karena gue baru muncul lagi setelah sekian lama. upload kali ini gue kasih 2 part hehehe
selamat membaca lagi :))
"Ya ampun Letta ke mana aja sih seminggu ini?" cerocos Onya begitu Letta muncul di pintu kelas dan duduk di tempat kosong yang Onya sediakan. Bangku baris kedua dan di paling pinggir.
Bangku yang seringkali disebut bangku ambis, karena hanya mahasiswa-mahasiswi yang berani duduk di bangku barisan pertama hingga ketiga yang dianggap ambisius mengikuti perkuliahan. Mahasiswa-mahasiswa yang dicap pintar, idaman dosen, dan ber-IPK di atas 3,5. Karena barisan-barisan itu terdepan untuk jumlah mahasiswa di kelas yang mencapai 74 orang.
"Gue ada urusan." Jawab singkat Letta, ia membenahi duduknya. Sedangkan Onya terus menatap ke arahnya.
"Beneran sebatas itu?" tanya Onya lagi, duduknya sedikit menyamping ke arah Letta. "Nggak biasanya lu nggak masuk dan lama."
"Beneran. Lu jangan jadi ngeselin."
"Ah, oke-oke sorry." Kata Onya dengan sedikit rasa bersalah. Karena memang tak biasanya ia mencampuri urusan Letta. "Tugas yang kemarin gue kasih WA, udah dikerjain, kan?"
Meski tak mencampuri urusan Letta, Onya tetap memberi kabar perihal tugas kuliah yang diberikan sewaktu Letta tak masuk kelas. Walaupun ketua kelas pasti memberi info di grup Line kelas, tetapi Onya memang sebaik itu pada Letta. Namun hal itu tidak berlangsung untuk memberi kebaikan hati dengan titip absen (tipsen), meng-izinkan atau men-sakitkan kolom buku absensi. Itu sudah mengarah pada hal yang berlebihan, Letta akan tidak suka pada Onya kalau ia sampai melakukan itu. Lagipula bolosnya Letta benar-benar tanpa kabar pun pasti sudah dipertimbangkan dengan mengingat jatah bolos kuliah, yaitu 3 kali kesempatan. Jika melebihi jatah bolos (kecuali dengan keterangan), maka tak akan bisa mengikuti ujian akhir semester dan kalau berhadapan dengan dosen killer itu akan jauh menyulitkan urusannya bisa sampai harus mengulang kelas di semester selanjutnya.
"Thanks, infonya." Sahut Letta. Onya senyum menanggapi jawaban Letta.
"Eh, Nya, kok lu jadi gendutan sih?" kata seseorang yang baru masuk kelas dan melihat Onya untuk menyapa.
"Masa sih? Salah baju kayaknya gue." Jawab Onya dengan senyum canggung menanggapinya.
Sementara itu, Letta yang tak melihat dan mengamati Onya sejak tadi pun kini penglihatannya terarah pada Onya dan membenarkan 'teman' kelasnya itu.
+++
Di salah satu kafetaria mall, Letta duduk menanti seseorang yang janji bertemu dengannya. Diselingi menyesap minuman pesanannya, Letta kembali memandang sekitar lalu kembali menatap ponsel yanng belum menunjukkan telepon dari seseorang itu. Ia berharap ada telepon atau pesan masuk memberi kepastian tentang jadi-tidaknya pertemuan mereka, daripada digantung seperti saat ini setelah 20 menit berlalu. Karena Letta adalah seorang yang selalu tepat waktu, makanya ia sangat kesal jika harus menerima lapang dada seseorang yang ingin bertemu dengannya namun datang terlambat apalagi tanpa alasan.
Suasana di kafetaria ini tidak bergitu ramai, sepi pun tidak. Letta hanya menatap sekeliling berusaha membunuh waktu membosankan. Lalu ia menatap jam tangannya, di jam sekarang film yang akan mereka tonton bisa saja sudah penuh, kalaupun tidak, biasanya akan mengambil waktu cukup malam.
"Hmmm," Letta menghela napas. Sempat terpikir untuk pergi saja, namun Letta tak mungkin pergi tiba-tiba. Ia pun memilih menghubungi seorang yang ditunggunya.
Panggilan pertama tidak mendapat jawaban, beberapa menit kemudian ia kembali menelepon. Meskipun diangkat agak lama, tetapi ia mendapat jawaban.
"Tunggu sebentar ya, aku jalan ke situ. Tadi lagi parkir mobil." Respon seseorang di seberang, Letta mengiyakan setelah memberitahu posisi tepatnya ia di kafetaria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisi Lain
Ficción GeneralLetta bukanlah mahasiswi biasa di kampusnya. Ia adalah mahasiswi 'bertarif' yang tidak diketahui teman-teman kampusnya, kecuali lelaki 'bermodal' yang bisa tutup mulut. Letta juga mahasiswi penerima beasiswa kurang mampu, tapi ia mampu beli iPhone...