11

17 1 0
                                    

"Abang ini.. parah kali, Abi.. bisa bisanya nyuruh Ijaaz ngatur santri  - santri biar tertib padahal Ijaaz aja baru selesai lomba sama bersihin lingkungan.. terus apa gunanya dia disana.?!" Kesal Ijaaz mengadu pada Abi Nahid. Umi Najma, Zahra, Kamila dan Umi memerhatikan tingkah lelaki itu.

"Lebay nya.. cuma disuruh tertibin dua puluh tujuh santri aja.. udah kesel, apa lagi kalo disuruh tertibin seluruh santri disini.. bisa mati berdiri kau." Balas Gus Farhan.

"Setidaknya liat - liat keadaan lah.. kau, Bang.. ini kayak gak punya hati aja.." kesal Ijaaz.

"Adanya hatiku sama istriku ini.." balas Gus Farhan dan melihat Sang istri denagn senyuman. Tentu saja Zahra malu - malu, tapi dia berusaha menyembunyikan rasa malu - malu nya itu untuk menyuruh Gus Farhan berhenti berdebat dengan adiknya itu.

"Paok kali kau, Bang! Udah kelewat batas sabar ku sama kau.. habis stok sabarku sama kau!" Kesal Ijaaz dan membanting badannya duduk disebelah Kamila.

"Apa kau bilang?! Aku paok?!" Kesal Gus Farhan dan berdiri dihadapan Ijaaz yang malah meledeknya.

"Ya.. emangnya kau paok.." jawab Ijaaz santai.

(Paok: bodoh).

"Awas.. kau!" Kata Gus Farhan menjegar Sang adik yang lari menghindarinya kesana kemari membuat yang lain tertawa melihat kelakuan mereka seperti anak kecil.

"Ampun, bang..!" Teriak Ijaaz.

"Tadi kau bilang aku paok.. sekarnag kau minta ampun.. gimananya kau.." balas Gus Farhan terkekeh melihat adiknya pasrah.

"Pasrah ana Bang.. kuat kali tangan kau piting ana.. lepas lah.. sakit ini.." kata Ijaaz karena sekarang posisi dia temgkurep dibawah sambil tangannya ditahan Gus Farhan diatas badannya dan Gus Farhan duduk diatas badan adiknya itu.

"Lemahnya.. kata kau menang enam kali dapat mendali emas.." goda Gus Farhan.

"Kau pun curang, Bang.." kesal Ijaaz tak bisa gerak karena Gus Farhan berada diatasnya.

"Farhan.. sudah, kasihan adik kau tuh.." lerai Umi Najma. Gus Farhan pun melepaskan adiknya itu.

"Ayo, makan dulu.." ajak Abi Nahid dan yang lain pun menyusul Abi Nahid kemeja makan untuk makan bersama.

***

Dimalam hari yang dingin, seorang lelaki sedang duduk dibalkon asrama sambil memandang langit yang bertabur bintang yang sangat indah dimalam itu. Lelaki itu menggunakan sarung dan kaos berwarna hitam juga sorba yang melingkar dilehernya.

"Ma Syaa Allah.. Ya Rabb.. betapa indahnya ciptaan dan nikmat Mu  yang kau berikan kepadaku dihari ini.. langit ini begitu indah sampai hambaMu ini enggan memalingkan pandangan ini atas ciptaanMu." Puji lelaki itu pada Sang pencipta sambil tersenyum, sampai dia tak sadar ada seseorang yang datang mendekatinya.

"Fabiayyi Ala Irobbikuma Tukadziban.. maka nikmat - nikmat Rabb manakah yang kalian dustakan.." ucap lelaki yang baru datang dan sekarang ada disisi Ikhsan.

"Tidak ada yang bisa memberi ketenangan dalam hidup selain rasa bersyukur atas nikmat - Nya." Balas Ikhsan yang langsung melihat siapa lelaki yang datang menghampirinya itu.

"Ya.. memang terkadang, kenikmatan dunia selalu membuat orang terlena dan tersesat." Kata Gus Farhan.

"Dunia itu seperti bayangan, semakin dikejar maka akan semakin jauh, tapi bila kau berbalik, maka bayangan itu mau tidak mau harus mengikutimu." Kata Ikhsan membuat Gus Farhan menatapnya karena bangga akan pemikirannya yang sangat dewasa itu.

"Tak banyak orang yang mau berbalik dari bayangan itu, padahal jika dia berbalik, dia akan mendapatkan segalanya." Kata Gus Farhan.

"Yang akan membuat orang itu berbalik adalah keimanannya.. jika dihati nya tertanam iman yang kuat In syaa Allah tanpa diminta pun dia akan berbalik dan terus jalan lurus kedepan tanpa melihat bayangan dibelakangnya, karna bayangan itu sudah pasti akan mengikutinya." Ucap Ikhsan.

"Itulah dunia, siapa yang kuat imannya makan dialah yang menang." Balas Gus Farhan.

"Ya.. bener, Gus.. maaf, Gus ada apa kemari malam - malam?" Tanya Ikhsan.

"Tadi ana liat antum sendirinya menatap langit sambil senyum - senyum.. kan dari pada antum dikira gila, mending ana temenin." Jawab Gus Farhan membuat keduannya tertawa kecil.

"Antum ngapain disini? Bukannya tidur." Tanya Gus Farhan.

"Ana lagi pengen liat keindahan langit malam.. yang lagi banyak bintang." Jawab Ikhsan.

"Ya udah.. saya pamit dulu.. jangan lama - lama, besok masuk sekolah." Kata Gus Farhan.

"Na'am, Gus.." jawab Ikhsan menunduk.

"Ya sudah saya pamit mau kontrol santri putra dulu.. assalamu'alaikum." Pamit Gus Farhan dan pergi meninggalkan Ikhsan sendiri di balkon itu.

"Wa'alaikumussalam.." jawab Ikhsan. Niat Ikhsan ingin masuk kedalam kamar asramanya, tapi dia berhenti berbalik karena melihat seorang perempuan sedang duduk dikarangan taman asrama putra sambil memegang Al -Qur'an ditangannya. Menurut Ikhsan itu adalah pemandangan yang indah, tapi dia langsung beristighfar karna menikmati yang bukan miliknya dan dia pun pergi kekamarnya untuk tidur.

***

"Kamila!" Teriak Shafira saat melihat sahabatnya sedang duduk sendirian malam - malam pula.

"Wa'alaikumussalam.." ucap Kamila menegur Shafira.

"Eh iya.. assalamu'alaikum.." ucap Shafira saat sampai dihadapan Kamila.

"Wa'alaikumussalam.." jawab Kamila.

"Antum ngapain disini malem - malem..?" Tanya Shafira dan dia pun duduk disebelah Kamila.

"Ini.. ana nunggu Ijaaz, tadi Al - Qur'an kesayangan dia ketinggalan dirumah, terus Abi suruh an buat anterin ini.." jelas Kamila.

"Terus kenapa diem disini? Bukannya naik kelantai dua langsung kekamar Ijaaz aja.." kata Shafira.

"Kalau ana kesana, malem - malem kayak gini, takut ganggu teman sekamar Ijaaz yang udah tidur." Jelas Kamila.

"Assalamu'alaikum, kak, Ustadzah.." ucap Ijaaz yang baru datang sambil ngos - ngosan karena berlari menuruni anak tangga.

"Wa'alaikumussalam.." jwab Kamila dan Shafira bersamaan. Ijaaz ketika melihat adanya Shafira dia pun menundukkan kepalanya.

"Ini.. Al - Qur'an antum.." kata Kamila dan memberi Al - Qur'an itu pada Ijaaz.

"Jazakillah, kak.." ucap Ijaaz dan diangguki oleh Kamila dengan senyuman dibalik cadarnya.

"Ya udah, kakak balik kerumah dulu, udah malem soalnya.. assalamu'alaikum.." pamit Kamila. Ujaaz pun mencium tangan kakaknya itu dan merapatkan kedua tangannya kedada tanda menghormati Shafira.

"Iya.. kak hati - hati.. wa'alaikumussalam.." jawab Ijaaz dan dia pun langsung kembali ke kamar asramanya.

PENYEMPURNA IMANKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang