Chapter 6 : Dahlah

6.5K 862 82
                                    

Nerakanya anak sekolahan itu, saat upacara bendera, berdiri di lapangan dengan sinar matahari yang menyorot langsung ke wajah, mendengarkan amanat pembina upacara yang 99.9% tidak akan pernah masuk ke dalam otak.

Lalu dilanjutkan dengan pelajaran Matematika yang penuh dengan angka-angka, dan dilanjutkan lagi dengan pelajaran Fisika yang rumusnya ampun-ampunan bikin rambut rontok. Kemudian ... BOOM! Otak mendadak ngebug.

Dan satu penyelamat mereka adalah, suara bel istirahat yang diibaratkan seperti tiket menuju surga. Sebagian besar dari mereka berbondong-bondong menuju kantin untuk menuruti permintaan cacing diperut mereka yang berontak minta diisi makanan.

Berbeda dengan semua orang yang berbondong-bondong pergi ke kantin, enam orang yang duduk dibangku barisan belakang, justru memilih untuk berleha-leha.

"Mau pada makan apa? Biar gue aja yang ke kantin." ujar Azka.

"Gue ikut ke kantin." ucap Clara sambil berdiri membuat Azka mengangguk.

"Kamu mau makan apa, Al?" tanya Azka pada Alika. Jika tugas Azka bagian memesan makanan, maka orang pertama yang akan ditanya 'pesan apa' itu adalah Alika. Bagaimana pun juga, Alika adalah prioritasnya.

"Mau batagor sama sosis bakar, bolehkan?"

Azka tersenyum manis dan mengacak rambut Alika. "Siap."

Selanjutnya, Azka dan Clara pergi tanpa bertanya pada yang lainnya, karena mereka akan menyamakan pesanannya dengan orang yang pertama pesan. Biar gak ribet, katanya.

Setelah Azka dan Clara pergi, Haikal mendekati Caitlin yang sedang menelungkupkan kepalanya diatas meja, lalu mencolek lengannya membuat Alika yang melihat itu berprotes.

"Lilinnya jangan diganggu, kasihan lagi bobo!" ujar Alika sambil menarik telinga Haikal, membuat si empu meringis.

Tarikan Alika pada telinganya itu sangat kuat, seperti mempunyai dendam kesumat. Jadi Haikal berusaha melepaskan tangan Alika dari telinganya pelan, tidak ingin menyakiti Alika juga. "Cuman mau pinjam laptop, Al. Mau nonton."

Sedikit tertarik, Alika melepaskan tarikan tangan di telinga Haikal. "Nonton apa? Mau juga." ujarnya sembari duduk di kursi yang diduduki oleh Haikal, membuat Haikal hampir terjatuh karena Alika tidak tanggung-tanggung mengambil-alih tempat duduknya.

"Gak boleh! Lo mau dimarahin Azka?" tolak Haikal mentah-mentah.

"Kalo gitu jangan bilang-bilang."

"Gue bisa aja gak bilang-bilang, tapi kalo tuh ..." Haikal menoleh ke belakang membuat Alika ikut menoleh, dan menunjuk Daniel yang fokus pada ponselnya, lalu kembali menatap Alika. "Gue gak jamin. Dia kan Azka versi lebih kalemnya, protektifnya sama kayak Azka yang asli."

Alika memiringkan kepalanya membuat Haikal merasa gemas. Tangannya hendak terulur untuk mencubit kedua pipi chubby-nya, tapi urung saat Alika berucap. "Abang ngomong apa? Alika gak ngerti."

Ekspresi Haikal berubah datar menatap Alika, lalu menelungkup wajahnya di sebelah Caitlin dan melambaikan tangannya, menyerah. "Dahlah."

Alika menatap bingung. Sedangkan dibelakang, Daniel yang sedari tadi menyimak, terkekeh dibuatnya. Ia menyimpan ponselnya ke dalam saku celana dan berdiri menghampiri Alika. "Gak usah ikutan Haikal nonton. Sini, gue mau ngomong." ujarnya sambil menarik tangan Alika lembut, membawanya ke tempat duduk si kembar dan membiarkan Alika duduk dipojokan dekat jendela.

"Mau ngomong apa?" tanya Alika dengan bibir mencebik kesal karena tidak diizinkan ikut menonton film dengan Haikal.

Belum sempat Daniel menjawab, mereka mendengar suara Haikal yang berseru.

"Lin, drama yang banyak adegan hot-hot, judulnya apaan?"

"Adegan hot-hot apa? Alika mau lihat." ujar Alika ikut nimbrung dengan kepala yang berusaha mengintip apa yang Haikal tonton di laptop milik Caitlin.

Haikal kelabakan dibuatnya, apalagi saat melihat tatapan tajam dari Daniel yang seakan mengancamnya. "Umm ini ... Adegan ... Adegan apa ya?" Haikal bingung sendiri harus menjawab apa. "Ah adegan orang makan mie yang masih panas, jadi disebut adegan hot-hot." ujar Haikal bohong.

"Iya Alika mau lihat!" kekeh Alika.

"Gak boleh, nanti ngiler. Lo kan orangnya mau-an. Lihat ini mau, lihat itu mau. Bahaya!" tolak Haikal.

Melihat Alika yang kekeh ingin menonton dan berusaha mengintip, Daniel segera menangkup wajah Alika dan mengarahkan agar menatapnya sepenuhnya. "Lihat gue aja, gue mau ngomong." ucap Daniel dengan tegas, membuat Alika merenggut.

"Apa?"

"Lo kan udah milih buat ngekost?"

Mendengar kata 'kost', wajah Alika yang tadinya murung, seketika menjadi cerah. Ia mengangguk semangat. "Iya. Hebat kan?"

Sudut bibir Daniel terangkat saat melihat senyum Alika yang mengembang. Sedikit mengangguk, Daniel kembali melanjutkan ucapannya. "Itu artinya, lo juga milih buat mandiri, kan?"

"Iya! Kemarin Alika beresin baju sama barang-barang Alika sendiri, lho~" sahut Alika bangga.

Daniel mengangguk. "Kemarin sore jam empat, waktunya lo mandi, kan? Terus lo ambil baju dibagian tengah-tengah. Lo ngambilnya ditarik, bukan diangkat, jadi bajunya berantakan lagi kan?"

Alika mengangguk semangat.

"Jadi siapa yang beresin balik baju lo yang berantakan?"

"Bang Azkaaa." jawab Alika dengan nada ceria sambil merentangkan kedua tangannya, lalu berakhir dengan mengalungkan tangannya di leher Daniel.

Daniel mengulum bibirnya, merasa gemas dengan tingkah Alika. Ia tidak tahan untuk tidak mengecup dahi Alika. "Hm, terus tadi siapa yang bangunin lo?"

"Bang Azkaaa."

"Yang nyiapin baju sama barang-barang lo?"

"Bang Azkaaa."

"Yang beresin kamar mandi setelah lo mandi?"

"Bang Azkaaa."

"Yang beresin tempat tidur?"

"Bang Azkaaa."

"Terus lo ngapain dong, Al?" tanya Daniel gemas.

"Alika cuman duduk manis lihatin Bang Azka beres-beres kamar sambil minum susu." jawab Alika tanpa beban.

"Azka datang ke kosan lo jam berapa?"

"Katanya jam empat udah ada disana."

"Itu artinya, sekitar jam setengah tiga sampai jam tiga, Azka mandi sama nyiapin sarapan buat lo, dan berangkat ke tempat lo. Emang lo gak kasihan sama Azka?" Daniel mencoba memberi pengertian pada Alika.

Alika menggeleng. "Justru Alika bangga punya Bang Azka. Bisa masak, bisa beres-beres, sayang sama Alika, pengertian ..." dan Alika terus melayangkan pujian-pujian untuk Azka, membuat Daniel menghela nafas pasrah.

Daniel menempelkan dahinya dengan dahi Alika, matanya terpejam, telinganya masih setia mendengar ucapan Alika yang terus membanggakan kembarannya itu. 'Dahlah.' ucap Daniel dalam hati.

—To Be Continue—

Sampai sini, gimana pendapat kalian tentang ceritanya?

Spam komen disini biar cepet lanjutinnya.

Anak KosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang