Deka berjalan dengan sedikit berlari kecil memasuki sebuah Cafe yang tak jauh dari kantor tempatnya bekerja. Dengan masih mengenakan jas rapih dan menenteng tas kantornya, Deka mencari seseorang yang sudah membuat janji dengannya.
Sekarang pukul 4 sore, dimana semuanya akan pulang kerumah masing-masing. Maka dari itu Deka sekaligus membawa tas nya. Setelah lama mencari, akhirnya pandangan mata dia menemukan sosok lelaki yang sepataran dengan dia tengah menyeruput minuman dicangkirnya.
"Sori Ga, nunggu lama ya?" tanya Deka sembari duduk di depan lelaki tersebut.
Saga mendongakkan kepalanya, lalu meletakkan kembali cangkir yang dia angkat. Menatap datar kearah teman sedari kuliahnya ini dengan tatapan tak terbaca, membuat Deka yang ditatap seperti itu kebingungan.
"Kenapa? Muka gue ada yang aneh?" tanya Deka lagi.
Lelaki itu menggeleng. "Gue mau bahas soal kelakuan lo yang kemarin di nikahan si Agam," ucap Saga to the point.
Seketika Deka kikuk dibuatnya. Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Hehe, gue cuma mau ngehibur doang kok Ga, serius deh. Ya walau pun ada unsur dikit kebenaran sih," katanya dengan tampang bodoh.
Saga berdecak. "Lo gak serius suka sama anak gue kan?"
"Aduh gimana ya, gue juga bingung. Kalo sama Davychi tuh gue ngarasa nyaman, kaya kebahagiaan gue tuh ada di anak pertama lo." ucap Deka dengan jujurnya.
"Gue gak paham apa yang lo rasain. Tapi kenapa lo bisa nyaman sama anak gue yang notabene nya masih anak remaja, ketimbang wanita-wanita usia diatas 20 tahun yang lebih cantik dan dewasa yang selalu lo temuin entah dirapat kantor atau mana pun," ujar Saga heran.
Deka mendesah pelan. "Rasa nyaman itu bisa datang dari mana aja, kalo kecantikan menjadi tolak ukur tapi orang itu gak ngerasa aman pas deket sama dia, buat apa?"
"Tapi anak gue aja gak paham apa-apa soal cinta Dekaaaaaa," gemas Saga ingin sekali menempeleng kepala temannya tersebut.
Deka tertawa, entah tawa apa yang dia maksud, tapi hal itu seolah membuatnya mengerti arti ucapan Saga.
"Lo bener banget Ga, kenapa dari banyaknya wanita yang jauh lebih dewasa dari Davychi malah yang gak bikin gue tertarik. Kenapa gue harus sesayang itu sama anak lo yang padahal dia aja nganggep gue sebagai Om nya." kata Deka tertawa miris melihat nasib cintanya.
Saga menghela napasnya, tubuhnya disandarkan kekursi sembari berpikir sejenak dan kembali menegapkan tubuhnya lagi.
"Umpanya gini Dek, kalo lo serius sama Davychi, jarak usia paling ideal menikah itu 1 tahun dan 3 persen jauh dari kata cerai. Sedangkan yang jaraknya 3 sampe 6 tahun bisa jadi 33 persen berujung perceraian. Apa lagi sama kalian yang jarak usianya sekitar 20 tahun? Pengalaman dewasa kalian beda jauh, lo yang udah dewasa dan Davychi yang akan ditahap dewasa. Gue gak yakin soal itu, gue gak mau ya anak gue lo sakitin dan berbuat seenaknya, walau pun lo itu temen terbaik gue." ucap Saga begitu panjang.
Deka terdiam, seolah mencerna ucapan Saga. Dirasa Deka tak ingin berkata, Saga kembali membuka suara.
"Ini alasan kenapa gue ngelarang lo lebih deket sama Davychi, gue kesannya jahat ya? Tapi gue cuma takut, Dek." kata Saga.
Lelaki itu menghela napasnya. Wajahnya menengadah keatas menatap langit-langit, lalu kembali menatap Saga.
"Tapi setau yang pernah gue baca, rata-rata usia yang di tunjukkan data BPS, kalo pun ada perceraian kemungkinan bukan karena selisih umur, tapi bisa jadi karena hal lain seperti jatuh cinta lagi." ucap Deka.
"Terus lo nanti bakalan jatuh cinta lagi? Atau Davychi yang akan jatuh cinta lagi karena puber kedua?" pertanyaan beruntun diajukan oleh Saga.
Deka mengangkat kedua bahunya. "Lo liat muka gue napsu buat selingkuh kayak elo?" tanya balik Deka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lil Girl [COMPLETED]
Randomspin-off ROOMMATE 212 "Ada masanya, apa yang kita mulai akan berakhir. Entah itu pertemanan, cinta, atau pertemanan yang diam-diam menyimpan rasa." Aku pernah baca sepenggal kata itu. Dan benar, apa yang kita mulai, suatu hari akan berakhir. Apa yan...