Happy Reading-!
...Mengalah bukan berarti salah. Hanya saja aku tidak ingin karena masalah sepele ini, hubungan yang telah ada menjadi renggang
...
"Mas, jangan ngambek ih. Aku 'kan udah bilang, nggak sengaja. Ayolah, mas."
Ayara menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal. Semenjak kejadian tamparan tak sengaja lima hari yang lalu, Rama menjadi marah terhadap dirinya.
Rama merasa dipermalukan di hadapan seluruh murid Ayara. Ayolah, Rama bukan dokter biasa. Dia dokter spesialis jantung yang cukup terkenal di Tulungagung, reputasi baginya adalah hal penting.
"Mas, jangan ngambek. Aku nggak sengaja beneran." Ayara bergelayut manja di lengan kekar Rama.
Saat ini mereka berdua berada di dalam kamar. Bulan telah menampakkan diri beberapa jam yang lalu, magrib dan isya telah mereka lewati bersama. Sekarang saatnya untuk mengistirahatkan tubuh.
Namun, apa daya pekerjaan Rama belum rampung dan Ayara sebagai istri yang baik menemani sang suami.
Sebenarnya Ayara tidak hanya menemani tetapi, juga membujuk Rama untuk memaafkan dirinya.
Bukankah batas seorang muslim marahan hanya 3 hari? Dan sekarang sudah masuk hari ke-lima.
Oh astagfirullah apa kesalahannya terlalu sulit untuk dimaafkan? Lagipula Ayara baru kali ini bermain tangan dengan sang suami.
"Tidur."
Ayara menoleh pada Rama. "Nggak mau tidur sebelum Mas Rama maafin Ayara," ujarnya sambil menggeleng.
Rama berdehem. "Terserah kamu saja," ucapnya lalu kembali fokus ke data pasien.
Ayara berdecak dan melepas tangannya dari lengan Rama. "Mas, sayang nggak sih sama, Ay?"
Rama mengangguk dan pandangan lurus kedepan menatap laptop. "Sayang."
Ayara menggeleng. "Nggak, Mas nggak sayang, Ay."
"Mas sayang, ay."
"Kalau Mas sayang, Ay. Kenapa nggak mau maafin, Ay? Padahal Ay udah bela-belain nurunin ego buat minta maaf, tetapi malah dicuekin dan dianggap angin lalu. Nyebelin!" Cerocos Ayara dengan wajah cemberut.
"Mas udah maafin, Ay."
Ayara memicingkan mata tidak percaya. "Sejak kapan? Kok Mas nggak bilang?" tanya Ayara.
Rama mematikan laptop dan menutup layarnya. Pandangannya terpusatkan pada sang istri.
"Mas udah maafin kamu empat hari yang lalu, kamu aja yang nggak tau." Rama meletakkan laptop di atas meja.
"Mana Ay tau, Mas Rama 'kan nggak ngasih tau." Ayara berdecak, melipat kedua tangannya di dada dengan wajah cemberut.
Rama memperhatikan sang istri. Dia menarik lembut tangan Ayara. "Mas cuman mau lihat kesungguhan kamu," ujarnya menatap netra Ayara.
Ayara terkesiap. "M-mas nguji Ayara?"
Rama mengangguk tanpa beban. Dia membawa kepala Ayara ke dalam rengkuhannya.
"Huum dan selamat kamu telah berhasil melewati ujian yang mas berikan dengan baik," ujar Rama.
Ayara menarik diri dari Rama. "Jahat! Kenapa Ay harus diuji? Memangnya selama 6 bulan ini, Ay pernah berbuat salah?"
Rama terkejut dengan respon yang Ayara berikan. Dia menggeleng, tidak membenarkan asumsi istrinya.
"Kamu salah paham Ay, mas cuman mau lihat ap---"
"--- Apa selama ini Ay pernah berbuat salah? Kenapa Ay harus diuji?"
"Nggak, kamu nggak pernah buat salah. Kamu istri yang terbaik," ujar Rama berusaha mencoba menenangkan Ayara.
Ayara memalingkan wajah. "Mas Rama bohong, kalau memang yang Mas Rama katakan itu benar. Kenapa Ay harus di uji?"
"Mas Rama cuman ingin lihat bagaima---"
"Udahlah Mas, Ay capek. Mau tidur." Ayara membaringkan badannya membelakangi Rama.
"Ay, nggak baik membelakangi suami," ujar Rama menasehati.
"Nggak peduli."
Rama menghela napas. "Maaf Ay, maaf kalau menurut kamu apa yang mas lakukan itu adalah sebuah kesalahan."
Rama ikut berbalik dan memeluk sang istri. Ayara menolak pelukan Rama dengan berbagai cara. Namun, sekuat apapun Ayara berusaha lepas dari pelukan itu, kekuatannya tak sebanding dengan kekuatan sang suami.
Rama mendekap Ayara dengan erat. "Jangan marah, Ay."
Ayara menutup mata berusaha tidak memperdulikan manusia yang mendekap dirinya. Apa dia tidak tau? Ayara sesak napas dipeluk erat seperti ini. Namun, dia sangat malah hanya untuk bersua.
"Ay? Ay jangan marah. Ay?"
"Aku nggak marah," ujar Ayara dengan mata tertutup.
"Jangan marah seperti ini Ay, kamu terlihat mengemaskan saat marah."
Ayara berusaha menahan senyum dibibirnya. Ah, kenapa dia gampang sekali terperdaya dengan kata-kata buaya suaminya itu.
"Berhenti merayu!" ujar Ayara dengan tegas.
Rama terkikik. "Kamu sanggup marah sama suami sendiri?"
"Why not?"
"Maaf, mas minta maaf ya. Udah jangan marah lagi." Rama mengelus surai rambut sang istri.
Ayara tersenyum licik. "Ay nggak akan marah tetapi, ada satu syarat."
Rama menaikkan alis bingung. "Satu syarat? Syarat apa?"
"Mas harus mau buat anak malam ini!"
....
Happy reading!
Manfaatkan semua kesempatan yang datang padamu karena kesempatan tidak akan datang dua kali. Jika pun dia datang dua kali, tidak akan sama dengan kesempatan yang datang untuk pertama kalinya. Ahayyy.
See youu-!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission to Get a Baby [END]
Rastgele• Fourth Literary Works • *** Spin-Off 'Cahaya Bulan April' ¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤ Ramadhan Kusuma Maulana, seorang pria berusia 30 tahun yang memiliki ketakutan akan pernikahan, malam pertama, dan memiliki anak. Tidak ada yang tahu penyebab past...