27

886 43 0
                                    

Sudah sebulan semenjak Letta selesai PKL di tempat kerja Wian, tetapi sudah lebih dari 1 bulan tidak ada pertemuan mereka. Wian menahan diri, seperti inginnya Letta, kecuali ketika perempuan itu memintanya kembali dengan cara bagaimana pun. Bahkan jika itu hanya sebuah isyarat dengan yang terjadi di sekitarnya. Namun, bukan Letta namanya jika tidak memendam semuanya sendiri dan semakin memperkokoh tampilannya.

Wian sendiri baru saja selesai bimbingan untuk tesisnya yang hampir selesai. Ia menyempatkan waktunya untuk mampir ke fakultas tempat Letta kuliah, berharap ia bisa melihat Letta meski tidak ada harapan saling sapa.

"Nunggu siapa, kang?" Wian sudah memarkirkan mobilnya di pinggir jalan sebrang FH dengan kaca mobil sedikit terbuka, kemudian tak lama muncul tukang parkir yang memang selalu ada di setiap fakultas.

"Nggak nunggu siapa-siapa, pak." Tukang parkir itu menyahuti dengan anggukan tapi belum juga beranjak dari tempatnya berdiri. Wian berpikir mungkin tukang parkir itu mencurigainya. "Bapak kenal mahasiswi FH semester 7 yang namanya Letta, nggak?"

Tukang parkir itu nampak berpikir.

"Oh! Neng Letta yang cantik itu?"

Wian mengangguk.

"Kenal banget. Dia mah anaknya baik walaupun di luarnya kayak yang judes. Ditambah cantik juga. Akang kenalannya?"

"Iya dia baik sama cantik. Bisa dibilang kenalannya pak." Tukang parkir itu hanya mengangguk-nganggukkan kepala. "Kabarnya keliatan baik-baik aja nggak, pak, Lettanya?"

"Neng Letta teh keliatan sama saya kemarin, kalo hari ini nggak liat. Mungkin nggak ada kelas, udah sedikit juga jadwal kuliahnya."

"Oh gitu ya..." Wian agak kecewa mendengarnya.

"Tapi keliatannya kemarin baik-baik aja, nyapa saya juga, kang." Wian mengangguk mengerti dan merasa lega, tetapi tukang parkir itu tidak melepaskan tatapannya dari Wian. "Dikontak aja atuh kang kalo ada perlu mah, daripada nunggu nggak jelas kayak sekarang?!"

+++

My luv : yang, aku udh di parkiran FH

Prisa sedang jalan menuju gerbang fakultas, di genggamannya ada ponsel yang tiba-tiba bergetar. Refleks ia menghentikan langkahnya, sore ini koridor cukup ramai karena banyak kelas yang juga baru bubaran dan mahasiswanya tak sedikit yang tidak langsung pulang karena nongkrong atau ada kegiatan non-akademis seperti kepanitiaan, UKM, atau BEM Fakultas. Prisa berdiri di tengah koridor yang dilewati mahasiswa, merasa dirinya menghalagi jalur, ia pun bergeser ke pinggir sedikit.

Ia membuka pesan di whatsappnya. Begitu melihat pengirim dan isi pesannya, secara refleks ia berbalik arah. Ia mengurungnkan diri untuk pulang lewat gerbang utama fakultas, ia berjalan ke arah lain yang jarang dipakai mahasiswa fakultas lain untuk memarkirkan kendaraannya.

Sambil berjalan tergesa, jantungnya terasa berdegup kencang. Ia takut bertemu Rigas lagi. Hari ketika ia mengutarakan ingin putus, itu terakhir kalinya ia bertemu Rigas. Itu pun ia merasa beruntung bisa lepas dari Rigas—meski tamparan tangan Rigas sempat mengenai pipinya, ketika ia mngatakan ancaman untuk Rigas—karena teman seorganisasinya di BEM tiba-tiba menekan bel apartemennya. Kesempatan itu dipakai Prisa untuk melarikan diri, hingga sampai saat ini ia lolos dari pertemuan atau komunikasi online dengan Rigas.

"Ngapain sih pake nyamperin ke sini segala!" rutuknya masih sambil berjalan ke luar gerbang belakang fakultas. "Gerbangnya juga mana coba? Lama amat sampenya." Kesalnya karena tak kunjung sampai ke luar dari lingkungan FH. Padahal ia merasa sudah jalan kaki secepat mungkin.

Sisi LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang