terakhir kali post ini 22 juni 2020. parah sih! mau sebulan gue diemin ini cerita? ckckck. maafkan diriku yaaa para pembaca.
gue gak punya tujuan lebih untuk setiap cerita yang gue post. yang gue inginkan cuman menyelasaikannya, karena untuk menyelesaikan aja banyak banget rintangannya jadi gue belum berani untuk mencoba ke hal lain. tapiiii di tengah perjalanan gue nulis naskah ini, gue menemukan godaan untuk mengharapkan lebih. itu tertera di cover tulisan ini, sticker yaindo. gue tiba-tiba ingin mencoba peruntungan berharap karya gue jadi salah satu #readinglist dengan mendaftarkan diri, pasang sticker di cover dan mencantumkan tagar yang berkaitan. gue memulai dengan post cerita rutin 2-3 hari sekali karena itu salah satu syaratnya untuk yang belum publikasi sampai tamat... dan kemudian menghilang gitu aja.
ternyata gue belum bisa mencapai itu, kepala gue malah lelah dan gak bisa mikir atau dapetin feel nulis. gue berhenti nulis sejenak sampe kebablasan dan kembali takut memulai. dan dari kejadian ini, gue gak mau menuntut diri gue terlalu keras. gue tetap akan melanjutkan cerita ini, dengan cara gue, dengan waktu yang gak bisa dituntut cepet-cepet tamat, tapi pasti akan diselesaikan. terimakasih untuk kalian yang udah bersedia baca kisah Letta ini, semoga kalian suka lanjutannya. selamat membaca :))
Rigas mengecup puncak kepala Prisa dan memeluknya erat. Memastikan bahwa keputusan Prisa mencintainya tidak pernah salah. Begitupun dengan penyerahan keseluruhan tubuhnya kepada kekasihnya itu tak pernah salah. Sebab sejauh ini Rigas teramat mencintainya. Dan Prisa tentu saja memercayai itu, meskipun ketakutan-ketakutan ini masih akan hadir setiap kali mereka melakukannya.
Akan selalu ada pikiran yang berkecamuk di kepala Prisa. Entah itu tentang orang tuanya yang telah menguliahkannya jauh hingga ke pulau Jawa. Tentang masa depannya setelah ini, apakah Rigas akan menikahinya untuk ke depannya. Atau kemungkinan terburuk adalah ketakutannya akan kemungkinan hamil yang meskipun telah menggunakan pengaman atau pencegah kehamilan.
"Kamu percaya sama aku, kan? Aku kayak gini karena aku sayang banget sama kamu." Ucap Rigas setelah mengecup puncak kepala Prisa. Prisa memejamkan matanya dalam pelukan Rigas.
Hangat. Tenang. Prisa menemukan kedua hal itu setiap kali Rigas melontarkan kata-kata. Teramat meyakinkannya.
"Aku mandi dulu, abis ini kita cari sarapan bareng ya?" kata Rigas lagi.
Rigas melepas pelukannya dan mengeluarkan tubuhnya dari balik selimut yang sedari tadi—bahkan semalam—yang dalam keadaan telanjang. Sama seperti tubuh Prisa. Prisa mengangguk dan hanya bisa melihat tubuh polos Rigas yang berjalan dengan cuek menuju kamar mandi. Tidak seperti Prisa yang melekatkan dirinya pada selimut lagi. Karena ia masih merasa malu di hadapan Rigas meskipun ini sudah kesekian kalinya Rigas melihat tubuh polosnya bahkan mencicipi setiap jengkal di tubuhnya.
Semalam. Seperti sudah menjadi kebiasaan. Prisa menikmati waktu-waktu menyenangkan bersama Rigas, kekasihnya. Setelah dua hari Rigas tak bisa menemuinya karena kesibukan mengurus kepanitiaan. Iya, Rigas adalah sosok yang aktif kegiatan kampus seperti organisasi dan UKM. Saat ini ia termasuk panitia inti di organisasi kampus dan ia juga aktif sebagai anggota UKM Basket di fakultas. Meskipun tak bertemu dua hari padahal mereka satu kampus, tetapi Rigas tak pernah absen menghubunginya. Karena Rigas adalah sosok yang sangat perhatian.
Sosok Rigas adalah tokoh fiksi dalam novel yang berhasil Prisa temukan di kenyataan. Prisa adalah pecinta novel roman yang isinya mengisahkan tokoh tampan, tinggi, kaya, pintar, aktif kegiatan sekolah/kampus dan tentunya sangat perhatian serta baik ke pacarnya. Dan itu sangat Rigas sekali. Tentu ketika Rigas mendekatinya, Prisa tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Termasuk Prisa yang dengan sukarela menyerahkan dirinya hanya untuk Rigas seorang, karena teramat memercayai cinta yang diberikan Rigas untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain
General FictionLetta bukanlah mahasiswi biasa di kampusnya. Ia adalah mahasiswi 'bertarif' yang tidak diketahui teman-teman kampusnya, kecuali lelaki 'bermodal' yang bisa tutup mulut. Letta juga mahasiswi penerima beasiswa kurang mampu, tapi ia mampu beli iPhone...