18. Perpulangan.

2.3K 397 14
                                    






Hari ini adalah hari yang di tunggu para santri yang sudah menyelesaikan ujiannya. Sebagian masih harus di pondok dan menyelesaikan ujiannya.

Aku di panggil us. Amii ke depan hujroh ustadzah. Us. Amii adalah ustadzah pengabdian bagian inaroh (bagian mengurusi barang-barang elektronik) aku tidak tahu, ada urusan mendadak apa us Amii memanggilku.

"Ada apa us," tanyaku saat sudah memberi salam kepada us Amii.

"Ayah kamu telfon, katanya nanti kamu ga usah balik ke rumah. Ayah lagi di luar kota. Kamu ke panti dulu, nanti di jemput sama bu Mei." Jelas us. Amii.

Aku mengangguk paham. Us. Amii pasti sudah tau alasan kenapa aku balik ke panti. Aku hanya belum memberitahu teman-teman.

Setelah pamit pergi, aku memberi salam dan kembali ke hujroh, bersiap pulang.

Bu Mei adalah seorang ibu yang telah merawatku dari kecil hingga di umurku yang ke delapan tahun aku di adopsi oleh bunda dan ayah. Delapan tahun bersama bu Mei membuatku menganggap bu Mei sebagai ibuku.

"Di jemput ayah bin?" Tanya Zahra saat aku sampai di kamar.

"Engga, aku balik ke tempat bu Mei." Jawabku.

Aku belum sanggup bila teman-temanku tahu siapa aku sebenarnya. Walau Aminah sering kali mengatakannya di depan umum, teman-temanku memilih tak lercaya karena Aminah memang suka sekali iri padaku. Terutama saat ust. Rakha datang di pondok.

"Ohh, " jawab Zahra singkat. Barang-barang yang akan kami bawa sudah siap. Aku dan Zahra memilih untuk keluar hujroh (kamar) menuju hujroh Risha yang selisih tiga hujroh dari hujroh kami.

"Rish," panggil Zahra saat melihat  Risha yang duduk di lantai sembari kesusahan menutup tasnya.

"Kenapa?" Tanyaku.

Risha menunjukan wajah memelasnya.

Zahra malah tertawa ringan.

"Anti tuh ya, mau pulang apa pindahan." Tanya Zahra kesal.

"Kan, aku cuman bawa enam pasang gamis sama delapan pasang piyama." Jelas Risha.

Aku dan Zahra menatap Risha tak percaya.

"Kita cuman libur dua minggu loh Rish, ngapain bawa banyak-banyak sii" komentar Zahra yabg kesal.

"Udah kekecilan, jadi mau aku pulangin, menuh-menuhin lemari." Jawab Risha.

"Bilang dong mau di pulangin." Zahra terlanjur kesal.

"Siapa suruh sensi."

"Issshhh" desis Zahra kesal.

"Dah ah, kaya anak kecil aja kalian tu." Selaku.

Zahra yang mulai kesal melihat pekerjaan Risha yang tidak selesai-selesai meminta Risha menyingkir agar dia saja yang mengerjakan. Aku tidak kaget, diantara kita bertiga, Zahra lah yang paling suka beres-beres.

Risha pun duduk di sampingku yang sendari tadi duduk di ranjangnya.

"Bin, kamu tau kasusnya Aminah sama ust. Rakha?" Tanya Haura yang sendari tadi memang ada di hujroh tersebut bersama kami.

Aku mengangguk mengiyakan.

"Dia di iqob, udah selesai setoran terakhir. Tapi dia belum boleh khataman." Jelas Haura.

"Kok bisa?" Tanya Risha.

"Iya, dia harus selesai ujian tiga puluh juz dulu." Jawab Haura.

"Trus?" Tanya Risha lagi. Semangat sekali dia.

"Yaa, dia masih kurang sepuluh. Kak Naura juga."

Risha menahan tawanya. Zahra yang kesal menatap sinis Risha. Bukannya diam, Risha malah tertawa keras dan di lempari Zahra dengan handuk bersih milik Risha.

"Santuyy Zah,, " ucap Risha lagi yang membuat Zahra makin kesal.


































Afwan ya, cuman bisa nulis segini dulu. Sibuk banget sii😅. Insya Allah aku usahain selesai sebelum aku berangkat pondok.

Kalau ga di undur lagi  aku berangkat pondok 22 juli😅😅.











Ini us. Rana, galak sii, tapi humoris ko aslinya😅

Cinta Dalam Mihrab Taat  (⚠TELAH TERBIT⚠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang