Chapter 3 : Menjauh Dari Mama!

26.5K 2.8K 142
                                    

Biar makin penasaran dong...

Habis ini Zyzy kabur 🏇🏇🏇

Arthit bangun jam 6 pagi, bersiap mandi lalu turun sarapan. Hari ini hari pertama sekolah setelah liburan natal.

Arthit merapikan buku-buku, mengecek ulang pekerjaan rumah selama liburan, lalu memasukannya ke dalam tas.

Setelah turun ke ruang makan, Arthit melihat papa dan mama, kakak pertama sudah siap di meja makan. Mereka berbincang-bincang tak menyadari kehadiran Arthit. Arthit meraih kursi dengan pelan.

"Apa Avin sudah turun?"

Arthit mengangkat bahu, ia tak tahu.

Mama memandang kesal, "Kamarnya ada di sebelahmu. Kenapa kau tak membangunkannya!"

Wajah Arthit cemberut, adiknya selalu main game sampai malam seperti biasa dan selalu sarapan terlambat. Kenapa ia yang di marahi sekarang?

"Kenapa wajahmu di tekuk seperti itu! Kau tak senang! Kesal padaku!"

"Ma..." Cegah anak pertama.

"Lihat adikmu ! Dimarahi sedikit langsung ngambek. Apa susahnya membangunkan Avin, kasihan dia nanti pergi ke sekolah dengan perut lapar."

"Aku akan pergi membangunkannya."

"Amor, kau terlalu baik pada adikmu."

Amor tersenyum lalu pergi ke atas membangunkan adik bungsunya. Mama tak bisa tak mengomel lagi.

"Contoh kakakmu, dia perhatian kepada adik-adiknya. Dia pemimpin yang baik, selalu berprestasi dan dihargai oleh sekelilingnya.Apa kau tak bisa menirunya walau sedikit?"

Arthit menunduk ke arah piring kosong. Ia masih dalam kondisi berduka patah hati. Tolong jangan menambah api ke emosinya.

Papa mencegah istrinya mengomel lagi, "Sudah.. sudah.. jangan awali hari dengan omelan. Nanti hati anak-anak tak bahagia di sekolah."

"Kau terlalu memanjakan anak-anak."

Avin turun sambil menguap, di belakangnya Amor mengikutinya.
Mama segera mengambil piring Avin dan mengisinya dengan makanan favorit Avin. Berkata lembut memandang anak kesayangannya, "Kenapa main sampai malam? Kau tahu hari ini hari pertama sekolah setelah liburan. Ayo makan, nanti perutmu lapar."

Avin menampilkan senyum manis pada mama.

"Ayo semua makan!"

Masing-masing mereka mengambil makanan, Arthit menunggu mereka selesai lalu mengambil sisa dan memakan makanan tanpa ada keinginan ikut berbincang bersama mereka.

***

"Pergi setelah 10 menit aku pergi. Jangan berdampingan denganku." Avin berkata kasar pada Arthit. Avin dicintai teman-teman sekolahnya sedangkan Arthit yang pendiam menjadi bahan bullyan.

Arthit tak menanggapi celaan Avin.

"Aku pergi! Ingat, jangan mengikutiku!" Avin pergi berlari, ia tak ingin ada yang tahu bahwa ia dan Arthit bersaudara.

Arthit memandang jam tangannya, setelah 10 menit baru ia pergi ke sekolah. Arthit berjalan kaki ke sekolah, bukan karena papa atau mama tak memberinya uang saku. Hanya saja, Arthit ingin berhemat. Jika Avin kehabisan uang saku sebelum waktunya, mama akan memberinya secara diam-diam. Tapi jika itu Arthit, jangan berharap!

Arthit baru berjalan kaki 10 menit, ia ditarik segerombolan preman ke dalam gang.

"Hai.. kutu buku!"

Wajah ketua preman itu menyeramkan, ada segaris luka menyilang di wajahnya, tertawa menjijikan, membuat Arthit mengigil.

"Kau tahu..." Ketua preman itu memainkan jari-jarinya, "aku kekurangan uang baru-baru ini. Jadilah anak yang baik, sumbangkan uangmu padaku."

Arthit sudah tahu akan berakhir seperti ini, ia sudah mengalami berkali-kali. Ia hanya membawa sedikit uang saku bahkan terkadang tak membawa uang sama sekali, demi mencegah uangnya terkuras seperti ini.

Dengan tergagap, Arthit menjelaskan, "A-Aku tak punya uang."

"Hahahhaaha..." mereka tertawa serempak.

"Alasan klise."

"Kenapa tak diselesaikan dengan ringan? Selalu perlu pemukulan." Salah satu anak buah ketua preman.

"Membosankan!" Balas anak buah yang lain.

"Perlu diberi pelajaran yang berat!"

"Lucuti dia!" Perinta ketua preman.

Arthit melempar tasnya dan berlari tapi sayang, para preman sudah memilih gang buntu ini sebagai tempat penyergapan. Tak ada jalan keluar.

"J-Jangan..."

"Sekarang kau takut hahaha..." ketua preman itu mencibir.

"Aku benar-benar tak ada uang." Arthit menatap memohon. Jika seragamnya rusak, mama akan mengomelinya lagi. Bahkan tak mau membelikannya.

"Makanya bawa uang setiap hari. Atau curi uang orangtuamu."

"Tahan dia!" Ketua memerintahkan kedua anak buah menahan kedua tangan Arthit. Arthit berontak tapi percuma. Beda kekuatan antara preman dan kutu buku.

Ketua preman itu menarik seragam Arthit dengan kasar , hingga beberapa kancing terlepas. Menampilkan sedikit dada putih Arthit.

Ketua preman menganti cara ia memandang Arthit, "Putih sekali..." menjilat bibir bawahnya lalu menarik dagu Arthit. "Imut juga."

"Bos, dompet tak ada tapi kita bisa bersenang-senang dengan cara lain. Apa bos setuju?"

Ketua preman itu tertawa menjijikan, "Tentu. Kita bisa bergilir. Aku yang pertama."

Semua mengangguk setuju, hanya beberapa anak buah lainnya saling beradu debat siapa giliran selanjutnya.

Arthit berteriak minta tolong, mulutnya di bekap oleh salah satu preman, meronta tapi kedua preman menahan tubuhnya di tanah.

Apakah aku berakhir disini? Pikir Arthit sedih.

Mungkin lebih baik begini, aku bisa pergi dari dunia jahat ini.

Arthit menutu mata pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya dan...

BOOM!!!

.
.
.
.
.
.
.

Dua orang terjun dari atap di hadapan mereka.

"Menjauh dari mama!"

24 September 2020

24. Aku punya 7 anak VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang