14 | You Are My Son

3.3K 354 52
                                    


Jika di pikir-pikir saat jarum jam menunjuk ke angka 7 malam, biasanya ibunya sudah datang bersama senyuman yang tidak pernah absen menghiasi wajah, lalu Rey berlari menyambut sang ibu seperti minta dipeluk, mencium bau khas ibunya sepulang berkerja. Rey selalu menyimpan bagaimana raut wajah ibunya yang lelah sepulang berkerja. Pakaiannya yang kusut, bau lembut yang selalu Rey suka. Bibi Hua May pernah bilang, berkerja itu lelah, rasa lelah itu terbaca dengan bagaimana penampilannya. Jadi yang Rey tangkap sejauh ini, jika ia melihat penampilan ibunya yang tidak rapi berarti itu pertanda ibunya sangat lelah.

Omong-omong sudah jam berapa sekarang? hampir pukul 10 malam, sudah sangat jauh dari jam pulang kerja sang ibu. Ah rupanya pulang terlambat lagi, padahal Rey sudah menunggu sedari tadi bahkan kakinya sudah cukup lelah untuk sekedar duduk dengan tidak sabaran. Apa ibunya lupa? ini kan hari dimana Rey lahir. Mata Rey selalu terfokus pada pintu rumah, dengan harap pintu itu akan segera terbuka, Rey sudah siap untuk menyambut ibunya. Dan bahkan sudah sangat siap menjadi penawar rasa lelah. Iya, ibunya juga pernah bilang. Jika Rey itu penawar lelahnya Sujin, hanya dengan Rey tersenyum rasa lelah itu akan hilang. Maka dengan begitu Rey akan selalu siap untuk tersenyum di depan Sujin.

Saat melihat pintu bergerak dan mulai terdorong menciptakan celah, detik itu juga Rey langsung melompat turun dari atas sofa. Ia sudah disambut oleh rentangan tangan sang ibu.

"Rey......." Sujin menunduk dan memeluk Rey, tahu-tahu tangan bocah itu sudah melingkar di lehernya.

"Ibu pulangnya lama sekali Rey lelah menunggu" keluh Rey didalam pelukan Sujin.

"Selamat ulang tahun" Sujin balas berbisik, ia mengecupi puncak kepala Rey yang berbau lemon, aroma favorit Rey.

"Rey tahu kok, sekarang umur Rey sudah tujuh tahunkan?"

Sujin tersenyum gemas, ia mengacak puncak kepala Rey. Bocah itu tersenyum, kurva bibir yang tertarik keatas, semakin menambah kesan tampan untuk wajah Rey yang lembut.

"Rey semakin tumbuh sekarang,"

"Nanti jika tingginya sudah melebihi ibu, Rey sudah bisa menjaga ibukan?" Rey berucap dengan antusias, anak laki-laki itu menarik tangan ibunya, untuk duduk di atas sofa.

"Ya nanti lindungi ibu dari orang jahat ya" Sujin menaruh paper bag di atas meja. Mata Sujin, rasanya seperti terus tertarik memandangi putranya.

"Rey akan jadi keren, dan melindungi ibu. Apakah ini kado untuk Rey?" Bocah barkaos biru langit itu segera mengulurkan tangannya, ia kemudian mulai membuka bungkusan kado berukuran kecil.

Mata sekelam batu onyx itu menatap bingung saat ia melihat isi bungkusan kado, sebuah syal hitam hangat terlipat rapi, ada sebuah inisial di bagian ujung syal.

"Rey harus memakai ini saat Rey kedinginan." Sujin tersenyum, lalu memakaikan syal hitam itu ke leher sang bocah. Rey hanya menurut, ekspresinya melongo kebingungan, ia pikir ia akan mendapat kado yang keren. Tapi dugaannya salah, menurutnya syal yang sedang melingkari lehernya itu tidak keren sama sekali.

"Apa ini benda keren?"

"Jika Rey yang memakainya pasti akan selalu keren. Syal ini jadi keren, karena Rey"

"Yasudah Rey akan suka jika ini benda keren" mata kelam Rey menyorot ke arah ujung syal, disana ada sebuah huruf yang menyatu indah dengan rajutan kain, ini huruf T. Rey tidak tahu kenapa ada huruf ini di syalnya. Tapi jika ibunya bilang ini benda keren, Rey pasti akan menyukainya.

"Rey, terimakasih sudah menjadi milik ibu."

Diam-diam Sujin bergumam dalam hatinya. Ini sudah hampir delapan tahun lamanya, semenjak terakhir kali ia bertemu dengan Taehyung dirumah sakit. Waktu mungkin bisa berlalu, tahun mungkin bisa berganti. Tapi entah kenapa? kini hatinya belum juga melupakan pria itu, pria itu masih menempati jauh di lubuk hatinya, lebih tepatnya garis luka yang Taehyung torehkan, masih membekas jauh didalam sana.

ACONITE [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang