31. Izin

2K 376 23
                                    















Aku sudah kembali berbaring di atas ranjang kamar inapku. Setelah minum aku dan bu Sukma kembali ke kamar. Ust Aksa juga ada bersama kami.

"Saya mewakili abi untuk membahas izin Bintang untuk kembali ke pondok." Jelas ust. Aksa yang duduk di sofa berbincang dengan bu Sukma.

"Bintang siap kembali ke pondok?" Tanya ust. Aksa dengan aksen jawanya yang sangat kental dan kadang membuatku ingin tertawa.

Aku mengangguk.

Aku harus siap dengan segala resiko.

"Benar siap Bintang, kamu bisa tinggal di panti atau rumah ibu saja, di pondok pasti sulit." Tawar bu Sukma.

Aku menggeleng.

Aku tidak ingin merepotkan orang-orang di panti lagi.

Tinggal di rumah bu Sukma?. Aku butuh waktu untuk tidak bertemu dengan orang itu. Walau tidak tinggal bersama, tetap saja orang itu akan sering datang ke rumah bu Sukma.

"Bintang siap dengan segala resiko bu." Ucapku tegas dan di balas helaan nafas berat bu Sukma.

Aku tau bu Sukma mengkhawatirkan diriku. Tapi aku percaya pada diriku bahwa aku kuat. Kalau pun tidak, kenapa Allah memberiku beban seperti ini. Bukankah Allah tidak membebani seorang hamba di atas kemampuannya. Jika Allah saja psrcaya padaku. Kenap aku tidak percaya pada kemampuan diriku sendiri.

Perbincangan kami terus berlanjut di sekitaran itu. Dokter sudah mengizinkanku pulang lusa. Karena mataku tidak lagi terasa sakit. Juga mungkin Allah lah yang memberi keajaiban padaku.

Sebut saja malpraktek. Kata ayah, mataku bermasalah karena operasi di masa lalu tak begitu sempurna. Ayah hampir saja menuntut dokter tersebut. Tapi aku memilih untuk tidak memperpanjang dan segera memaafkan.

Allah mencintai hambaNya yang pemaaf.

Jika Allah selalu memaafkan hamba Nya yang mau bertaubat sebanyak apapun dosanya. Asalkan orang tersebut mau meninggalkan maksiat -maksiatnya di masa lalu. Lalu dengan alasan apa aku yang manusia lemah seperti ini tidak mau memaafkan.



_o0o_



Dua hari telah berlalu. Aku kembali ke panti untuk mengambil beberapa barangku yang masih tertinggal di sana.

Malamnya aku di jemput oleh ust. Aksa dan us. Asittaa menggunakan mobil. Kebetulan adalah adik ust. Aksa. Jadi kami tidak berkhalwat dan tentunya ust. Aksa dan us. Asittaa adalah mahram.

Susana di mobil hening. Aku memang tidak suka banyak bicara jika ada lawan jenis di dektku. Tapi jika untuk menyampaikan sebuah ilmu, aku bjsa duduk berjam-jam. Terutama setelah tragedi janji. Sedangkan us. Asittaa adalah orang yang hangat, siapa saja pasti nyaman dengan beliau.

"Bintang sudah siap?" Tanya us. Asittaa memecahkan keheningan.

Aku mengangguk.

"Kenapa kamu memilih untuk balik kepondok. Bukannya lebih baik kamu di rumah saja." Lanjut us. Asittaa.

Pertanyaan wajar bagi orang-orang melihat keadaanku.

"Hidup itu petualangan. Kita berpetulangan mengejar mimpi atau tidak melakukan apa-apa."

Jawabku.

"Lagi pula, akan sulit fokus hafalan jika di rumah atau di panti." Lanjutku.

Us. Asittaa ber-ohh

"Setelah tiga minggu lebih kamu tidak masuk pondok. Kuatkan mental ya,, semoga baik-baik saja." Ucap ust. Aksa dengan tetap fokus menyetir.

Aku mengangguk paham.

"Jangan segan-segan bercerita pada kami." Ucap us. Asitta.

Mengakhiri obrolan kita saat di perjalanan.





_o0o_




Hampir tengah malam kami sampai di pondok. Ust. Aksa pergi lebih dulu sembari membawakan tasku, serta meletaknnya di teras hujroh. Dan us. Asitta yang membawa tanganku agar aku tau jalan menuju hujroh (kamar)

Malam semakin larut. Aku sudah duduuk di ranjangku. Teman-teman sudah terlelap.

Zahra yang terbangun karena suara bising dari us. Asitta yg meletakkan barang-barangku terbangun. Aku sangat kenal dengan suaranya yang baru bangun.

"Bintang!!"seru Zahra yang sepertinya membangunkan anak-anak yang lain.

Aku menoleh dan tersenyum. Zahra memlukku dan bsrcerita dengan riang. Teman-teman kamarku benar terbangun. Kami berbincang sebentar setelah us. Asittaa pergi.

"Si Aminah makin belagu." Omel Zahra kesal.

"Ishh, ga baik" tegurku.

"Bukan gitu Zah, tapi mau gimana lagi. Si Aminah emang udah kurang ajar. Aku udah sabar-sabar ngadepin dia. Eh makin nglunjak." Oceh Zahra yang terdengar sangat kesal.

Aku terkekeh.

"Oh ya,, bukankah kalian jadi pengurus semester ini.?" Tanyaku.

"Kamu juga Bintang." Ucap Zahra.

Aku tersenyum dan menggeleng. Aku tidak bisa mengemban amanah dulu.

"Tabarokallah jadi roisah (ketua[perempuan])" ucapku sembari mengulurkan tangan kanan untuk berjabat tangan.

Zahra malah menabok tangan kananku.

"Bintang, terima kasih sudah memberiku banyak pelajaran hidup." Ucap Zahra sembari memelukku.

Zahra benar-benar lucu.

Setelah malam yang kami lewati bersama. Pagi datang menyapa dunia. Zahra dengan baik hati membantuku bersiap ke sekolah. Memilihkan seragam sesuai jadwal sampai mengambilakan bukuku.

Jangan lupa al qur'an braille pemberian ust. Aksa kemarin. Tapi aku tidak berani mengataknnya ke Zahra. Aku takut.

"Woi Bintang!!" Seru seseorang sembari membuka pintu hujroh tanpa sopan santun..

"Dasar pembawa sial!!"

Aku menghadap ke arau suara.

Aku sendirian di hujroh. Suara ini.

Aminah.










































Maaf baru up. Aku capek😉

22:14

Cinta Dalam Mihrab Taat  (⚠TELAH TERBIT⚠)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang