"Baru pipi doang, astaga! Belum bibir juga. Tau gak terus dia ngelakuin apa? Dia langsung lari ke dapur. Nyuci pipinya. Parahnya lagi, dia malah mandi lama. Sebagai wanita, enggak, sebagai istrinya, aku gak dihargai! Aku mau bakar semua lukisan dia rasanya."
Sayangnya, aku gak berani ngelakuin hal itu. baru mau nyentuh aja ngerasa berdosa.
Oranye bercerita dengan napas terengah-engah, seolah dikejar anjing sampai 10 km rasanya. Namun, poin pentingnya adalah kepalanya terasa mendidih. Ia begitu marah hingga langsung kabur pagi ini dari rumah—lebih tepatnya berangkat kerja lebih cepat dari biasanya. Apalagi semalam. Setelah Soga memberinya peringatan tegas, ia malah mengurung diri di kamar walaupun suaminya berulangkali mengetuk pintu. Sengaja, ia tidak mau memindahkan tanamannya.
Sesampainya di toko, ia tidak melakukan apa pun selain menganggu Gladiol dengan meneleponnya berulangkali. Wanita yang mendapat semburan pagi-pagi sebagai pelampiasan hanya meletakkan ponselnya di atas meja, sementara dirinya sendiri sedang menggoreng telur.
"Gladiol, kamu dengar, 'kan?" tanya Oranye sedikit curiga. Biasanya wanita itu akan tertawa jika Oranye bercerita tentang kekesalannya terhadap Soga.
"Hah? Apa? Apa? Aku denger, kok ... aw!"
"Kenapa?" tanya Oranye panik saat mendengar teriakan Gladiol.
"Oh, enggak. Mukaku keciprat minyak. Nye, aku gak bisa masak," keluh Gladiol. Kali ini suaranya terdengar lebih jelas dari sebelumnya. Oranye mendengkus kesal, ternyata Gladiol tidak mendengar ceritanya dengan serius.
"Ya udah, kapan-kapan kita masak bareng," ucap Oranye menenangkan Gladiol. Ia tahu benar bagaimana sahabatnya yang sosialita dan fashionista itu belajar keras untuk menjadi istri yang baik untuk Akash. Apalagi sebentar lagi ia akan menjadi seorang ibu. Ia ingin menjadi ibu yang bisa memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya sendiri dengan tangannya.
"Beneran? Thanks, Sayang. Btw, tadi gimana? Jadi Soga gak mau kamu cium? Plis, deh, cowok itu maunya apa? Aku ragu dia bukan lelaki tulen. Mungkin bukan kamu masalahnya, tapi dia send—"
"Soga normal, Sayang. Hati-hati, loh, kalau ngomong. Kalau Soga tahu bisa murka dia. Emang sih, butuh ekstra kesabaran buat luluhin dia. Tapi lama-lama lembut juga, kok."
Itu suara Akash. Sebagai sesama lelaki, pastilah ia membela kaumnya sendiri, terutama Soga adalah temannya. Namun, ia tidak begitu yakin dengan ucapan Akash.
"Kamu yakin, Akash?" tanya Oranye menyakinkan.
"Nyengir dia mah. Akash aja gak percaya, Nye."
Kalimat Gladiol persis seperti apa yang ada di benak Oranye.
"Tenang, Oranye. Batu kalau ditetesi air terus-menerus akan hancur juga, kok. Eh, Sayang! Telurnya gosong!"
"Aaaa!!! Nye, udah dulu, ya. Bye!"
Telepon diputuskan secara sepihak dengan cepat. Oranye bakal belum sempat membalas. Telur yang gosong berhasil mengalahkan rasa simpati terhadap Oranye yang patah hati. Ia pun meletakkan ponselnya di atas meja dan beranjak mengambil handsprayer. Disemprotnya pada semua tanaman yang ada di ruangannya. Ketika melihat kaktus yang berbunga, Oranye berkeinginan untuk membawanya pulang dan meletakkannya di balkon kamar. Bahkan Soga tidak bisa melarangnya kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE: Because Love U Everyday (Tamat)
Romance#Romance-Comedy #Ambassador's pick Bulan Januari #Cerita Pilihan Bulan Januari oleh @WattpadChicklitID Jika Oranye suka kotor-kotoran, maka Soga benci setitik debu menempel di tubuhnya. Jika Oranye jarang mandi, maka Soga paling tidak nyaman jika se...