ?"

    Sebelum Arthit menjawab, Nju mengambil kesempatan, berkata dengan nada centil "Phi, rumahku juga dekat daerah itu, apa kau bisa mengantarku sekalian. Ini sudah agak malam, naik mobil lebih cepat dibandingkan dengan naik bus."

    Tay mengangguk setuju. Mereka bertiga berjalan bersama ke tempat parkiran.

    "Hai Nong...." teriak seorang pria melambaikan tangannya dengan semangat. Arthit melihat pria itu dan berjalan menghampirinya.

    "Paman New..."

    "Kau mau pulang?"

    Arthit mengangguk, "Sedang apa paman New disini?"

    "Aku sedang patroli, kebetulan melihatmu. Bagaimana kalau aku mengantarmu pulang?"

    "Sungguh?" Arthit hampir melompat kegirangan, akhirnya ia bisa melepaskan diri dari situasi yang canggung dengan ketua Osis. "Apa aku bisa melihat bulu putih?"

    "Kau ingin melihatnya ?"

    "Tentu saja."

    "Ok. Kita akan mampir melihatnya kemudian mengantarmu pulang."

    "Terima kasih Paman." Arthit berlari ke ketua Osis memberitahu bahwa pamannya menjemput hingga ia tak bisa pulang bersama.

    Nju tak keberatan, ini malah lebih baik. Tay sedikit enggan namun masih mengiyakan. Matanya menatap pria yang berbicara dengan Arthit, ada sedikit perasaan rumit dimatanya.

    Arthit berlari kembali dan pergi dengan New.

    ***

    "Jadi kau pemilik anjing ini?" Tanya seorang dokter hewan yang dimintai tolong oleh New untuk membantu menjaga bulu putih sementara waktu.

    "Bukan, aku baru bertemu dengannya beberapa hari lalu. Ia menyelamatkanku."

    Dokter hewan itu terdiam sebentar lalu kembali tersenyum, "Kau pasti istimewa sehingga dia ingin menyelamatkanmu."

    "Tidak. Tidak. Aku hanya orang biasa, tidak istimewa sama sekali." Arthit yang mempunyai rass rendah diri, tak akan percaya dan menerima kalau seseorang mengatakan dia istimewa.

    "Jangan meragukan dirimu." Dokter hewan itu mengantar Arthit ke tempat anjing putih itu dan kembali ke depan.

    "Jadi dia adalah orang yang kau sebutkan itu?" Tanya dokter hewan itu pada New.

    "Benar. Beam, tidakkah kau merasa mereka terlalu mirip." Bukan hanya New yang mengetahui wajah kekasih Singto tapi Beam juga. Beam adalah dokter hewan yang diperkenalkan oleh Singto kepada New.

    "Mirip, sangat mirip. Tapi dia bukan Krist."

    New serasa mendapatkan sekutu, mengangguk dan berkata dengan semangat. "Aku juga bilang begitu, Singto juga bilang seperti itu tapi kau tahu lain di bibir lain dihati."

    "Begitukah?"

    "Kau bisa melihat sendiri. Dia mengikutiku." Beam melirik Singto yang berada di dalam mobil diluar klinik hewannya.

    "Hahaha... aku melihatnya."

    "Jadi, apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang?"

    "Maksudmu?"

    "Singto harus menyadari bahwa dia terlalu tenggelam dalam bayang-bayang Krist. Arthit bukan Krist kekasihnya."

    Beam paham maksud baik dari New, tapi andai kau tahu New, mulut ini sudah cape berbusa menasehati Singto dari 50 tahun yang lalu. Bahkan mungkin Singto sudah mati rasa mendengarkan nasehatnya.

    "Apa kau ingin membuktikan sesuatu bahwa Singto menganggap anak itu sebagai Krist atau bukan?" Beam tersenyum licik.

    New terperanjat lalu tenang, "Bagaimana caranya?". Beam membisikan sesuatu kepada New.

    New melirik Singto yang berada di diluar lalu Arthit yang berada di dalam. Merenungkan sebentar, menguatkan hati lalu membalas Beam. "Aku akan mencobanya."

16 February 2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

24. Aku punya 7 anak VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang