22. Duri Kehidupan

15 4 0
                                    

Bunyi dering dari benda bulat menunjukkan deretan huruf, seorang lelaki berjalan menghampiri benda tersebut diatas nakas. Melihat dan membaca, hari ini adalah hari yang terjadwal bahwa seorang gadis berusia tujuh belas tahun, tiba di dunia ini beberapa bulan lalu, melakukan eksperimen bersama Profesor termuda, Avi Raymond.

Ia tersenyum tipis, beranjak mengambil mantel dan segera memakainya. Berjalan tergesa-gesa keluar dari kamar, di sudut lorong Istana lantai pertama, terlihat para pelayan Istana berlalu-lalang membawa tiap barang kebutuhan khusus. Lelaki ini pun menghampiri lokasi yang cukup ramai oleh adanya beberapa pelayan berkumpul, membentuk sebagai kelompok kecil.

“Ada apa?” tanyanya, William mengangkat sebelah alis kala melihat Ayahnya, Pak Tetua keluar dari salah satu kamar.

“Blade Dead menyerang,” jawab Pak Tetua. Pria dewasa yang menolak untuk tua ini membersihkan overcoat bagian pundak sedikit berdebu.

William melangkah maju, mendekat pada Pak Tetua dan melongokkan kepala ke arah pintu kamar yang terbuka, terlihat seseorang tergeletak tak berdaya. “Siapa yang terluka?” tanya William, menatap sang Ayah.

“Avi.” Pak Tetua menjawab singkat, ia melanjutkan langkah menuju ruangannya. Meninggalkan William yang masih terdiam, seolah-olah berusaha mengingat sesuatu.

Setelah Pak Tetua membelakangi William dengan jarak lumayan jauh, William segera mengejar langkah Pak Tetua, berusaha mensejajarkan langkah.

Melihat wajah tampan dan berkharisma dari samping, William pun bertanya, “Dimana Lula berada?”

Berhenti, Pak Tetua menghela napas berat kemudian menoleh pada William. “Tidak ada yang mengetahui dimana perempuan itu, Blade Dead membawanya,” jawab Pak Tetua lugas.

“Dari mana kau mengetahui kabar ini? Avi saja tidak sadarkan diri,” celetuk William memasang ekspresi wajah curiga.

“Kenn memberitahu, Frea jatuh pingsan dan Lula dibawa saudaramu entah kemana,” imbuh Pak Tetua, nada suaranya pelan dan jelas.

William berdecih. “Aku tidak mempunyai saudara, hati-hati kalau bicara, Pak Tetua,” lontarnya kesal. Ia melanjutkan perkataannya, “Aku akan mencari Lula.”

Pak Tetua tidak memberikan balasan apapun, dia diam sampai William hilang dari hadapannya. Lelaki dewasa dengan umur yang jauh lebih tinggi dan tua, menggunakan overcoat bewarna cream. Gunakan sepatu pantofel pria bewarna hitam, jeans panjang dan dalaman kemeja putih di tubuhnya. Begitu sempurna dengan mata cokelat setajam milik Kenn.

Ia memutar balikkan tubuh, berjalan kembali memasuki kamar dimana seorang Avi Raymond yang sudah ia anggap seperti anak kandung sendiri, belum juga sadarkan diri. Pak Tetua memperhatikan tiap detik pergerakan dari pelayan membantu mengobati luka dalam Avi.

Kekuatan Blade Dead selalu tak pernah gagal, tajam, tidak berperasaan dan terlalu menyakitkan.

Dalam satu waktu, berdirilah dua orang di samping Pak Tetua. Kenn dan Frea, tampak sekali wajah lelah dan luka lebam dimana-mana. Tangan kanan Frea merangkul pundak Kenn, dan Kenn menahan beban, berusaha terus menopang tubuh Frea yang lemah agar tak jatuh.

“Dimana si sialan itu?! Bukan 'kah sudah kukatakan perintahkan dia untuk diam di sini, dimana pula Profesor Geo?! Aku meminta—” oceh Kenn tersela.

“Aku dari tadi sudah ada di sini, gunakan matamu untuk melihat secara jelas. Apakah penglihatan matamu sudah buram?” suara berat dan lantang itu seakan menggema dalam ruangan ini, Profesor Geo berjalan mendekati Kenn, tangan kanan membawa botol transparan terisi obat untuk Avi. Kacamata bulat bertengger di batang hidungnya, jelas sekali mata indah itu menatap mata Kenn, menunggu balasan Kenn.

Live In The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang