08. Ramuan dan Tongkat Sihir

14 3 0
                                    

How? Until now, is there still no one who believes in you?

Nothing? Pathetic.

•••

Embusan angin dari cahaya besar bewarna biru di depan sana membuat ruangan yang tadinya hangat, kini menjadi dingin. Jendela kaca transparan memancarkan sinar matahari pagi, cahaya berkilau, kilatan sihir melintas kesana dan kemari.

Suara-suara menggelegar dari luar seakan berdengung dalam ruangan ini. Banyak orang Berlalu-lalang menggunakan skateboard yang mengudara ke atas, hingga pejalan kaki merasa tidak terganggu saat beraktivitas.

Cairan-cairan bermacam warna dapat dipisahkan, dipilih, lalu dicampur dengan berbagai ramuan yang telah dibuat. Banyak Professor muda dari covernya saja, padahal umur sudah tua seperti Professor Geo.

Para Professor menggunakan jas putih dengan kancingnya dibiarkan terbuka, menampakkan kaos polos bewarna putih pula. Penampilan mereka sama saat sedang bertugas, menggunakan kacamata.

Avi tengah sibuk dengan pekerjaannya, lelaki itu fokus mencampurkan ramuan yang telah dibuat oleh atasannya. Sesekali Avi membenarkan kacamata yang sedikit turun, dia menghela napas, hari-hari yang dijalaninya sungguh melelahkan. Guci kecil bewarna cokelat di sampingnya adalah tempat kemasan untuk ramuan yang telah selesai diciptakan, dan bisa digunakan.

Mencoba. Setelah ia masukkan cairan bewarna ungu tersebut ke dalam guci kecil, Avi meletakkan gucinya di atas telapak tangan kiri. Ditatapnya sebentar, kemudian memejamkan mata, menenangkan pikiran dan menghapus segala beban yang ada di hidupnya. Merasa tubuh lebih santai, tangan kanan Avi berada di atas tutup, menutup lubang guci dengan telapak tangan.

Dia diam. Menatap guci di hadapannya dengan sorot mata lelah, berharap berhasil. Tak lama, getaran dalam guci bisa membuat lengan Avi bergerak. Guci itu hancur berkeping-keping di lantai, menyisakan cairan ajaib yang kini menjadi bola-bola kecil bewarna ungu. Avi tersenyum senang.

“Kenapa kau menggunakan ramuan itu?” suara Professor Geo membuat Avi membalikkan tubuh, menghadap sosok yang lebih tua darinya.

“Aku berhasil, kau tahu? Ini adalah ramuan yang akan tersimpan dalam diriku, ini adalah kekuatan yang aku ciptakan—”

“Sialan! Kau hanya mencampurnya saja, ramuan ini adalah ciptaanku. Kau benar-benar membuatku kesal dipagi hari, Avi. Ramuan yang kau gunakan sekarang ini adalah ramuan khusus untuk Lula, Pak Tetua memintaku membuatnya, karena kemungkinan besar Lula akan menetap di dunia ini,” jelas Professor Geo, menatap pasrah bola ungu yang berada di atas telapak tangan Avi.

Lelaki muda berparas tampan itu melototkan matanya, terkejut, dia menatap kekuatan ajaib yang sekarang adalah miliknya. Avi mengembuskan napas berat, bola ungu itu meresap ke dalam telapak tangannya diringi kilauan cahaya indah. Tak ada lagi bola tersebut, semua sudah tersimpan dalam diri Avi. Dapat Avi gunakan kekuatan itu melalui telapak tangannya, nanti, kalau sedang berhadapan dengan musuh yang sesungguhnya.

“Dia tidak akan kembali?” tanya Avi, Professor Geo mengangguk membenarkan.

“Bagus kalau seperti itu, maka aku tidak akan cemas dengan nasib dunia ini,” kata Avi.

Professor Geo menatap Avi tajam. “Aku sudah membuat ramuan yang kau ambil selama tiga belas jam, aku tidak tidur demi menyelesaikannya. Akan tetapi, ketika sudah selesai, kau murid sialan memakainya,” omel Professor Geo.

Avi terkekeh pelan, memang ini adalah salahnya. Dia menggaruk tengkuk leher yang tidak gatal, kemudian membalas menatap Professor Geo sedatar mungkin.

“Berikan saja dia tongkat sihir,” ungkap Avi membuat Professor Geo menoyorkan keningnya.

Live In The StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang