Letta mengecek akun Instagramnya, yang ia gunakan untuk endorse. Ada hal mengejutkan tiap kali ia mengecek akun Instagram dengan nama @naddeyaletta itu. Sebab bukan hal asing, namun akan selalu mengejutkan. Terlebih ketika ia usai mengikuti kepanitiaan di fakultasnya. Followers Instagramnya akan melonjak dari tahun ke tahun. Saat ia pertama kali mengikuti kepanitiaan sebagai divisi kedisiplinan, followers Intagramnya yang masih di angka seribuan mendadak menyentuh angka 11k. Awalnya ia tak mengerti kenapa peningkatannya sebanyak itu, padahal mahasiswa baru di fakultasnya bahkan tak menyentuh angka 500 orang. Namun perlahan ia mengerti akan kemungkinan bahwa dari satu orang akan menggiring temannya untuk tertarik pada akun Letta yang memang pantas difollow.
Disetiap unggahan akunnya selalu menunjukkan keindahan wajah Letta yang memesona di mata kaum adam hingga hawa. Belum lagi ketika ada unggahan dirinya yang hanya mengenakan pakaian pantai berbentuk gaun tanpa lengan, dengan postur tubuh menghadap lautan. Like dan komentar pada unggahan itu jauh lebih banyak dari unggahan-unggahan lainnya.
Tetapi dari unggahan itu tentu ada fakta terselubung. Bahwa pakaian yang ia kenakan merupakan barang endorse yang diunggah sangat halus, hingga tak ada yang menyadari. Akan tetapi tetap berpengaruh pada penjualannya, dan mengundang komentar seperti:
"Kak, cantik banget bajunya."
"Gue juga pengen, Ttaaaa... rekomen tempat belinya dong."
Dan komen lainnya yang serupa. Tentu dari hal itu, kenaikan followersnya karena kepanitiaan sangatlah menguntungkan untuk peningkatan isi ATM-nya.
Tak hanya followers dan keuangannya yang ikut meningkat, pengagum dan orang-orang yang mengirim pesan di direct message Instagramnya pun meningkat. Seperti saat ini ketika Letta cek, ia mendapati ada 5k yang mengirim pesan dan hampir semuanya lelaki, sisanya adalah kenalan Letta dan klien endorse.
Letta tak pernah bersedia membalas pesan-pesan itu, karena Letta bukan orang yang seramah itu pada orang asing. Apalagi orang-orang asing itu secara lancang mengajak berkenalan, bertemu atau bahkan ada yang menyatakan perasaan. Itulah yang sekilas dilihat tanpa ia buka pesannya, hanya terlihat ketika ia iseng men-scroll.
Ketika ada yang menyatakan perasaan padanya lewat DM Instagram, reaksi utamanya adalah menggelengkan kepala sambil menyeringai. Darimana orang itu bisa suka padanya, mengenal secara personal saja tidak. Lucu sekali orang-orang seperti itu.
Masih asik men-scroll DM Instagramnya, Letta menemukan nama yang tak asing dan isi pesan yang tak kalah asing.
"Hai, Letta. Gue Luan semester 3 hukum Univ. Cendekia..."
Letta mengernyitkan kening.
Serasa tidak asing.
Seperti kejadiaan beberapa hari yang lalu... di kantin fakultas.
"Ah..." itu saja reaksinya. Tanpa berniat membalas pesannya.
+++
"Aletta..." teriak seseorang dengan suara cemprengnya yang terdengar agak manja juga.
Letta baru saja membuka pintu salah satu kafe di dekat kampus, yang memang jadi salah satu tempat langganannya. Ketika mendengar suara itu, Letta langsung mengarahkan pandangannya dan menemukan sosok yang ia tahu. Rasanya ia ingin menepuk jidat, menyesali kenapa harus ada pertemuan mereka.
Ia tak berkata apa-apa, hanya langsung mencari tempat duduk.
"Di sini aja, bareng kita." Ajak Prisa. "Ayok ih sini, daripada sendiri." Ujar Prisa berisik, perempuan itu hampir saja berdiri dari duduknya kalau Letta tidak segera menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain
General FictionLetta bukanlah mahasiswi biasa di kampusnya. Ia adalah mahasiswi 'bertarif' yang tidak diketahui teman-teman kampusnya, kecuali lelaki 'bermodal' yang bisa tutup mulut. Letta juga mahasiswi penerima beasiswa kurang mampu, tapi ia mampu beli iPhone...