studio and their story; hasahi

956 61 6
                                    

banyak hal yang terjadi di studio haruto dan asahi.

sangat banyak.

kebanyakan memang mereka yang membuat musik, berbincang mengenai genre apa yang baiknya mereka buat selanjutnya, instrumen apa yang cocok, lirik yang pas, brainstorming soal pemusik yang menjadi panutan dan patokan mereka

tapi ada lebih banyak hal yang terjadi.

tak sekali dua kali keduanya bertengkar hebat di dalam sana. didukung ruangan yang kedap suara, teriakan dan sumpah serapah tak akan sampai di telinga mereka yang diluar.

“aku kira kamu paham, watanabe.” bisik asahi, “aku tau ini cuma kamuflase tapi apa harus? aku tanya apa harus aku berkorban sejauh itu?!”

pekikan asahi memekak telinga, wajahnya merah karena amarah dan gelisah. rambutnya acak acakan karena tangannya sendiri.

“aku nggak pernah anggap itu serius, hi-kun. jeongwoo juga tau itu, dia paham.” kata haruto, berusaha meredam emosi. “tolong, berhenti. kita sudah pernah bahas ini.”

“lalu aku?” asahi menunjuk dirinya sendiri, “lalu aku bagaimana? aku harus diam?”

“apa interaksi kita masih kurang?”

“bukan itu masalahnya!” pekik asahi lagi, “masalahnya kamu nggak pernah tau dia bakal menyimpan rasa apa nggak!!”

“dia nggak akan! stop ngebesar besarin masalah!”

bentakan haruto membuat asahi mundur selangkah, bersandar ke dinding. menutup wajahnya dengan telapak tangan, menyembunyikan tangisnya. tapi mulutnya tak bisa berbohong.

tak sekali dua kali juga mereka berbaikan disini. tangisan dan kalimat kalimat penyesalan yang menggantung di udara, juga hawa dingin yang tak familiar.

“asahi…”

“keluar.”

“maaf…. maafkan aku.”

“haruto, keluar.”

haruto mendekat, berusaha melepas tangan asahi dari wajahnya, “hey, maafin aku bentak kamu, ya?”

asahi menggeleng, “kenapa jadi kayak gini? kenapa kita kayak gini?”

haruto membawa tubuh yang lebih mungil untuk dipeluk, “maaf, maaf.” entah berapa ribu maaf yang ia bisikkan malam itu. membiarkan asahi menumpahkan air mata kekesalannya di jaket keluaran terbaru yang ia pakai.

“haruto…?”

“hmm?”

“maaf aku tadi marah marah.”

“aku juga maaf bentak kamu.”

“jangan gitu lagi.”

“tahan aku, tahan kalau aku gitu lagi. tampar atau apalah. sadarkan aku kalau aku kasar lagi.”

“pizza make up date?”

“sure.”

begitulah, banyak yang terjadi di studio mereka. banyak kisah yang mereka tulis disana.

dan biarlah kisah kisah itu jadi rahasia mereka dan studionya.

; antologiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang