•
•
•"Aku perduli dan tak ingin anda mati."
Sano tersentuh hatinya mendengar perkataan wanita yang berstatus sebagai jirannya itu. Esensial berdebar kencang, ia merasa seperti mendapat kembali raganya yang telah lama hilang. Sekilas, hanya sekilas iris hitam Sano terlihat memancarkan kehidupan.
"Keluar dari rumahku."
Perasaan aneh yang kerap kali datang saat Sano sedang bersama tetangganya itu membuatnya tidak nyaman. Ia tak membencinya namun berusaha untuk menjauh.
Tanpa sadar. Alasan Sano membuka pintu kemarin malam adalah karena mendengar panggilan dari wanita bernama [name] itu.
"Ya aku akan pergi. Sano-san! Sebaiknya anda tidak pernah membahayakan nyawa lagi," ujar [Name] sambil tangannya merogoh saku baju, mencari ponsel pintar kepunyaannya.
Pupil melebar saat tahu waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan. "Ah oh aku akan pergi selamat tinggal Sano-san beristirahatlah dengan benar nanti sore aku akan melihat keadaanmu lagi."
Nampan hijau diangkat perlahan dari pangkuan Sano, wanita itu dengan cepat keluar dari kamar.
Menaruh bekas makanan di atas meja, karena rumahnya telah terkunci dan akan memakan waktu jika harus mengembalikannya.Baru saja kaki melangkah keluar rumah tetapi dengan cepat kembali berputar masuk.
"Sano-san, obat, obatnya jangan lupa diminum." Jari telunjuk mengarah pada meja nakas yang berada di samping tempat tidur.
Sano sempat terkejut saat wanita itu balik masuk kekamarnya.
"Oh ya, aku titip nampan tadi, nanti sore akan ku ambil."
"Jangan berpikir kau bisa masuk rumahku lagi," imbuh Sano.
Tak sempat terdengar oleh [name].____
Transportasi umum roda empat yang dinaiki oleh [name] berhenti tepat di tempat pemberhentian. Wanita itu bangkit dari duduknya, berjalan untuk keluar dari bus tersebut.
Bumi tempatnya berpijak telah berputar menjauhi sang surya. Sebentar lagi gelap malam akan datang menemani.
"Selamat sore, Saito-san, Tanaka-san."
Sapaan dilontarkan kepada dua wanita yang tengah berdiri di depan apartemen."Ara [Name]-san, Apa kau baru pulang bekerja?"
Dua wanita itu memusatkan perhatian kepada yang lebih muda.
"Ya, aku pulang lebih awal hari ini," jawab [Name]. "Saito-san dan Tanaka -san sedang apa berdiri disini?" lanjutnya.
Kedua wanita yang ditanya memilih perpandangan, seolah berbicara dengan telepati.
"Kami hanya kebetulan bertemu, omong omong [Name]-san, sepertinya kau sangat dekat dengan penghuni rumah nomor dua puluh."
Yang bernama Saito bertanya, senyuman penuh arti tersirat di wajahnya.
"Sano-san? ya, dia pria yang baik walau jarang berbicara, tapi akhir akhir ini Sano-san semakin sering membuka mulutnya, OH IYA! dia sedang sakit, apa Tanaka-San dan Saito-san tidak ingin menjenguknya?"
Dua wanita itu hanya diam mendengar perkataan [Name], mereka tidak menyangka wanita muda itu mau bercengkrama dengan Sano Manjirou.
Kini wanita bernama tanaka yang mencoba membuka mulut.
"[Name]-san, maaf kami baru memberitahumu sekarang." ada jeda sebelum perkataan dilanjutkan.
[name] hanya terdiam, mencoba mendengarkan dengan tenang."Banyak orang bilang penghuni rumah nomor dua puluh adalah seorang mafia, pria itu telah banyak membunuh orang diluar sana dan banyak mafia lain serta yakuza yang mencarinya, kami tak ingin kau terbawa masalah pria itu, jadi sebaiknya kau jauhi dia."
"Seharusnya kami memberitahumu lebih awal, kau wanita yang baik, kami tak ingin kau pergi saat kau tahu tinggal bersebelahan dengan seorang mafia, tapi sekarang belum terlambat, jauhi pria itu [name]-san, ini demi kebaikanmu." Saito ikut menimpali.
Senyuman ramah yang sebelumnya terpatri kini telah hilang dihapus angin, [Name] tertegun, hatinya menolak untuk percaya perkataan dua wanita di depannya.
Pintu rumah terbuka saat kunci telah melakukan tugasnya, [Name] berdiri memandang ujung kaki. Dirinya bimbang, ingin tahu keadaan Sano tapi juga masih merasa tak enak hati setelah mendengar perkataan tetangganya yang lain.
Akhirnya, kaki melangkah masuk ke dalam rumah, pintu kembali dikunci dari dalam. Tubuhnya dihempaskan di atas kasur, meringkuk, memikirkan kembali hal mengenai Sano.
Himbauan Saito dan Tanaka yang menyuruh [name] menjauhi Sano menjadi hal yang harus dipertimbangkan.
[Name] pergi ke tokyo untuk mencari pekerjaan dan berburu pengalaman. Wanita itu memang senang bersosialisasi namun jika hal itu membuatnya terjerumus dalam bahaya maka lebih baik menjauh.
[Name] hanya ingin hidup tenang.
TBC
Abang udah mulai buka hati eh adek malah tahu kebenaran tentang abang wkwkw 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Whalien | Sano Manjirou
FanfictionWhalien adalah metafora yang sempurna untuk menggambarkan sosoknya, Sano Manjirou. "I'm the whalien and you are the ocean." "Sano-san." Tatapan mata yang kosong seakan lelah dengan kehidupan.