09. Perjuangan (2)

3.2K 569 10
                                    






Pagi menyapa. Sang surya mengelus lebut wajahku pagi ini. Terasa hangat, seperti sentuhan manja dari bunda saat masih di sampingku dulu. Sedang apa bunda di sana. Kata ayah, bunda sedang tersenyum manis karna aku sudah mulai menghafal al qur'an. Cita-cita bunda adalah membuatku menjadi seorang penghafal qur'an. Bunda akan sangat menyesal telah  mengadopsiku bila aku tidak menjadi penghafal qur'an.

"Bin," sapa seseorang.

Aku menoleh. Lana. Sudah pukul tujuh, halaman mulai ramai oleh para santri. Lima menit lagi marosim di mulai.

"Nanti lanjut ya ceritanya. Aku masih pengin curhat." Pinta Lana.

Aku tersenyum sembari mengangguk. Lana balas tersenyum.

"Cerita apa, aku ikut pokoknya." Pinta Risha tiba-tiba.

"Apa sih Rish, kalau itu privasi gimana?" Tegur Zahra. Risha cemberut dan menyilangkan tangannya di depan dada.

"Ga kok Zah, entar kita cerita sama-sama" jawab Lana.

"Tuh kan, zah, suudzon anti." Tuduh Risha menunjuk Zahra.

"Dih,, kan cuman nebak." Sergah Zahra.

"Udah, ah, kalian tuh, suka banget ribut." Aku menengahi, keduanya memang sangat suka berdebat.

'Krrriiiiiiiinnggggg'

"Udah bel, ayo baris." Tegur Lana.

Kita berempat segera berbaris sesuai yang sudah di tetapkan. Ketua kelas, Sabrina, menyiapkan barisan kami di depan.

"Bismillah, ada pengumuman yang akan di sampaikan oleh ust. Aksa."

Ucap kak Salca selaku ketua IST. Ust Aksa muncul dari kantor ustadz.

"Assalamualaikum warohmatullhi wabarokatuh. Bismillah, saya, sebagi penanggung jawab tahfidz, mengumumkan, bahwa nanti sore, ba'da ashar, semua kegiatan di nonaktifkan. Ba'da sholat asha berjama'ah, seluruh santri berkumpul di mushola dan bagi santri yang sudah menyelesaikan hafalannya bisa membawa slayer masing-masing. Sekian. Jazakumullah khoiron atas waktunya. Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh."

Tutup ust. Aksa yang disusul dengan suara bisik-membisik antar santri. Lana menatapku dari tempatnya. Senyumnya pasrah. Sudah jelas sekali nanti sore ada khataman (setoran terakhir yang di dengar seluruh santi biasanya tasmi') al qur'an. Siapa lagi jika bukan Sabrina. Dua hari yang lalu saja aku melihat Sabrina menyetorkan hafalan terakhirnya. Dan sudah hari ketiga, waktu persiapan juziyah telah usai. Sudah saatnya Sabrina melengkapi hafalnannya.

Kak Salca menutup marosim (upacara) dan membubarkan para santri. Kami segera membubarkan barisan dan berjalan menuju kelas masing-masing.

"Bin, udah telat ya aku." Tanya Lana yang berjalan di sisi kiriku.

Aku terkekeh, sepasrah itukah dia.

"Kan aku sudah bilang Lan, yang hebat itu buka siapa cepat menyelesaikan hafalan. Tapi yang istuqomah."

"Tapi aku mau cepet-cepet Bin, kek Sabrin gitu."

"Lan, buat apa cepet, kalau nyatanya hafalanmu cuman berharap pujian manusia." Sambung Zahra di sisi kananku.

"Biar di bilang, Kaylana al hafidzoh, gitu?" Tanya Risha. Di berjalan di depan kami, namun wajahnya menghadap kami, ya anak satu ini berjalan mundur.

Lana menggeleng.

"Ya udah Lana sholihah masyaAllah. Yang terpenting sekarang berjuang. Buat apa selesai kalau cuman dholim sama hafalan sendiri. Aku tau ya,, aku juga belum baik, tapi setidaknya hafalanmu itu memacu kamu buat berusaha memperbaiki diri. Gitu.." ujar Risha. Kan, aku sudah bilang, Risha memang childish, tapi dia punya sisi baik yang akupun tak punya.

Lana tersenyum. Begitu pula aku dan Zahra.

"Ya udah lah, udah sampai. Aku duluan ya.." ucapku. Aku sudah di depan kelas 3. Tempat halaqoh (sekelompok orang yang sudah di tetapkan) ku. Kenapa di sini? Karna disinilah satir kayu milik ust. Rakha di letakkan. Ada beberapa satir yang lain, tapi sepertinya ust. Rakha sudah nyaman dengan satir (pembatas) ini. Ya, ust. Rakha tak akan membiarkan santriwati bertatapan langsung dengan ustadz saat setoran.

"Sab," aku memanggil Sabrina yang sudah duduk di depan kelas tiga saat aku baru datang.

"Eh, Bintang, ada apa Bin?". Jawab Sabrina sembari tersenyum, aku ikut duduk di sisinya setelah meraih al qur'anku yang ku letakkan di meja depan kelas.

"Barokallahufiik.." (semoga Allah memberkahimu) ucapku. Sabrina tersenyum. "Semangat murojaahnya ya," lanjutku.

"Iya, Bin, jazakumullah khoiron ya,," balas Sabrina.

"Btw, gimana sih, biar cepet selesai?, kasih saran dong." Pintaku.

Sabrina malah tertawa.

"Nanya kok ke aku, itu loh, kak Salca, kak Niswah, lebih masyaAllah dari aku. " jawab Sabrina.

"Kan yang sekarang lagi sama aku anti, bukan mereka."

"Oke, oke" Sabrina tertawa ringan. Ada 10 menit sebelum ust. Rakha datang. Itu jadawal paten, ustadz akan berusaha sebisa mungkin datang di waktu tersebut. Pukul 07:30. Kecuali ada udzur syar'i. "Intinya, istiqomah. Ziyadahnya, terutama murojaah. Ziyadah (menambah jumlah hafalan dengan cara menyetorkan ke penganmpu halaqoh)  harus rutin, supaya lebih nyaman.  Kalau sehari bisa satu lebar, usahakan begitu terus setiap hari. Biar enak dilihat di mutaba'ah (arsip jumlah hafalan)."

Aku terkekeh. Iya, kalau bisa, kalau enggak?.

"Iman kan naik turun Sab, gimana dong." Tanyaku lagi.

"Kadang emang kita punya waktu-waktu yang ga bisa buat ziyadah. Misal capek banget, banyak masalah atau apalah. Itu tuh kek kita lagi main layang-layang. Kalau ada anging kenceng, kita ulur tuh tali. Pas lagi ga kenceng,, kita tarik pelan-pelan. Tapi jangan pernah sampai bener-bener di tarik, pelan-pelan aja, sampai ada angin kenceng lagi. Paham ga?" Jelas Sabrina panjang lebar. Aku mengangguk paham.

"Kalau masalah murojaah (mengulang hafalan)" Tanyaku lagi.

"Istiqomah. Jauhin diri dari hal-hal yang kurang bermanfaat, itu mengkotori hafalan. Merusak. Apa lagi ghibah.  Susah banget tuh di benerinnya. Dan, nyanyi, nyanyian jahiliyyah (sesuatu yang bodoh [buruk]) terutama, kurangin, kalau bisa hilangin." Lanjut Sabrina.

Aku tersenyum, " jazakumullah khoiron Sab, nanti lagi. Udah ada ust. Rakha."
Aku membenarkan dudukku setelah melihat ust. Rakha yang berjalan dari arah musholla.



















Gimana guys, bermanfaat ga nih,, semoga bisa memotivasi ya,, terutama buat temen-temen yang lagi berusaha buat hafalin qur'an.

Cinta Dalam Mihrab Taat  (⚠TELAH TERBIT⚠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang