•
•
•
Aroma harum masakan tercium di setiap sudut rumah [name].
Masih pagi buta, namun wanita itu telah sibuk mengacau di dapur, memasak sup ayam yang nanti akan diberikan kepada tetangganya.Kemarin malam [name] tidur cukup larut dan paginya ia juga bangun lebih cepat dari biasanya.
Wanita itu bertindak sesuai keinginan hatinya. a sadar sano tidak keluar dua hari belakangan dan bertanya tanya apa yang dimakan oleh pria itu.Semangkuk sup, nasi, dan beberapa lauk lain diletakkan di atas nampan.
[name] telah siap, setelannya pun sudah rapi karena akan berangkat kerja lepas memberi makan Sano.Kedua tangannya memegang nampan, pintu dibuka dengan bantuan siku tangan dan kaki.
Wanita itu berdiri tepat di depan rumah Sano, menyiapkan mental.
"Permisi," ucapnya sebagai salam saat masuk ke dalam rumah nomor dua puluh itu. Suasana sunyi, sama seperti terakhir kali rumah tersebut ditinggalkan.Kamar Sano dibuka perlahan, pria itu masih saja terlelap, posisinya pun masih sama seperti kemarin malam.
Nampan hijau [Name] letakkan di atas meja nakas. Pengampu dibawa mendekati jendela yang berada di seberang tempatnya berdiri, niat hati untuk membuka tirai putih yang sudah kusam. Butuh kewaspadaan saat membukanya karena tirai begitu kesat, mungkin sebab jarang dibuka.
Dipandanginya Sano sebelum pria itu dibangunkan. "Sano-san," Ujarnya pelan. "Sano-san bangunlah."
Jari telunjuk [name] menekan nekan pipi lelaki yang tengah tertidur.Tanpa butuh waktu lama, pelupuk mata terbuka dengan lebar, menunjukkan iris hitam milik Sano.
Tangannya keluar dari dalam selimut, memijat kening untuk menetralkan rasa pusing.[Name] memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh lelaki itu, ia tersenyum antusias menunggu kehadirannya disadari.
"Selamat pagi, Sano-san," ujar [name].
Suaranya berhasil mengalihkan perhatian ssano. Pria itu terkejut tapi tidak ada tenaga untuk menunjukkan keterkejutannya.
"Apa yang kau lakukan dirumahku?" Sano bertanya dengan suara parau.
[Name] tersenyum hangat, mata keduanya saling berpandangan.
"Semalam anda pingsan," jawabnya.Pria itu terdiam, memutar kembali memori kemarin malam. Maniknya beralih menatap langit langit kamar.
"Siapa yang mengijinkan kau masuk?"
Sano telah mendapat kembali ingatannya. ia sadar telah pingsan setelah membukakan pintu.[Name] kelabakan, "Aku tidak bisa membiarkan anda tergeletak di depan pintu," jelasnya. Mencoba untuk membela diri.
Sano masih setia memandang plafon.
Sedangkan [name] hanya berdiri dengan tenang di sebelah kasur. Tetap menonton pria yang terbaring."Pergilah," seru Sano.
"Ya, aku akan pergi setelah anda makan."
"Hah!"
"Aku memasak sup ayam untukmu, Sano-san." [Name] mengarahkan tangannya ketempat dimana ia meletakkan masakan.
Baru disebut, aroma sup ayam masakan [Name] langsung menembus masuk ke dalam indera penciuman Sano. Dua hari bahkan sudah tiga hari pria itu belum mencicipi makanan sedikit pun, hanya air putih yang mengisi perutnya.
"Sano-san? Apa anda bisa duduk, tak mungkin makan dengan posisi tidur,"
tutur [Name]. "Atau aku bisa membantu anda duduk," lanjutnya."Aku tak ingin makan, Kau pergilah dari rumahku." Sano menatap sinis pada manusia lain di ruangan tersebut.
"Sudah kukatakan, aku tak akan pergi sebelum anda makan."
Wanita itu hanya menggertak, ia sebenarnya tidak bisa berlama lama di rumah Sano karena harus pergi bekerja.
"Aku mohon makanlah Sano-san, anda tak akan sehat jika tidak mengisi perut. oh, apa anda tidak suka sup ayam? Aku bisa memasak makanan lain atau aku bisa membelinya."
[Name] terus membujuk lelaki itu.
ia merasa tak sabaran karena waktu terus berjalan.Sano mendengus kesal, ia terhasut gertakan [name]. Pria itu berusaha mendudukkan diri, maksud ingin makan agar wanita menyebalkan itu pergi meninggalkannya.
Senyum merekah, nampan diangkat dan diletakkan di depan Sano.
"Selamat menikmati," ujar [name].Pria itu hanya diam, tangannya mulai bergerak mengambil sumpit yang tersedia.
"Oh, aku lupa membawa air, tunggu Sebentar Sano-san aku akan ambilkan air untukmu."
[Name] langsung berlari keluar kamar, mencari gelas dan air mineral yang ada dirumah Sano. namun yang ditemukan hanya gelas kotor dan tumpukan botol kosong. Terpaksa ia harus kembali kerumahnya untuk mengambil beberapa air kemasan yang disimpan.
"Aku membawa air"
Wanita kembali masuk kedalam kamar Sano, dilihatnya makanan telah disantap sebagian. Hal itu membuatnya tersenyum senang.
"Sano-san? Kenapa anda tidak memanggil keluarga atau teman saat tahu bahwa anda sedang sakit?"
[Name] memulai pembicaraan."Bukan urusanmu" adalah jawaban dari Sano.
"Bagaimana jika anda mati dan tidak ada yang tahu?"
"Tidak ada yang perduli dan tak ada yang perlu tahu," imbuh Sano.
Makanan telah habis dilahap olehnya.[Name] terdiam, masih mencerna perkataan lelaki itu.
"Aku sudah selesai, sekarang pergilah," perintah Sano. Wajahnya terangkat melihat [name] yang masih terdiam memandang kasur.
"Hei?" panggil yang pria.
"Aku perduli," Pungkas [Name].
"Perduli apa? Cepat pergi dari rumahku"
[Name] menegakkan wajahnya, menatap sano tajam. Sedangkan yang ditatap hanya terdiam heran.
"Aku perduli dan tak ingin anda mati"
TBC
A/n
Oh iya, makasih buat kalian yang nunggu ff ini hehe ('∀`)♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Whalien | Sano Manjirou
Hayran KurguWhalien adalah metafora yang sempurna untuk menggambarkan sosoknya, Sano Manjirou. "I'm the whalien and you are the ocean." "Sano-san." Tatapan mata yang kosong seakan lelah dengan kehidupan.