Chapter 7

299 55 2
                                    


Radit
'Balap yok, ada jagoan nih.'

Ari tidak membalas pesan singkat itu, Ia memilih untuk melanjutkan percakapan melalui telpon.

"Ha? Gimana? Lo ikut gak?" tanya Radit.

"Gua nonton aja, lo aja yang balap, gua males." ujar Ari.

"Oke, tapi lo tambahin taruhannya ya?"

"Oke. Lokasi?"

"Biasa."

"Oke, Otw."

Ari kemudian langsung bangkit dari tempat tidurnya. Ia mengganti celana trainingnya dengan celana jeans dan mengenakan jaket berwarna biru.

Ia keluar dari kamarnya, untung orang tuanya sedang tak ada dirumah. Vino dan Syifa tengah menjenguk rekan kerja Vino yang sedang sakit.

Ari melajukan motornya menuju tempat yang menjadi lokasi balapan liar itu.

• • •

Sorak sorai menggelegar di jalanan yang dipenuhi penonton itu. Teman - teman Radit bersorak untuknya karena berhasil memenangkan pertandingan.

"Selamat ya, Bro! Makin jago aja lo." ucap Ari merangkul teman sekelasnya itu.

"Oh iya jelas! Sekarang kita party!!" teriak Radit kepada pengikutnya.

Ari tertawa. "Yaudah, gua pulang dulu ya?" ujar Ari.

"Eh jangan dong, ikut kita yok! Lo kan gak pernah clubbing."

"Enggak lah, gak suka gua tempat begituan." ujar Ari.

"Ah, lo gak asik. Ayolah!" ucap Radit seraya menghisap nikotin yang menghampit di jarinya.

"Sorry ya, Bro. Gua gak bisa." ujar Ari menepuk pundak temannya. Ia pergi menuju motornya dan mengendarainya kembali ke rumah.

Sesampainya di depan rumah, Ari membuka gerbang rumahnya, memasukkan motornya, dan kemudian menguncinya kembali.

"Ah, capek!" ucapnya seraya meregangkan otot - ototnya. Ia masuk kedalam rumah dan langsung menuju kamar.

"Dari mana kamu?" tanya Vino yang sedang berkutat dengan laptopnya di ruang tamu. Vino seperti hantu yang selalu berada di tempat sepi dan redup.

Ari meliriknya sejenak dan kembali melangkahkan kakinya.

"Dari mana kamu jam segini baru balik?" tanya Vino lagi.

"Ck! Bukan urusan Papa, Urus aja kegiatan Papa sendiri." ujar Ari.

"Kamu ditanya tinggal jawab aja susah." tegur Vino.

"Udahlah, Ari ngantuk." ujar Ari malas.

"Papa ngeliat kamu di arena balap tadi, ngapain kamu disitu?"

Ari menghela nafas. Ia menatap Vino muak.

"Ari ngudud, mabok - mabokan, pacaran, taruhan, narkoba, semua kegiatan haram Ari lakuin." ucap Ari berbohong.

Vino bangkit dari duduknya. Ia mendekati Ari dengan tatapan tajam.

"Kalo sampe kamu berani ngelakuin hal - hal seperti itu, saya gak akan segan - segan ngusir kamu dari rumah ini."

"Usir aja, usir! gua gak takut, dari awal gua udah feeling kalo lo bukan Papa kandung gua!" ujar Ari memabalas tatapan Vino. Ucapan Ari yang awalnya formal, berubah menjadi seenaknya.

"Jaga mulut kamu!" bentak Vino.

Ari terkekeh. "Ngapain jaga mulut sama orang yang mulutnya sendiri gak bisa dia jaga."

Bukk!

Satu pukulan mendarat di rahang Ari.

"Dari dulu memang bisa Papa ya cuma itu, Heran gua kenapa Mama mau nikah sama orang kaya lo."

Vino menarik kerah baju Ari.

Bukk..

Bukk..

"Mas Stop!!" teriak Syifa berlari mendekati mereka. Syifa langsung memeluk suaminya dan menjauhkannya dari Ari.

"Udah Mas, udah!" ucap Syifa menenangkan suaminya.

"Tolong kamu didik anak kamu dengan benar!" ucap Vino.

"Iya Mas, sabar." ucap Syifa mengelus pundak Vino.

Ari terduduk dan mengelus rahangnya yang terasa denyut. Bibirnya pecah dan hidungnya mengeluarkan darah. Ia mengelap hidungnya dan berjalan menuju kamarnya.

Setelah menenangkan suaminya. Syifa melirik ke Ari, Ia kemudian mengikutinya dari belakang. Syifa ikut masuk kedalam kamar Ari.

"Kamu ada masalah apa lagi sama Papa kamu?" tanya Syifa seraya mengecek luka pada wajah anaknya. Ia menghela nafas.

Ari tidak menjawab, ia hanya diam menunduk.

"Mama ambilin kompres dulu ya," ujar Syifa seraya pergi.

Lima menit kemudian Syifa kembali membawa semangkuk air dingin dan kain. Ia mendekati anaknya.

"Sini Mama obatin." ucap Syifa tersenyum.

Ari menatap Mamanya sendu.

"Mama kenapa mau sih, nikah sama orang kaya gitu? Kasar, arogan, pelit ngomong." ujar Ari.

"Kamu berarti belum kenal Papa kamu, Papa kamu sebenarnya gak gitu kok. Kamu harus terima Papa kamu apa adanya, dia gak seperti yang kamu duga kalo kamu udah akrab sama Papa." ujar Syifa tersenyum.

"Dia bener - bener Papa aku, Ma? " tanya Ari.

"Iya dong, kalo bukan Papa siapa lagi?" tanya Syifa terkekeh.

Ari ikut tersenyum kecil.

"Mama tegar banget sih jadi orang."

"Kamu juga harus gitu, kan kamu anak Mama, satu - satunya pula." ujar Syifa tersenyum memperlihatkan giginya yang tersusun rapi. Ari ikut tersenyum.

"Jangan berantem lagi ya sama Papa?"

Ari menghela nafas. Ia mengangguk.

"Janji?" ucap Syifa mengadahkan jari kelingkingnya.

"Asal Mama bahagia, Ari janji." ucap Ari menautakan jarinya dengan jari kelingking Syifa.

Senyuman tak luput dari wajah Syifa. Ia mencium tangan anaknya dan memeluk anaknya erat.

"Maa, Ari bukan anak kecil lagi!!" rengek Ari. Syifa tertawa lepas dan menguatkan pelukannya.

Malam itu menjadi malam yang sangat sulit untuk Ari. Ari sudah berjanji pada Mamanya akan akur dengan Papanya. Menurut Ari itu sulit, tapi Ari akan mencoba.

Tbc

Muslimah Bobrok! 2  (second generation) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang