Chapter 4 : Rutinitas Azka

7.5K 870 22
                                    

Pukul empat pagi, Azka sudah berada di depan kosan Alika. Ia sudah siap dengan seragam yang dibalut hoodie hitam. Azka jengah, sudah berulang kali ia menelpon Alika, tapi tak kunjung diangkat. Ingin berteriak, tapi takut mengganggu tetangga lain. Ingin memanjat pagar, takut disangka maling.

Huft ... Azka menghela nafas panjang. Alika itu sangat sulit dibangunkan, hanya orang-orang sabar yang mampu membangunkan Alika. Contohnya Azka.

Mata Azka menyipit saat lampu motor menyorot ke arahnya, dan berhenti tepat di samping motor Azka. Ia dapat mengenali orang yang mengendarai motor itu setelah orang itu membuka helmnya.

Azka mengernyit. "Abis dari mana, Bang? Jam segini baru balik?" tanyanya.

"Oh elo, kirain maling, diem di depan pagar." sahut Rangga sambil membuka kunci pagar. Rangga menyuruh Azka agar memasukkan motornya ke dalam halaman kosan dan mengajaknya masuk. "Biasalah, mahasiswa. Tugas numpuk, jadi harus siap ngerjain tugas dari pagi ke pagi." curhat Rangga membuat Azka mengangguk.

Bian, Abangnya yang seumuran dengan Rangga juga sama. Selalu mengerjakan tugas kuliahnya siang dan malam, tidak mengenal waktu membuat waktu tidurnya berkurang. Azka harus menyiapkan semuanya dari sekarang, sebelum masuk ke perkuliahan. Terutama Alika.

"Lo sendiri pagi bener kesininya. Mau jemput Alika sekolah? Sekolah juga masih tutup kali, jam segini." ujar Rangga.

"Alika susah dibanguninnya, harus dibangunin langsung. Gak bakalan mempan kalo cuman pake alarm." sahut Azka.

Rangga mengangguk. "Yaudah, gue ke kamar dulu. Lo kalo mau apa-apa, ambil sendiri aja." ujarnya, lalu masuk ke dalam kamarnya setelah mendapat respon dari Azka.

Sekarang, Azka sudah berada di depan kamar Alika. Ia mencoba menelpon Alika sekali lagi, tapi tetap tidak diangkat membuat Azka harus mengetuk pintu kamar Alika.

"Al? Alika? Buka pintunya,  Dek, ini Abang." ujar Azka terus mengetuk pintu kamar Alika.

Azka mencoba membuka knop pintu, dan terbuka. Hal itu membuat Azka geram sendiri. Yang benar saja? Disini Alika perempuan sendiri diantara tiga laki-laki. Meskipun ketiga laki-laki itu terlihat baik, tapi tetap saja, kejahatan tidak ada yang tau.

Niatnya ingin marah pada Alika, melebur begitu saja saat melihat wajah menggemaskan Alika saat tidur dengan liur yang mengering menghiasi sudut bibir Alika sampai ke pipi, dan berakhir menjadi bentuk pulau dibantal. Inilah kelemahan Azka, tidak bisa marah pada Alika. Alika terlalu menggemaskan untuk dimarahi. Jadi, Alika dinasehati saja pelan-pelan.

Mengusap kepala Alika yang tidur menyamping, lalu mencium pelipisnya. Azka tidak tega membangunkan Alika di jam segini, jadi nanti saja. Jam setengah lima, mungkin.

Selagi menunggu Alika bangun, lebih baik Azka menyiapkan semua keperluan Alika. Mulai dari peralatan sekolahnya, seragam, sepatu, sampai pakaian dalam Alika. Sudah biasa ...

Azka masuk ke dalam kamar mandi, lalu menghela nafas panjang. Perasaan baru kemarin kamar mandi Alika ia rapikan, sekarang sudah berantakan lagi. Kebiasaan Alika saat memakai kamar mandi, tidak pernah meletakkan barang-barangnya ke tempat semula.

Cukup lama Azka berkutat membereskan kamar mandi Alika, akhirnya selesai juga.

Ini saatnya ia membangunkan bayi besarnya. Tertawa pelan. Dipikir-pikir, Azka ini sudah seperti pengasuhnya Alika saja. Mengurusi Alika, memberi makan Alika, menyiapkan semua barang dan keperluan Alika. Belum lagi kalau Alika minta dibuatkan minuman atau makanan, Azka selalu siap sedia menuruti keinginan Alika. Tapi meski begitu, Azka sangat menikmati rutinitasnya dalam mengurusi Alika.

Anak KosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang