ego menyakitkan

5 3 0
                                    





Pyar...

Aku terbangun dari tidurku ketika mendengar kegaduhan dari luar kamar. Saat ini tepat pukul 1 dini hari. Karena penasaran, aku menghampiri sumber suara itu.

Ceklek...

Aku membuka pintu kamarku perlahan. Kini terdengar jelas keributan dibawah sana. Segala caci maki dapat kudengar dengan keras. Hinaan, olokan, dan saling menyalahkan.

" BERENGSEK KAMU!! "

" JAGA MULUT KOTORMU ITU! "

" BISA-BISANYA KAMU SELINGKUH SAMA TEMENKU SENDIRI? TEGA KAMU MAS! "

" SALAH KAMU SENDIRI YANG NGGA BISA MEMENUHI KEWAJIBAN SEBAGAI ISTRI "

" APA SALAHKU? AKU INI BANTU KERJA KAMU BIAR KEBUTUHAN KITA TERCUKUPI, TAPI KAMU MALAH NGGA TAU DIRI!! DASAR BAJINGAN "

plakkk...

Aku memejamkan mataku ketika Ayahku dengan keras menampar Ibuku.

" SOK SUCI!! KAMU KIRA AKU NGGA TAU KALAU KAMU DEKET SAMA BOSMU? "

" MEMANG KENAPA? KAMU CEMBURU KALAU AKU DEKAT? "

" MENJIJIKAN! "

" KAMU YANG MENJIJIKAN MAS!! INGET YA, TANPA AKU KAMU ITU CUMA SAMPAH, KAMU NGGA PUNYA APA APA! "

" KURANG AJAR!! AKU TALAK KAMU DETIK INI JUGA!! "

" AKU JUGA NGGA SUDI JADI ISTRI KAMU LAGI!! "

sakit....

Hatiku sakit sekali..

Hancur sudah keluargaku...

Aku kembali ke dalam kamarku dengan murung. Aku marah pada kedua orang tuaku. Mereka sangat egois!. Mereka sama sekali tidak memikirkan perasaanku. Aku bersumpah, mulai sekarang aku tidak akan menyentuh harta mereka sama sekali.

Sempat terbesit di pikiranku untuk mengakhiri hidupku. Aku mulai mencari benda tajam di sekitarku. Dan akhirnya aku melihat sebuah kater di atas meja.

Mataku sudah terbutakan oleh berbagai rasa negatif. Langkahku tertuju pada kater itu. Benda tajam itu kini sudah ada di genggamanku. Aku merasa sangat bingung hingga tanganku gemetaran.

Jika saja saat itu tidak ada panggilan telfon, mungkin seorang Anggi ini sudah tiada. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku teringat perkataan guru agamaku jika Allah tidak menyukai orang yang dengan seenaknya mengakhiri hidupnya sendiri.

Berulangkali Arkan menelfonku, dan akhirnya aku mengangkatnya dengan tangan gemetaran.

" Haloo!! "

" Ukii, kamu baik-baik aja kan? "

" Haloo!!! "

" Kenapa diam saja? "

" Ukii "

Jelas sekali jika Arkan sangat panik dari sana. Aku menahan isak tangisku dan berusaha menjawab panggilannya.

" Tolong aku... " Ucapku parau

" Kamu kenapa? Aku kesana sekarang ya "

Panggilan terputus secara sepihak. Aku berusaha menenangkan diriku dengan terus ber istighfar. Aku sudah tidak peduli kemana dua orang itu pergi.

Sekitar 10 menit, Arkan membuka pintu kamarku dengan keras dan segera memelukku. Tangis yang sempat mereda, kini kembali lagi.

" Kenapa kamu? " Tanya Arkan yang masih setia memelukku

" Tolong aku "

" Tolong kenapa? Kamu sakit? "

" Tolong bawa aku pergi dari sini "

" Kenapa pergi? "

" Aku sudah tidak tahan lagi disini, tolong aku, tolong aka, tolong... " Mohonku padanya dengan mata sembab

" Apa ini?!!! " Ucapnya lalu melepaskan pelukan kami

" Kenapa ada ini?!! " Tanyanya lagi dengan mata tajam

" I.. itu.. ak.. aku.. aku.. " tak mampu menjawabnya, aku memilih menunduk.

" Kamu mau bunuh diri??!! " Tanyanya yang kujawab dengan anggukan lesu.

" Kenapa seperti itu? Ini tindakan yang salah uki.. "

" Aku tadi tidak bisa berpikir jernih aka, aku terlalu hancur "

" Ada masalah apa? "

" Mereka akhirnya bercerai dan mengabaikanku begitu saja " jelasku

" Yasudah, sekarang kamu mau pergi kemana? "

" aku mau pergi dari sini.. "

" Kerumahku saja bagaimana? "

" Iya, tidak papa "

Akhirnya aku menginap di rumah Arkan untuk beberapa hari. Aku juga bercerita padanya kalau aku tidak akan kembali lagi dan tidak akan hidup dengan uang mereka lagi.

Mulai sekarang aku mau hidup sendiri tanpa campur tangan mereka. Yang aku punya saat ini hanyalah Arkan dan sahabat-sahabatku. Selain itu aku tidak punya apa-apa lagi.







SIX DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang