Chapter 5 : Enam Serangkai

7K 799 22
                                    

"Abang, Alika mau telor gulung!" tangan Alika yang melingkar diperut Azka, menunjuk pada pedagang telor gulung saat mereka melewati SD.

Azka menepikan motornya di dekat penjual telor gulung, menuruti permintaan Alika. "Jangan pake saos." peringat Azka pada Alika sembari memberikan uang dua puluh ribu.

Alika mengerucutkan bibirnya. "Masa gak pake saos?!" protesnya.

"Mending gak usah pake saos atau gak usah beli sama sekali?"

Mendengus, akhirnya Alika menyerah. "Iya, iya gak pake saos."

Setelah selesai menuruti keinginan Alika, mereka langsung melanjutkan perjalanannya menuju sekolah.

Membiarkan motornya bergabung dengan kendaraan lain. Macetnya Jakarta di pagi hari sudah menjadi pemandangan yang sudah biasa. Kendaraan para Siswa, Mahasiswa dan para pekerja, berbondong-bondong memenuhi jalanan Jakarta.

Menunggu lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau, membuat Alika sedikit bosan. Ia meletakkan dagunya di bahu Azka, sedikit memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Azka bagian sampingnya, membuat sang empu menoleh dan tersenyum.

"Semalam, abis telponan sama kamu, Papa telpon." ujar Azka memulai cerita. "Sebelum Papa nanya kenapa kamu kabur, Abang udah cerita duluan ... Kamu tenang aja, Papa gak bakal marah. Ntar malem katanya mau telpon. Kamu jangan jauh dari hand phone." Alika mengangguk.

Azka melajukan motornya setelah lampu lalu lintas berubah menjadi hijau.

"Bang?" ujar Alika pelan yang dibalas dengan gumaman oleh Azka. Mereka tidak perlu berteriak untuk mengobrol, karena Azka memasang intercom pada helm mereka masing-masing.

"Kemarin, Bang Bian telpon Alika beberapa kali, tapi gak ke angkat. Alika mau telpon balik, tapi malu. Alika gak enak sama Bang Bian. Takut Bang Bian marah sama Alika." ujar Alika lesu.

Azka menepuk pipi Alika sekilas. "Tenang, nanti siang juga telpon lagi." ujar Azka menenangkan.

Alika itu tidak terlalu dekat dengan Abang sulungnya, tapi Bian ingin sekali dekat dengan Alika seperti Azka. Entah kenapa, Alika selalu malu jika berhadapan dengan Bian, bahkan hanya sekedar chat atau telpon pun Alika selalu merasa malu.

🐇🐇🐇

"Bang Haikal ... " sapa Alika girang saat melihat Haikal yang sudah berada di parkiran sekolah.

Haikal menoleh begitu namanya disebut, mendapati Alika yang baru saja turun dari motor Azka dan menghampirinya, bahkan helmnya belum sempat dilepas, membuat Haikal gemas sendiri, di tambah lagi dengan senyuman lebarnya.

Haikal mengendus sekitar Alika, saat Alika sudah berada dihadapannya. "Bau-bau ada maunya nih." ujar Haikal sembari melepas helm Alika dan melemparnya pada Azka.

Alika menengadahkan tangannya pada Haikal. "Hoodie buat Alika mana?"

"Nahkan, sudah ku duga." Haikal memberikan paper bag pada Alika yang di sambut senang oleh Alika. "Bilang apa?"

"Terimakasih Abang." ucap Alika membuat Haikal mengacak rambutnya.

"Widih, ada yang bagi-bagi hadiah nih atas kemenangannya."

Haikal terlonjak kaget saat tiba-tiba mendengar suara dari sisi kanannya. Menyentil dahi, membuat perempuan itu meringis. "Kayak setan lo, dateng tiba-tiba."

Tanpa menghiraukan perkataan Haikal, perempuan itu menengadahkan tangannya. "Hadiah buat gue mana?"

"Iya, buat gue juga mana?" ucap perempuan yang baru saja memarkirkan motornya, ikut-ikutan.

Anak KosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang