Happy Reading~
12 tahun kemudian...
Pantulan cermin yang menampilkan wajah cantik yang tengah merapikan dirinya. Dia sebenarnya tidak memoles wajahnya terlalu tebal sih. Hanya membubuhi bedak tipis dan sedikit liptint di bibirnya saja sudah cukup.
Lalu dia menyisir rambut panjangnya yang bergelombang hingga rapi dan begitu lembut. Selesai sudah, dia telah selesai merapikan diri. Huh, syukur pekerjaan rumah juga telah selesai pagi ini. Ah, tunggu dulu. Dia ingat tadi setelah memandikan putrinya, dia diminta suaminya untuk mandi. Dan menyerahkan tugas memakaikan baju anaknya pada suaminya. Hm, sepertinya dia harus mengecek suami dan putri bungsunya itu.
Dia membuka pintu kamar, menoleh ke sana kemari. Tak melihat sosok suami dan putri bungsunya. "Ara-yaa..." panggil wanita itu. Dia keluar dari kamar, melewati ruang tengah, dimana putra keduanya berada. Anak lelaki itu tengah duduk di sofa dengan tangan dan mata yang sibuk pada ponselnya sendiri. Biasa, dia sedang sibuk bermain game.
"Daebin-ah, apakah kau tadi melihat appa dan adikmu?" tanya wanita itu pada putra keduanya. Dengan mata dan tangan yang masih terpaku dengan ponsel dia menjawab, "Anni. Bukankah mereka masih di kamar Ara?"
Wanita itu menghela nafasnya panjang, "Daebin-ah, jika kau berbicara dengan orang lain, tatap matanya." tegur sang ibu pada anaknya. Namun anak itu hanya mengangguk, lalu dia menoleh pada ibunya sejenak. "Ne, eomma." Lalu dia kembali fokus pada ponselnya lagi.
Jengah, sungguh. Dia sudah menegur anak keduanya berkali-kali, tetapi tetap tak mempan. Pantaslah suaminya sering bertindak tegas pada anak keduanya. Dia akhirnya merebut ponsel itu dari tangan anaknya. Membuat sang empu mengulurkan tangan ingin meminta benda berharganya kembali. "Eommaaa..." rengek anak itu.
"Tidak. Kau selalu bermain game setiap saat sampai lupa waktu. Jangan lupa kau sudah menggunakan kacamata karena terus bermain game. Nilaimu juga turun karena itu, Lee Daebin." tegur ibunya yang merasa jengah. Sungguh, ia tak mengerti mengapa anak keduanya sangat berbeda dengan putra sulungnya? Lihatlah anak pertamanya yang kini tengah mengenyam pendidikan di luar negeri. Dia sangat pintar dan patuh pada kedua orangtuanya. Berbeda jauh dengan putra keduanya ini. Sangat manja dan suka sekali bermain game dari pada belajar.
"Lalu aku harus melakukan apa? Aku bosan eommaa..." rengeknya pada ibunya. Dia selalu saja seperti ini, memohon dan membuat ibunya luluh lagi. Dan berakhir menuruti permintaan Daebin. Maka dari itu Lee Daebin lebih sering manja kepada ibunya dari pada sang ayah. Karena ayahnya sangat tegas pada anak itu.
Sang ibu menghela nafas, dia akhirnya mengembalikan ponsel anaknya. Mengundang senyuman di wajah tampan anak itu. Tangannya sudah terulur seperti menyambut kembali ponselnya. Namun sang ibu malah mengalihkan ponsel itu agar tidak jatuh ke tangan anaknya. "Tetapi kau harus memakai kacamata anti-radiasi saat memakainya. Dan ingat, hanya tiga puluh menit." ucap ibunya lalu memberikannya pada sang anak.
"Nee! Eomma!" jawabnya dengan semangat. Anak lelaki itu mengambil kacamatanya yang di simpan di laci meja dekat sofa dan memakainya. Setelah itu dia melanjutkan kegiatannya sebelum di tegur ibunya tadi. Tak lupa ia memberikan finger love pada sang ibu. "Eomma, Saranghae." ucap anak itu.
Hal yang sama dilakukan ibunya, dan mengucap "Nado saranghae,"
Lalu wanita itu pergi darisana, menuju kamar yang di buat khusus untuk putri bungsu. Dan putri satu-satunya keluarga Lee. Dia membuka pintu, dan di dalamnya terdapat kamar bernuansa pink dan banyak boneka yang menghiasi kamar. "Ara-yaa... Sayang, kau ada di dalam?" ujarnya sembari menengok ke dalam kamar putrinya.
Dia mendapati gadis kecil tengah duduk di kursi kecil berwarna pink dan berhadapan dengan pria yang duduk di lantai bersamanya. Namun pria itu membelakangi wanita ini. Anak itu menyadari kedatangan ibunya. "Eomma!" pekik anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss In Love 2 : Saudade
Fanfiction[END] Pernahkah kalian kehilangan orang yang kalian cintai? Ya, dia mengalaminya. Dia kehilangan cintanya saat usia pernikahannya masih seumur biji jagung. Berat, tetapi harus dia lakukan. Menerima takdir dengan ikhlas. Inilah dia dan kisahnya, sete...