14

23 2 0
                                    

"Ya Rabb.. ada - ada aja.. udah mau lulus masih bikin masalah aja.." kesal Kamila sambil menyapu halaman.

"Allahumma sholli wassallim 'alā.. sayyidina wamaulana.. muhammād.. 'adā da mā fi'il millahi sholatān da imatan bidawami mulkillahi.." kamila pun memilih melantunkan shalawat dari pada dia mengingat kasus hari ini.

"Astghfirullah.." ucap seseorang membuat Kamila menoleh ke sumber suara dan dia mendapati Ikhsan keluar dengan wajah lebam dan berdarah yang belum diobati sama sekali.

"Kenapa gak diobatin?" Tanya Kamila sambil menunduk.

"Nanti juga hilang sendiri." Jawab Ikhsan dingin.

"Duduk!" Perintah Kamila.

"Saya mau ke asrama.." tolak Ikhsan dingin.

"Kalau saya bilang duduk, ya duduk!" Tegas Kamila tak terbantahkan. Ikhsan pun memilih duduk dan melihat Kamila masuk kedalam lalu mengeluarkan kotak obat dan semangkuk air hangat.

"Saya gak mungkin obatin kamu, jadi kamu obatin sendiri dan saya disini nungguin kamu sambil saya juga mau lanjut nyapu." Kata Kamila. Kamila mulai melanjutkan menyapu yang tinggal sedikit lagi, nyapu pun selesai dan Kamila duduk di hadapan Ikhsan tapi jauh tak dekat sekitar 8 ubin jarak mereka.

"Argh.." lirih Ikhsan.

"Makanya, udah gede.. bersikap dewasa.." kata Kamila.

"Apa Ustadzah bisa diam ketika Umi Najma dihina yang gak baik sama orang lain?" Tanya Ikhsan.

"Ya, saya diam disaat itu, tapi tidak disepertiga malam. Imam Syafi'i pernah berkata do'a yang dipanjatkan diwaktu tahajjud adalah ibarat anak panah yang tepat mengenai sasaran." Jawab Kamila.

"Berarti Ustadazah do'a yang jelek untuk orang itu?" Tanya Ikhsan.

"Tidak, saya tidak do'a apa pun untuknya, tapi saya hanya mengadu pada yang lebih berhak atas segalanya." Jawab Kamila.

"Huft.." hembusan nafas Ikhsan pelan menandakan dia sedang sedih.

"Diam, bukan berarti lemah, diam pun bukan berarti tak peduli, diamnya hamba Allah adalah sebuah tanda bagi seseorang untuk berjaga- jaga karna ketika hamba itu mengadu pada Rabb nya dengan air mata yang mengalir disepertiga malam, maka orang itu harus berhati- hati akan balasan Allah yang nyata adanya." Ucap Kamila.

Ikhsan hanya diam dan terus mengobati lukanya, setelah selesai Ikhsan pun pamit untuk kembali ke asrama putra dan istirahat sejenak disana. Kamila membereskan kotak obat yang tadi dipakai Ikhsan, sehabis itu dia pergi ke masjid asrama putri untuk memantau santriwati yang sedang piket.

***

Gelap sudah menyelimuti langit dengan penuh dan beberapa bintang menyebar cantik di balik gelapnya malam, bulan pun terlihat antusias mewujudkan bentuknya dengan sempurna.

"Ya Allah.. hamba memohon ampun padaMu yaa Rabb, hambaMu ini telah melakukan sesuatu yang fatal dan berdosa, Engkau Maha Mengetahui.. dan hambaMu ini sadar bahwa hamba salah melakukan itu. Amarah begitu menyelimuti hambaMu yang lemah ini.. hambaMu ini tak bisa mendengar seseorang menjelekkan orang tua hamba terutama Umma yang sekarang sudah bersamaMu Ya Allah, hambaMu sangat merindukan seorang Umma.. dan hamba mohon tempatkan Umma hamba ditempat terindah diSisiMu Ya Rabb. Engkau pasti tau hamba tak bermaksud melakukan itu yaa Rabb.. hamba mohon ampunilah dosa hambaMu ini.. Ya Allah.." lirih seorang laki - laki dalam do'anya di tengah malam sehabis shalat tahajjud. Dimasjid Ikhsan terus memanjatkan do'a dan keluh kesahnya pada yang Maha Kuasa.

"Memang terkadang amarah itu seperti api yang bertemu sumbu.. yang bisa meledak ketika sudah mencapai batasnya.." ucap seseorang membuat Ikhsan menyudahi do'anya dan menoleh keseseorang yang sekarang duduk disebelahnya.

"Maka jadilah kamu seperti air yang tenang, tapi bisa menghanyutkan siapa pun dan apapun didekatnya, dan air pun bisa memadamkan api sebesar apapun dan dimanapun." Lanjut seseorang itu.

"Na'am, Abi.." balas Ikhsan.

"Jika kamu rindu pada Umma mu, kamu datang saja kerumah, ngobrol sama Umi Najma seperti kamu berbicara pada Umma mu, Umi Najma pasti paham dan menerima kamu.." ucap Abi Nahid.

"Ya sudah, gak usah sedih - sedih lagi.. daripada sedih, sekarang kamu berdzikir disini.. sekalian temenin Abi shalat tahajjud disini." Lanjut Abi Nahid.

"Na'am, Abi.." jawab Ikhsan dan Abi Nahid pun pergi ke shaf depan untuk shalat tahajjud dan Ikhsan berdzikir dengan tasbih ditangannya yang terus berputar mengikuti irama dzikir merdu yang Ikhsan panjatkan. Setelah selesai shalat tahajjud Abi Nahid pun berdzikir dan membaca beberapa lembar Al-Qur'an bersama Ikhsan sambil menunggu waktu shubuh tiba.

Dihari minggu ini para santri sudah kembali kepesantren dan dijam setengah delapan, para santri keluar dari masjid setelah selesai shalat shubuh, tadarus dan shalat dhuha. Untuk para santriwati inilah pemandangan yang menakjubkan dang sayang jika tak dilihat, karena para santriwan sangat tampan jika baru keluar dari masjid, ada yang memakai sarung dan ada juga yang memakai jubah dengan membawa Al-Qur'an, itu membuat ketampanan yang sempurna.

"Assalamu'alaikum..."

"Wa'alaikumussalam.. eh.. Ustadzah.." jawab lima santriwati yang sedang mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk memandangai para santriwan.

"Pada ngapain, disini.. bukannya langsung balik ke asrama.." ucap Kamila.

"Itu.. apa.. tadi.." gugup salah satu santriwati dan Kamila mengerti maksud santriwati itu.

"Apa kalian mau.. nanti mata kalian ditusuk dengan besi panas karena kalian memandang yang bukan milik kalian apalagi  bukan mahram kalian?" Tanya Kamila dengan suara menakut - nakuti lima santriwati itu.

"Na'udzubillah.. gak Ustadzah.. jangan sampe.." jawab para santriwati ketakutan.

"Ya sudah sana.. kembali ke asrama." Perintah sambil tersenyum.

"Na'am Ustadzah.. assalamu'alaikum.." pamit santruwati itu berlari menuju asrama mereka, tapi tak lupa mereka menciumi tangan Kamila.

"Wa'alaikumussalam.. hehe.." jawab Kamila sambil terkekeh kecil melihat lima santriwati itu berlari. Begitu berbalik badan, Kamila melihat seseorang yang diam berdiri menatapnya diantara para santriwan yang berjalan keluar masjid. Kamila menundukkan pandangannya dan pergi. Seseorang itu terus melihat Kamila sampai Kamila hilang tertutup tembok.

"Laa uriedu syaian minad dunnya, fa anaa asyuru annanie akhotztu nashibie minanl farahi hiena uhibbuki.” ucap seseorang itu dan langsung pergi meninggalkan tempat dia berdiri sebelumnya.

(Aku tidak mau sesuatu dari dunia ini, karena aku sudah merasa mengambil semua jatah kebahagiaanku saat aku mencintaimu).

PENYEMPURNA IMANKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang