16. Memahami

2.9K 467 52
                                    

Naira mencoba mengajak ngobrol dengan Davychi. Sebisa mungkin perempuan itu berkata dengan sangat pelan, dia duduk di samping ranjang dimana Davychi terbaring. Sedangkan untuk yang lainnya, mereka mengamati kedua orang tersebut dari jarak jauh, itu yang Naira minta agar Davychi tak merasa terganggu dengan banyaknya orang.

"Kamu mau gak ceritain apa yang kamu liat dimimpi kamu?" tanya Naira.

Davychi terdiam beberapa saat sebelum menjawab. "Orang tua kandung aku, psikopat, teriakan laki-laki, dan potongan tubuh, aku liat itu jelas banget," Davychi berkata dengan nada ketakutan mengingat-ingat mimpinya.

"Wajah orang itu terlihat jelas?" tanyanya lagi.

Gadis tersebut menggelengkan kepalanya pelan. "Wajah mereka berkabut, nggak jelas. Tapi mereka maksa aku ikut sama mereka dan jadi anak mereka, tapi mereka bohong." ucapnya dengan mengepalkan kedua tangannya erat-erat.

"Bohong karena apa?"

"Menjadi orang tua kandung—" ucapan Davychi tergantung diudara saat matanya melirik kearah Saga dan Jenessa, mereka juga menatap balik mata Davychi.

"—aku gak mau ketemu sama orang tua kandung aku." lanjutnya dengan nada lirih.

Naira tersenyum kecil mendengarnya. Lalu tangannya menggenggam tangan Davychi yang terkepal dan mengusapnya dengan pelan sehingga membuat gadis tersebut sedikit rileks.

"It's okey, itu cuma bunga tidur saat kamu sedang koma. Everything gonna be okay if your parents always by your side. Kamu bisa cerita apa pun yang jadi beban pikiran kamu sama orang tua angkat kamu. Kamu bisa ngomong baik-baik masalah orang tua asli kamu bagaimana, belum tentu apa yang dipikirkan atau apa yang terjadi dimimpi kamu itu sifat asli dari orang tua kamu," kata Naira sedikit menjeda ucapannya untuk mengambil napasnya.

"Kadang manusia itu selalu memikirkan atau membayangkan hal-hal negatif untuk kedepannya, padahal kita gak tau di masa depan atau besok akan ada apa dan terjadi hal apa. Bisa jadi ketakutan akan pikiran dan kejadian dimimpi tidak seburuk realitanya. Kita itu tidak bisa mengendalikan salah satu diatara otak dan hati kita. Kita harus seimbang karena kita butuh pikiran untuk melakukan sesuatu, dan kita butuh hati untuk merasakan akan terjadi apa jika bertindak seperti ini dan itu, kamu paham?" ucapnya begitu panjang yang disimak baik-baik oleh Davychi.

Gadis itu terdiam. Lalu sebuah anggukan dan senyum yang diberikan oleh Davychi mampu membuat Naira bernapas lega.

"Bagaimana perasaan kamu sekarang?" tanya Naira.

"Lebih baik. Aku bakalan cerita hal apa pun sekaranh. Aku juga bakal cerita kejadian ini ke Mama sama Papa. Makasih buat semuanya." ucap Davychi begitu tulus.

"Sama-sama. Kamu gak perlu takut dan merasa sendiri, padahal orang-orang disekitar kamu malah sayang dan mau menjaga kamu bagaimana pun situasinya. Cepet sembuh ya?" ujar perempuan tersebut.

Davychi tersenyum. "Om Agam pasti beruntung dan sayang banget punya Tante Nai," kata Davychi dengan tertawa pelan.

Naira ikut tertawa. "Setiap pasangan selalu merasa beruntung memiliki satu sama lain. Jadi, Davychi juga punya pasangan? Siapa? Tante boleh kenalan gak?" ucap Naira.

"Cowok aku mah banyak, susah buat dikenalin satu-satu ke Tante, nanti yang ada bingung lagi." ngawur Davychi.

Perempuan itu kembali tertawa, memang benar yang diceritakan Agam. Davychi adalah tipikal gadis yang mudah bergaul dan gampang diajak bicara.

"Termasuk Om Deka?" tanya Naira dengan berbisik pelan.

Davychi melirik sekilas kearah Deka yang sedang sibuk berbicara pelan dengan Agam, lalu matanya kembali menatap kearah Naira. Gadis itu tidak menjawab, dia hanya tersenyum, hal itu membuat Naira meledek Davychi. Mereka berdua tertawa kecil.

My Lil Girl [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang