• the other side (2)

2.4K 534 179
                                    


"Emma."

Pigura foto yang terletak dalam bufet kayu diamati dengan lekat, [Name] tak berani menyentuhnya karena merasa tidak sopan jika menjamah barang yang bukan hak miliknya. Wanita itu sedikit menurunkan kepala untuk menyamai tinggi tatakan lemari. Potret dua pria dan satu gadis remaja menjadi titik fokus penglihatannya.

"Adik perempuan ku."
Sano menghampiri [Name], diangkatnya gambar yang sudah sedikit kusam itu dan diberikan pada wanita di sebelahnya.

"Terimakasih." [Name] menerimanya dengan senang hati, kembali dipandanginya foto lawas yang telah diabadikan selama bertahun tahun lamanya.

"Gadis ini ... Sudah tiada? " suara hati mempertanyakan hal yang sudah jelas diketahui namun sulit untuk dipercaya. "Pria ini juga, apa yang terjadi pada keluarganya." laki laki jangkung yang berada di tengah gambar menjadi sorotan. Pria itu punya binar mata kelam serupa dengan Sano.

Setelah mengamati foto manjirou bersama saudaranya, [Name] mendapatkan satu fakta yang menurutnya sangat kredibel, yaitu--keluarga Sano mempunyai gen yang sungguh menakjubkan. Mereka memiliki paras rupawan tanpa celah sedikitpun.

"Mi- Mikey?"

Dalam fotograf tercantum nama nama orang yang berada di gambar, Emma, Shinichiro, dan-- Mikey. Jelas sekali [Name] melihat bahwa pria yang berada di sisi kanan foto itu adalah Sano manjirou tetapi mengapa tertulis 'Mikey'.

"Panggilanku," ujar Sano, satu kata penjelas pertanyaan dalam batin. Wanita disampingnya mengangguk perlahan.

"Mikey-san?" tanpa konteks pasti, sang puan melisankan nama panggilan pria itu.

Pelepasan hormon adrenalin menyebabkan aliran darah ke wajah seketika meningkat, menghasilkan semburat merah di kedua pipi sano manjirou. Lelaki itu berpaling menyembunyikan rona rona merah muda yang melanda irasnya.

[Name] kembali menempatkan pigura ditempat semula, ia tidak menyadari manusia di sebelah sedang tersipu.

Suara dari dinding lambung dan usus halus yang berkontraksi membuat keduanya mematung dan melihat satu sama lain.

[Name] lantas terkekeh, "Kau belum mengisi perut?" tanya wanita itu.
Sano tidak menanggapi, ia lebih memilih memalingkan muka.

"Aku bisa memasak untukmu, Sano-san, tapi apakah dapur di rumah ini masih bisa digunakan? Oh atau kau ingin makan diluar?"

"Tidak perlu," tolak Sano atas semua anjuran yang di agihkan oleh tepian mata.

"Apa yang ingin Sano-san makan?"
Sang puan tersenyum lembut seolah tidak mendengar ucapan dari pria itu.
"Jika jawabannya adalah taiyaki, aku tidak akan terkejut," batinnya.

"Aku juga sedikit lapar, ayo makan bersama." Belum keluar penolakan dari Sano tetapi kalimat yang dilontarkan oleh [Name] sepertinya membuat pria itu tidak bisa menolak.

"Sano-san, ingin makan apa?"

"Apa saja."

"Hmm, boleh aku gunakan dapur di rumah ini?"

Jarak apartemen keduanya dengan rumah keluarga Sano cukup jauh dan memakan waktu jika harus kembali.

"Lakukan sesukamu. "

[Name] menunduk kecil, "Terimakasih, " ujarnya. Wanita itu bergerak membawa pengampu ke arah pintu utama.

"Dapur ada disebelah sini." Sano menunjuk arah kanannya menggunakan ibu jari.

"Ya, kita perlu membeli bahan masakan, adakah minimarket di dekat sini, Sano-san?"

Meninggalkan rumah dan kendaraan roda dua, sepasang manusia menyusuri jalanan sepi menuju toko kelontong modern yang berada di ujung jalan. keduanya hanyut dalam pikiran masing masing, melangkah seirama dengan jarak kecil diantara.

Whalien | Sano ManjirouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang