•
•
•
"Selamat sore."
Ada kiranya kata itu telah diucapkan sebanyak puluhan kali, namun tetap tidak ada jawaban dari dalam apartemen nomor dua puluh.
Wanita bernama [name] itu tak menyerah, ia tidak akan pulang sebelum bertemu dengan tetangga barunya. Semua penghuni apartemen telah ia datangi, [name] adalah wanita yang kelewat senang bersosialisasi.
"SELAMAT SOREEE."
"AH"
[Name] sadar bahwa apa yang ia lakukan bisa saja mengganggu tetangga sekitar.
Pintu dengan desain modern itu kini terbuka, cahaya terang dari dalam ruangan menerangi area luar yang sudah gelap sebab malam telah tiba.
Gemerisik yang ditimbulkan pemilik rumah membuat [name] terbangun dari tidurnya.Matanya mengerjap melihat sekitar, di depannya terdapat seorang pria yang sedang berusaha menutup pintu.
Wanita itu hanya duduk dan melihat gerak gerik pria tersebut sampai ia menyadari alasan mengapa dirinya tertidur di luar."Eeeh tunggu sebentar."
Bersusah payah ia bangkit dan mengejar pria dengan surai hitam itu.
Namun melirik pun pria itu enggan, [name] diabaikan."Halo, selamat malam tuan, saya adalah penghuni baru yang tinggal di rumah nomor sembilan belas."
Tidak ada jawaban, pria itu terus saja berjalan menuju lift yang berada dipojokan lantai lima tersebut.
"Saya hanya ingin memberi taiyaki ini sebagai---" [Name] berhenti bicara saat pria itu menghentikan langkahnya, keduanya terdiam, yang satu merasa terpanggil dan yang satunya merasa heran.
"Apa kau bilang?"
Suara lelaki dewasa membuyarkan keheningan malam.Wanita itu kelabakan mengingat kembali kata katanya barusan
"Ah oh taiyaki?"...
"Berikan padaku."
Akhirnya mata itu balik menatap.
Mata kosong yang tak dapat diartikan, [Name] sempat terperangah dengan tatapannya, kehidupan seperti apa yang dilalui pria ini pikirnya."Selamat menikmati."
Tangannya terulur memberi bingkisan cokelat yang berisi taiyaki di dalamnya. Baru saja akan diambil, tangan wanita itu kembali menarik.
Pria itu memberinya tatapan tajam."Ini sudah dingin sebaiknya aku panaskan dulu."
"berikan padaku."
"Hei ini tidak enak saat anda memakannya dingin"
"Tunggu sebentar akan aku panaskan"
"Oh iya! apa tuan sedang terburu buru?"
"Sebaiknya aku memberi taiyaki ini besok"
"aku berikan yang baru"Wanita itu terus saja mengoceh tanpa berhenti, tak ada kesempatan lawan bicara untuk memberi suara.
"Panaskan itu," ujar sang pria dengan monoton.
"Maafkan aku disini masih berserakan, aku belum sempat--"
"Cepat panaskan."
Dengan kekuatan menyebalkan [Name], ia berhasil membujuk pria itu untuk menunggu di dalam rumahnya. Diluar sangat dingin tak tega ia membiarkan seseorang kedinginan. padahal bisa saja pria itu menunggu di rumahnya sendiri. Benar benar wanita yang selalu berpikir positif, tak terbesit sedikit pun pikiran bahwa pria tersebut akan mencelakainya.
"Tuan...... Kalau boleh tahu ... siapa nama anda? "
Tidak ada jawaban, pria itu tak akan menjawab atau menggubris setiap kali pertanyaan yang tidak menarik baginya. Mata legam itu menatap alat pemanas makanan, lama sekali pikirnya.
"Namaku [Name], aku baru pindah ke tokyo minggu ini hehe." Cengiran khas wanita itu tetap tak menarik perhatian.
"Tokyo sangat ramai, sangat menyenangkan tapi aku masih belum terbiasa."
"Tuan apa yang dilehermu itu tato? Aku selalu ingin punya tato tapi banyak orang bilang akan sakit saat membuatnya, aku tidak berani hehe"
[Name] terus saja berbicara sendiri, yang diajak bicara tak pernah mau menanggapi.
"Oke sudah selesai, selamat menikmati tuan."
Kembali bingkisan berwarna cokelat itu diberikan, tetapi sekarang sedikit hangat karna makanan didalamnya telah dipanaskan. Tangan kekar itu mengambilnya dan langsung beralih keluar dari rumah nomor sembilan belas.
"Selamat malam tuaaan."
[Name] menunduk kecil pada lelaki itu.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Whalien | Sano Manjirou
FanficWhalien adalah metafora yang sempurna untuk menggambarkan sosoknya, Sano Manjirou. "I'm the whalien and you are the ocean." "Sano-san." Tatapan mata yang kosong seakan lelah dengan kehidupan.