Chapter 14

262 50 3
                                    


Q.S Al - Fajr : 15 - 18

• • •

Vino tengah di perjalanan pulang menuju rumahnya. Saat lampu merah menyala, ia menghentikan mobilnya. Ia menyenderkan tubuhnya dan mengalihkan pandangannya ke jendela. Tak sengaja, ia melihat anak kecil yang tengah duduk di halte bis dekat lampu merah. Anak kecil itu tengah menangis tersedu - sedu. Ia menatap nanar ke depan, menggambarkan ketakutan yang dirasakannya.

Vino terus memperhatikan anak itu dari jauh. Anak itu meremas - remas kaos yang tengah di pakainya. Karena iba dan penasaran, Vino berencana untuk memarkirkan mobilnya di sebuah kafe dan menghampiri anak itu.

Setelah memarkirkan mobilnya, ia menyebrang dan langsung menghampirinya. Saat Vino berada di depan anak itu, ia menggeser duduknya.

Vino tersenyum sejenak. Ia duduk di sampingnya.

"Kamu ngapain disini?" tanya Vino. Anak itu menatap mata Vino.

"Sasya kabur, Om." jawabnya polos.

"Sasya?"

"Namaku Sasya, Om." ujarnya.

"Oh, kabur kenapa?"

"Sasya kabur dari panti asuhan, disana orangnya jahat - jahat."

"Jahat?"

"Iya, mereka suka mukul Sasya pake kayu sampe merah - merah, makanya Sasya takut mau pulang." ujarnya menunjukkan lengannya yang terdapat bekas luka pukulan. Vino menatap iba ke anak itu.

"Oh ya, om mau kemana pake jas? Papa dulu kalo mau kerja juga pake jas." ujarnya.
"Orang tua kamu masih ada?" tanya Vino.

Sasya menggeleng. "Udah meninggal." jawabnya.

"Meninggal kenapa?"

"Kebakaran. Rumah Sasya kebakaran dua tahun lalu. Sasya sendiri yang liat Papa terbakar api dan Mama yang pingsan gak bisa bernafas karena asap. Untung pemadam kebakaran cepat datengnya dan Sasya selamat, tapi Sasya jadi sendirian. Abis itu polisi masukin Sasya ke panti asuhan."

Vino berfikir sejenak. Kasihan sekali anak ini.

"Kamu mau ikut Om gak?" tanya Vino.

"Kemana?" tanya Sasya balik.

"Beli jajan."

Sasya tersenyum gembira. "Mau!" jawabnya bersemangat.

Vino berdiri dari duduknya dan menggenggam tangan Sasya kemudian menyebrang.

Sesampainya di rumah, Vino membawa Sasya ke masuk kedalam rumahnya.

"Ini rumah Om." ucap Vino seraya masuk.

"Wah, rumahnya bagus banget, mirip rumah Sasya dulu, tapi lebih kecil." ujarnya.
Vino tersenyum. "Yaudah, kamu tunggu di sini ya sambil nonton tv, Om mau ke minimarket dulu, mau beliin kamu jajan, oke?" ujar Vino.

Sasya mengangguk seraya tersenyum manis memperlihatkan gigi kelincinya.

• • •
Sasya mendengar pintu terbuka. Ia menghampirinya karena mengira Vino sudah kembali dari minimarket.

"Astagfirullah!" ucap Ari kaget melihat anak kecil yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

"Kamu siapa?" tanya Ari.

"Aku Sasya." jawabnya polos.

"Kamu ngapain disini?" tanya Ari.

"Om Vino yang bawa Sasya kemari."

"Papa?" Ari melihat ke sekitar rumah.

"Om Vino lagi ke minimarket, katanya mau beliin Sasya jajan." ujar Sasya.

'Apa bener yang di bilang anak ini, kalo Papa yang bawa dia kesini? Tapi ini anak siapa?'

"Assalamualaikum." ucap Vino yang baru pulang.

"Wa'alaikumsalam. Papa?" Ari menghampiri Vino.

"Ini siapa, Pa?" tanya Ari.

"Kalian belum kenalan?" tanya Vino balik.

"Udah." jawab Sasya.

Ari menatap mereka tak mengerti.

"Ini Sasya, Papa ketemu sama dia di halte bis. Papa kasian ngeliat dia nangis di pinggir jalan, jadi Papa bawa dia pulang. Papa harap kalian berdua bisa akur." ujar Vino.

"Tapi dia anak siapa, Pa? Nanti kalo orang tuanya nyariin gimana?"

"Dia anak yatim piatu dari panti asuhan. Udah, kalian kenalan aja dulu, Papa mau masak. Oh ya, ini jajanan buat kamu." ujar Vino memberikan kantung plastik berisi snack dan coklat pada Sasya.

Ari mengerutkan alisnya tak mengerti, Ia melirik Sasya.

"Kakak mau?"

• • •

"Papa ngapain ngebawa dia kesini? Papa yakin mau ngasuh dia?" tanya Ari. Kini mereka tengah berdebat di ruang kerja Vino.

"Papa yakin. Apa salahnya mengasuh Sasya? Dia butuh kita dan Papa juga pingin anak perempuan." ujar Vino.

"Tapi kita gak tau dia berasal dari mana, keluarga kayak apa, kita gak ada yang tau."

"Kalau dia berasal dari keluarga yang baik, Alhamdulillah, jika dia berasal dari keluarga yang buruk, kita yang akan mendidiknya menjadi anak yang baik."

Ari berdecak. "Terserah Papa ajalah."

"Belajarlah menerima, lagian rumah ini akan terasa rame kalo ada anak kecil." ujar Vino.

• • •

"Kamu pulang sama siapa, Leen?" tanya Satria. Kini Satria dan Aileen tengah berjalan menuju gerbang bersama.

"Dijemput sama Papa." jawab Aileen.

"Ooh, mau aku anter aja gak?" tanyanya lagi.

"Gak usah, Kak. Papa udah di jalan kok." ujar Aileen. Satria mengangguk.

Hening beberapa saat.

"Kakak gak pulang?" tanya Aileen.

"Temenin kamu dulu disini."

Aileen tersenyum. "Makasih ya Kak, mau nemenin Aileen."

Satria tersenyum.

"Leen,"

"Hm?"

"Kamu udah punya pacar?" tanya Satria.

"Aileen gak pacaran Kak, kata Papa pacaran itu dosa." ujar Aileen.

"Oh iya ya, hehe."

"Kakak sendiri? Pacaran?"

"Pernah."

Aileen mengangguk. "Saran Aileen sih, lebih baik gak usah lagi, nanti lulus kuliah langsung nikah aja Kak, gak usah capek - capek pacaran."

"Iya iya." Satria terkekeh.

"Eh btw, aku mau ngasih ini." ujar Satria mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan memberikannya pada Aileen.

"Apa ini, Kak?"

"Undangan ulang tahun Adikku."

"Oh ya? Wah, makasih ya, Kak! Insya Allah aku datang kok." ujar Aileen.

"Aku jemput ya?"

"Gak usah, Kak. Nanti aku berangkat sama Ari aja."

"Ari?"

"Iya, Ari sahabat aku, dia kelas dua belas IPS 2."

"Oh, oke."

• • •

To be continued!

Muslimah Bobrok! 2  (second generation) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang