+ tw // ptsd , panick attack , car accidents , trauma
+ cw // kiss
+ aged up characters
+ what happens here, stays hereSudah setahun lebih,
Setahun lebih setelah kejadian mengerikan itu. Kejadian dimana Yedam kehilangan separuh jiwanya - juga kewarasannya.
Sudah setahun tapi belum juga ia pulih. Bayangan-bayangan, suara yang bergema, juga perih yang ia rasakan masih disana.
Ia bukannya tidak mau sembuh, tapi ia tidak bisa. Ia belum bisa.
Yedam masih terus dihantui rasa sakit yang mendera badannya juga mimpi mimpi buruk yang mampir di tidurnya. Setahun ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Sampai ia bertemu Haruto.
"Yedam?"
"Huh?"
"Melamun lagi?" tanya Haruto sambil mengelus pelan tangan di genggamannya, "do you remember something?"
"No, bukan apa apa. Cuma melamun saja." Katanya dengan senyum, meyakinkan Haruto. "Tadi kamu bicara apa?"
"Ah, itu. Bukan apa apa. Cuma tanya kamu mau makan apa."
"Kamu mau masak buat aku?"
"Boleh?"
Yedam mengangguk yakin, "tentu. Buat apa yang ada saja."
Haruto mengangguk lalu berdiri, melangkah menuju pantry apartemen milik mereka berdua.
Sudah setahun lamanya, dan kini Yedam sudah menemukan orang baru.
Yedam menatap kosong punggung lebar yang sibuk mondar mandir di pantry, ia rindu ini. Sekelebat ia melihat masa lalunya, pemuda dengan rambut brunette dan kemeja jeans kesayangannya. Senyum manis yang tak pernah lepas dari bibirnya.
"Kamu mau pedas atau manis?"
Pertanyaan itu, pertanyaan yang ia selalu tanyakan. Yedam mendengar lagi suaranya, Yedam dengar lagi suara yang sudah setahun ia tidak dengar.
Yedam memilih bangkit dari kursi makan dan pergi ke sofa ruang tengah, sambil menutup telinganya yang berdenging. Ia benci ini, rindu dan benci suara itu.
Haruto jelas tau apa yang terjadi, segera ia mematikan kompor dan menyusul Yedam ke ruang tengah. Bersimpuh di depan Yedam yang meringkuk sambil menutupi telinganya. Menangkup wajah itu untuk menatap wajahnya.
"Hei, Yedam. Ini Haruto, aku disini. Aku disini." Katanya sambil mengelus pelan pipi Yedam dengan ibu jari. "Aku disini, kamu baik baik aja. Semuanya baik baik aja."
Yedam berusaha mengatur napasnya, menatap mata Haruto lekat lekat. Memastikan bukan matanya yang ia lihat. "Haruto," panggilnya, "Haru..."
"Iya ini Haru, ini Haru, Yedam."
Yedam menghembus napas lelah, melepaskan tangan besar yang menangkup wajahnya. "Maaf,"
"Tidak perlu, jangan merasa bersalah." Haruto memijat pelan telapak tangan Yedam, berharap mengurangi ketegangan. "Aku lanjut masak ya?"