Chapter 9 : Psikologis Si Kembar

6.2K 772 30
                                    

Alika itu manja, tapi manjanya bukan manja yang 'kebangetan'. Alika manja dan selalu bergantung pada Azka karena Azka yang memintanya sendiri dan karena terbiasa juga dimanjakan oleh semua anggota keluarganya. Azka selalu cemburu jika Alika bergantung pada orang lain, maka dari itu, ia selalu menekankan pada Alika agar hanya bergantung padanya, bukan orang lain.

Dulu, saat Azka dan Alika baru duduk di bangku PAUD, Azka selalu was-was melihat adiknya yang bermain dengan anak lain. Berbagai ketakutan besarang di kepala Azka. Takut Alika tidak mau main dengannya lagi, takut Alika berpaling darinya, dan takut Alika melupakan dirinya.

Dan sejak saat ketakutan itu muncul, Azka selalu menggenggam tangan Alika, tidak membiarkan tangan mereka terlepas. Bahkan, Azka tidak segan untuk menampilkan wajah garang pada setiap orang yang mencoba bermain dengan Alika, tidak terkecuali gurunya sendiri.

Hal itu membuat gurunya memanggil Adiguna—Ayah si kembar—untuk menghadap kepala sekolah. Adiguna menyaksikan sendiri bagaimana Azka tidak melepas genggaman tangannya dengan tangan Alika, dan memisahkan diri dari anak lain.

Dan sifat posesif Azka pada Alika, bertahan sampai sekarang. Tapi sifat posesifnya tidak separah waktu kecil. Ya ... Meskipun selalu ada rasa tidak rela melihat adiknya itu akrab dengan teman-temannya, di tambah lagi sekarang Alika mempunyai teman baru, tapi Azka bisa menahan diri.

Azka tersentak dari lamunannya kala Bian menyentil dahinya keras. Melirik kesal pada Abangnya itu dengan satu tangan mengelus dahi yang terasa perih. "Apa sih?!"

"Ngelamunin apa lo?! Gak usah mikirin yang jorok anjir." ujar Bian sembari menuangkan sambal ke dalam mangkuk baksonya. Ia menunjuk mangkuk bakso milik Azka dengan dagunya. "Makan."

Malam-malam begini, memang enaknya makan bakso ditemani dengan teh hangat. Lebih enak lagi jika ditemani orang terkasih. Beuh, lebih mantap.

Berhubung Azka dan Bian ini single yang masih tersegel, jadi ... gas ajalah makan berdua. Bodoamat dengan pandangan orang-orang yang menilai mereka sebagai seorang gay.

Melihat Azka dan Bian saling memberi perhatian kecil, orang-orang langsung berspekulasi bahwa mereka pasangan gay. Orang-orang hanya menilai apa yang mereka lihat, men-cap mereka begini atau begitu, lalu menggosipkannya pada temannya.

Adik-kakak memberi perhatian kecil itu wajar, saling melindungi itu juga wajar. Mereka tidak tau saja kalau Azka dan Bian itu sering gelut karena hal-hal kecil.

Mereka makan di warung bakso yang tak jauh dari Kosan Azka, banyak juga pengunjung yang satu dusun dengan kost Azka.

Ah ... Lupa belum mendeskripsikan kosan yang Azka tempati.

Jadi, kosan Azka itu bukan rumah seperti kosan Alika, tapi dusun empat tingkat yang fasilitasnya sangat lengkap.

Satu kamar itu disediakan AC, tempat tidur yang ukurannya lebih besar dari kasurnya Alika dikosan, lemari tiga pintu, ruang tamu kecil didalam kamar, meja belajar, televisi, dapur kecil didalam kamar dengan peralatan yang lumayan lengkap, kulkas satu pintu dan kamar mandi didalam kamar. Di kosan Azka juga di sediakan laundry khusus anak kosan. Keamanannya sangat terjamin, selain ada empat security yang selalu berganti shift siang dan malam, di setiap lorong kamar juga terdapat CCTV. Dan juga, setiap hari akan ada pekerja kebersihan yang akan mengambil sampah dan membersihkan lingkungan kosan. Disana juga disediakan alat mandi seperti pasta gigi, sikat gigi, sabun mandi, tissue, dan sebagainya.

Dibalik kualitas dan fasilitas yang sangat lengkap, pasti ada harga yang fantastis. Biaya perbulannya kurang-lebih tiga jutaan. Penghuni kost-nya juga rata-rata berasal dari kalangan atas, atau karyawan yang gajinya besar.

Anak KosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang