17

16 3 0
                                    

Para santri sedang sibuk membersihkan halaman pesantren, karena setiap sabtu pagi seluruh santri melakukan kerja bakti di pesantren seperti biasanya. Peraturan ini dibuat agar para santri selalu menjaga kebersihan, belajar bergotong royong, memperkuat tali silahturahim antar santri maupun Ustadz dan Ustadzah.

"Rozak, ana minta tolong buangin sampah di tong ini, ya.. soalnya udah penuh, gak muat buat taruh sampah lagi.." pinta seorang santriwati bernama Aisyah.

"Kan bisa sendiri.. manja amat.." balas Rozak acuh.

"Ya udah.. makasih.." kata Aisyah dengan sabar dan langsung menarik tong sampah sekuat tenaganya. Rozak yang melihat itu hanya acuh, lalu memalingkan wajah melihat seorang wanita dari kejauhan.

"Ya Allah.. berat bang...et hosh hosh.." kata Aisyah dengan ngos - ngosan tapi, Aisyah tetap terus menarik tong sampah itu ke tempat pembuangan pusat sampah yang telah disiapkan pesantren.

"Sini, ana bantu.." tawar seseorang yang tiba - tiba datang.

"Eh.. Syukron.. tapi gak apa - apa, kok.. ana bisa.." tolak Aisyah.

"Udah.. antum lanjut nyapu aja, ini biar ana yang buang.." kata orang itu.

"Syukron.." Aisyah pun pergi sambil terus menundukkan kepalanya. Orang itu pun pergi untuk membuang sampah yang berada di dalam tong yang dia pegang.

Kamila ikut membantu santriwati membersihkan taman menanam tanaman baru agar taman menjadi lebih asri lagi dari sebelumnya. Tapi, Kamila sedari tadi melamun dengan tangannya yang terus menepuk - nepuk tanah yang sudah diberi pupuk tambahan.

"Ning Kamila, ini di taruh dimana?" Tanya salah satu santriwati, tapi Kamila tetap melamun dan tak menjawab pertanyaan santriwati itu.

"Ning Kamila.." panggil santriwati itu lagi.

"Ustadzah Kamila.." panggil teman santriwati itu.

"Kenapa?" Tanya Shafira kepada dua santriwati itu.

"Dari tadi Ning Kamila melamun.. terus kami bingung tanaman ini mau ditaruh dimana..?" Jelas salah satu santriwati.

"Ini taruh di dekat pohon mangga itu yaa.." jawab Shafira dan dua santriwati itu pun pamit untuk menanam tanaman yang mereka pegang.

"Kamila.." panggil Shafira yang bejongkok disebelah Kamila.

"Kamila!" Panggil Shafira dengan sedikit meninggikan suara dan menyenggol Kamila.

"Astagfirullāhaladzīm.. kenapa, Shafira..?" Kaget Kamila.

"Harusnya ana yang nanya begitu.. antum kenapa? Dari tadi ngelamun terus sampe dua santri nanya ke antum gak dijawab."

"Ya Allah.. ana gak tau.." jawab Kamila.

"Ya iyalah antum gak tau.. orang antum ngelamun.. mana sadar ada yang nanya kalo gak di senggol kayak tadi." Kata Shafira.

"Antum kenapa, sih? Dari awal ana ketemu antum, ana liat antum gak fokus.. walaupun antum pake cadar, ana tau ekspresi wajah antum dibalik cadar itu." Tanya Shafira khawatir.

"Entahlah.." jawab Kamila.

"Antum mikirin amplop itu?" Tanya Shafira dan Kamila mengangguk pelan.

"Huh.. gini.. antum serahin segalanya sama Allah.. ana yakin isi didalam amplop itu baik, kok.. gak usah terlalu dipikirkan.. simpan amplop itu baik - baik.. sampai nanti Allah yang tunjukkin jalan biar antum tau siapa yang kasih amplop itu ke antum dan apa isinya, ok?" Jelas Shafira dan Kamila mengangguk paham dan tersenyum lega.

"Ok.. Ning Kamila.. kita lanjutkan tugas kita menanam tanaman - tanaman indah ini ditaman ini dengan baik.. ok Ustadzah..?" Canda Shafira.

"Okeh.. hehe.." jawab Kamila dengan tawa kecilnya. Mereka berdua pun melanjutkan aktivitas mereka yang tadi tertuda. Dari kejauhan seseorang sedang memperhatikan mereka, lebih tepatnya salah satu dari mereka, orang itu terlihat tersenyum saat melihat mereka.

Ma Syaa Allāh.. astaghfirullāhaladzīm.. gak boleh memuji yang bukan milikmu.., batin orang itu mengingatkan batasan pada sirinya sendiri. Orang itu pun pergi.

Kerja bakti pun selesai, para santri di persilahkan untuk menikmati cemilan yang sudah disiapkan para pengerus pesantren bagian konsumsi.

"Akhwat disebelah kanan.. Ikhwan disebelah kiri.." kata Ustadz Syarif.

"Na'am.. Ustadz.." jawab para santri bersamaan.

"Ning Kamila.." panggil salah satu santri yang masih kecil kira - kira berumur delapan tahun.

"Iya, sayang.." jawab Kamila dengan lembut sambil berjongkok menyamai tingginya dan tinggi santri Madrasah Ibtidaiyah kelas satu itu.

"Tafadh-dhol ijlis!" Perintah Gus Farhan dan para santri pun duduk rapih sejajar dan laki - laki dengan perempuan dibatasi dengan tali yang berjarak sekitar enam meter.

"Ning.. Idris gak ada teman makan.." adu Idris Si santri kecil.

"Teman - teman Idris kemana?" Tanya Kamila.

"Idris di tinggal.. dan gak dapet tempat duduk.." jawab Idris jujur.

"Hmm... ikut aku, yuk.." ajak Kamila menggandeng tangan kecil Idris membuat para santri memerhatikannya dan bergumam Idris sangat beruntung bisa dekat dengan Kamila juga ada yang nyinyir karena iri dengan Kamila yang anak seorang kiyai pemilik pesantren. Kamila membawa Idris kedepan duduk bersama para Ustadz dan Ustadzah, para pengurus pesantren dan Abi Nahid, Umi Najma, Gus Farhan dan Zahra.

"Idris disini, gak apa - apa?" Tanya Kamila.

"Iya.. tapi.." Idris ragu karna takut tak sopan dan nanti makin banyak yang tidak suka sama dia.

"Idris.. sini!" Panggil Gus Farhan. Idris pun menghampiri Gus Farhan.

"Idris duduk di sini, sebelah saya.." kata Gus Farhan membuat Idris harus menurut, karena dia ingat kata mamanya kalau dia harus nurut sama guru - guru disana, termasuk Abi Nahid, Umi Najma, Gus Farhan, Kamila, Zahra dan Ijaaz.

"Diamakan, ganteng.." kata Kamila yang duduk di antara para saudaranya juga di sebelah Idris. Semuanya menikmati hidangan sampai jam 11 siang, lalu mereka semua bersiap - siap untuk shalat zuhur.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PENYEMPURNA IMANKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang