Kencan pertama...
Jumat malam dan weekend adalah hari yang menjadi kesempatan Letta untuk mencari kenalannya lagi. Namun, karena keputusan yang ia buat bersama Wian, hari ini Jumat malam, ia tidak menemui kenalannya. Malam ini ia menghabiskan waktu untuk kencan dengan lelaki yang meluluhkan hatinya.
Seperti pasangan kekasih pada umumnya, Letta dan Wian memulai kencan pertama dengan menonton film bioskop. Tiketnya telah dipesan secara online, sehingga Wian menjemputnya ketika waktu mendekati jam penayangannya yaitu jam 8 malam. Jam yang dipilih cukup malam, Wian bahkan sempat menolaknya namun Letta tetap mau di jam itu. Mau tak mau Wian pun menyetujui.
"Kamu seriusan pake baju gitu?" Wian terpaku setelah melihat penampilan Letta dari bawah hingga atas.
Letta mengenakan rok mini span, dengan atas bralette kemben crop top super ketat sehingga menonjolkan bagian dadanya yang padat berisi itu. Memang bralettenya ditutupi oleh jaket denim oversizenya, namun Letta mengenakannya dengan sengaja tersingkap sehingga Wian bisa melihatnya dengan jelas.
"Kenapa emang?" tanyanya, padahal ia akan masuk ke dalam mobil Wian namun lelaki itu menghentikan pergerakannya. Wian masih serius berdiri menatap Letta.
"Kamu ganti bajunya ya, Tta? Aku tunggu." Pinta Wian.
"Oke aku ganti, tapi nggak akan balik lagi ke sini." Letta membalikkan tubuhnya, hampir meninggalkan Wian namun ditahan oleh tangan kekasihnya itu.
"Tta..." Wian menatap Letta serius.
"Aku juga serius." Jawabnya paham arti tatapan Wian.
"Itu bukan pakaian yang nyaman untuk nonton, lagipula biasanya kamu nggak gini."
"Aku selalu gini kalo sama kenalanku." Wian menggertakkan giginya. Kata 'kenalan' yang diucap Letta membuatnya kesal bukan main. Perempuan itu sudah mengiyakan tak akan membahas kenalannya namun saat ini malah dibahas.
"Oke oke, masuk." Pasrah Wian. Namun dengan tak terduganya Letta malah mengecup ujung bibir Wian. Lalu masuk begitu saja ke mobil yang sejak tadi pintunya terbuka. Mengabaikan Wian yang tak menduga mendapat skinship.
+++
Layar teater bioskop mulai padam dan para penonton sudah berhamburan ke luar ruangan, termasuk Letta dan Wian. Mereka berjalan menuruni tangga dengan salah satu lengan Letta yang terpaut di lengan Wian. Tidak ada masalah dengan skinship seperti ini namun Wian merasa ada yang berbeda dengan Letta. Ia jauh lebih agresif.
"Mau beli makan dulu atau langsung pulang?"
Letta menengadah ke arah Wian sejenak, lalu ia berpikir. Dengan posisi yang sama seperti baru keluar dari teater bioskop. Seolah tak ingin melepas Wian dari sampingnya.
"Mau makan deh, tapi di resto pinggir jalan aja ya?" Letta menjawab seraya menengadahkan kepala. Menatap Wian yang menunduk menatapnya. Kali ini Letta bertingkah manis, cenderung manja malahan. Seperti bukan Letta.
Tapi... mungkin ini sifatnya jika berurusan dengan pacarnya?
"Iya, sayang." Jawab Wian.
"Eh eh ada photobox, yang..." Letta menatap Wian. "Ke sana yuk?" ajaknya.
Wian tak begitu suka foto-foto seperti itu namun Letta menyeretnya agar masuk. Sehingga di sinilah mereka sekarang. Di ruang kecil untuk berfoto yang disebut photobox itu. Letta sudah berkutat dengan pose-posenya, meski sesi fotonya belum dimulai. Wian hanya melihat tingkah Letta.
Di dalam ruang foto yang sempit ini, mereka berdiri berhimpitan. Terlalu menempel. Bukan tak suka. Lelaki manapun siapa yang akan menolak jika berdekatan dengan perempuan yang disukainya? Namun ini bukan mau Wian. Ada tekad dalam dirinya meski berpacaran namun tidak sampai bertindak lebih. Tetapi saat ini, Letta semakin menempel padanya.
Dengan leluasa Letta memeluk tubuh Wian dari sampingnya. Semakin menempelkan tubuh mereka dan parahnya Letta berpose menonjolkan bagian dadanya dan dibiarkan menempel di tubuh Wian. Wian memundurkan tubuhnya, mencoba ada jarak di keduanya tetapi nihil, tubuhnya malah terbentur bagian belakang ruang photobox.
"Kenapa sih? Pose aja yang seluasa, sayang." Kata Letta menyadari posisi Wian.
"Jangan terlalu nempel gini."
"Kenapa?"
Bukannya memberi jarak, Letta malah semakin merekatkan tubuh mereka. Ia pun menengadah ke arah Wian. Menggoda kekasihnya dengan senyumannya.
"Gini gini... posenya," lanjut Letta tak menunggu jawaban Wian.
Kilat lampu foto pun mulai memotret mereka dengan cepat. Letta dengan leluasa bergaya. Dengan gayanya yang semakin intim pada Wian. Sementara Wian mencoba menghindar namun tak ada gunanya. Foto jepretan otomatis itu pun kini terpampang di layar monitar di hadapan mereka. Ada cukup banyak foto mereka. Namun semua posenya membuat Wian tidak nyaman, berbeda dengan Letta yang bersikap santai. Perempuan itu memilih foto-fotonya.
"Ini bagus, kan?" tanyanya.
"Jangan yang itu."
"Ih kenapaaa?"
"Posenya nggak enak diliat, badan kita terlalu nempel."
"Nggak papa dong, yang penting ekspresi aku hasilnya bagus di fotonya. Ekspresi kamu juga bagus."
"Ada yang lebih bagus kok, ini..." Wian mengarahkan telunjuknya.
Letta menggelengkan kepala, "bagusan ini." Ia pun menekan tombol untuk memastikan foto-foto pilihannya. Tidak mendengarkan ucapan Wian.
+++
"Jari tangan kamu ternyata sama gantengnya ya sama muka kamu." Letta masih menggenggam tangan Wian. Ia bahkan menempelkan telapak tangannya di telapak tangan Wian yang terlihat besar, membuat jemarinya nampak mungil.
Belum mau melepaskan pegangannya pada jemari Wian, Letta terus memainkannya. Ia menaruh salah satu tangan Wian itu berpangku pada pahanya. Karena mereka duduk di bangku yang bersebelahan. Mereka menanti pesanan makan tiba.
"Oh ya? Cocok berarti ya sama jari tangan kamu yang cantik ini?" Wian menyahuti dengan mengangkat jemari keduanya. Padahal tujuannya adalah menjauhkan tangan mereka dari pangkuan paha Letta.
"Tetep di sini aja, jarinya. Diem yang ganteng." Letta kembali menarik tangannya agar berada di pangkuannya.
Wian diam sejenak mendapat reaksi seperti itu dari Letta. Pikirnya mencari cara lain agar Letta mau melepaskan pegangannya. Lagi lagi bukan tak suka Letta bersikap semanis ini, namun rasanya terlalu berlebihan saja. Skinship mereka dirasa sudah lebih dari cukup hari ini. Ia tak ingin kelepasan. Ia mau berpacaran dengan Letta bukan untuk bebas menyentuhnya. Ia ingin hati ke hati yang jauh lebih banyak saling menyentuh.
Di luar kemauan Wian, Letta malah bertingkah semakin jadi. Sebelumnya hanya memegang jemari Wian yang dibiarkan dalam pangkuan, tetapi kini malah bergeser menuju ujung rok pendek yang dikenakan Letta. Ketika berdiri saja pendeknya di atas lutut, ketika duduk jadi di tengah paha Letta. Dan kini, Wian merasa telapak tangannya sudah menyentuh kulit paha Letta.
"Sayang?" Wian memanggil Letta, dan menarik tangannya agar menjauh.
"Iya?" wajahnya berekspresi polos, seolah tak ada yang terjadi di antara keduanya.
"Akunya di samping kamu lho. Kok fokusnya malah ke tangan aku terus?"
Letta tersenyum seraya mengangkat bahunya refleks. "Oh iya hehe."
+++
"Makasih buat malam ini." Ucap Letta sebelum ke luar dari mobil Wian.
Wian mengangguk, "iya sayang. Night ya." Jawabnya manis.
Tiba-tiba Letta mendekatkan tubuhnya pada Wian. Jarak wajah mereka pun sangat dekat. Letta hampir mengecup bibir Wian namun gagal.
"Skinship udah cukup ya sayang, buat hari ini." Ucapan Wian membuat Letta mundur dan keluar dari mobil. Rautnya terlihat kesal namun ia melambaikan tangan begitu Wian melajukan mobilnya.
"Susah juga," gerutu Letta.
14 Juli 2021 - 8.41 pm
letta... mengapa kamu berubah?
wkwkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain
General FictionLetta bukanlah mahasiswi biasa di kampusnya. Ia adalah mahasiswi 'bertarif' yang tidak diketahui teman-teman kampusnya, kecuali lelaki 'bermodal' yang bisa tutup mulut. Letta juga mahasiswi penerima beasiswa kurang mampu, tapi ia mampu beli iPhone...