Kencan kedua...
Wian mengetatkan rangkulan tangannya pada pundak Letta. Sekaligus menegaskan bahwa Letta telah memiliki seorang kekasih. Letta sendiri tidak ada masalah dengan sikap Wian kali ini, ia hanya tersenyum menanggapinya dan terus melangkahkan kakinya beriringan dengan Wian menuju tempat yang akan dituju.
Sebaliknya, sikap yang ditunjukkan Wian adalah bentuk ketidaksukaan atas reaksi laki-laki lain pada perempuannya. Ia tidak tahan dengan mata-mata jelalatan yang sedari tadi melihat ke arah Lettanya. Tepatnya pada pakaian yang dikenakan Letta, karena ia mengenakan blus v-neck oversize warna putih gading berbahan chiffon yang dipadukan dengan hotpans. Memang ia tak lagi mengenakan pakaian super ketat, namun bukan berarti blus yang dikenakannya tak mengundang mata jelalatan lelaki mana pun. Sebab blusnya v-necknya membelah cukup dalam sehingga memperlihatkan belahan dadanya. Karena warnanya pun terang, hal itu membuat blus yang ia kenakan terlihat transparan, menunjukkan bra hitam yang dikenakannya. Selain itu hotpansnya pun memikat banyak lelaki untuk melihat ke arah kaki jenjangnya yang mulus.
Jelas Wian sangat keberatan dengan hal itu, tetapi lagi-lagi Letta menepisnya dan ia pun nyaman dengan pakaiannya.
"Nanti kita cari baju buat kamu dulu ya." Wian tak sungkan berkomentar jika merasa pakaian yang dikenakan kekasihnya itu mengganggu pikiran maupun tatapan lelaki lain.
"Tadi kan udah nggak apa-apa," sahut Letta dengan nada sedikit kesal. Letta sendiri bukan risih dengan pandangan lelaki lain tetapi risih dengan komentar-komentar Wian. "Lagian yang mau beli baju kan kamu, kok jadi aku?"
"Aku nggak suka cowok-cowok lain mandang kamu buas gitu." Jawabnya seraya menunjuk laki-laki lain yang menatap ke arah Letta.
"Bagus dong. Artinya aku menarik, seksi... dan cuman milik kamu." Letta berjinjit untuk membisikkan ucapannya tepat di telinga Wian.
"Sayang..." Wian menoleh ke arah Letta dengan tatapan tak suka.
"Ayok ke sana!" Letta menarik lengan Wian untuk mengikuti langkahnya.
Sementara itu di mall yang dikunjunginya ini tak luput ia melepaskan pandangan tajamnya pada lelaki yang terang-terangan menatap ke arah Letta. Sadar betul kekasihnya itu memiliki tubuh molek yang menonjol di bagian-bagian yang sangat mengundang hawa napsu. Wian pun bukan tak terlena melihatnya dengan bebas dan berdekatan dengan Letta, hanya saja ia menahan diri.
+++
Sudah tiga toko pakaian khusus lelaki yang dikunjungi oleh Letta dan Wian, tetapi acara shopping mereka tak kunjung usai. Tepatnya karena ia bersama Letta yang adalah perempuan, umumnya memiliki hobi belanja sehingga merasa tak puas dari toko ke toko dengan pakaian yang dipilih lalu dicoba.
"Ini juga bagus, Yang." Komentar Wian begitu ia melihat Letta mencocokkan kemeja lengan panjang pada tubuhnya, belum dicoba di ruang ganti.
Letta menggeleng tak setuju, kembali mencari baju lain. Wian hanya mengekorinya. Padahal ia yang butuh pakaian itu untuk kerja, tetapi Letta lah yang jauh lebih antusias.
"Baju apa juga emang bagus di kamu. Wajah sama badan kamu yang bikin cocok di semuanya, tapi kita harus lihat kualitas bahannya." Terang Letta sambil melihat ke arah wajah dan tubuh Wian. Wian mengangguk paham dan menyadari selama ini ia hanya asal membeli yang penting ada pakaian untuk ganti.
"Tapi yang barusan juga enak kok bahannya."
"Aku nggak suka modelnya." Pungkas Letta.
"Baju laki-laki modelnya kan itu-itu aja, apalagi kemeja. Cuman ada lengan panjang dan pendek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain
General FictionLetta bukanlah mahasiswi biasa di kampusnya. Ia adalah mahasiswi 'bertarif' yang tidak diketahui teman-teman kampusnya, kecuali lelaki 'bermodal' yang bisa tutup mulut. Letta juga mahasiswi penerima beasiswa kurang mampu, tapi ia mampu beli iPhone...