Bab 24 Inikah tuduhan?

4.4K 400 34
                                    

"Tak perlu takut dengan tuduhan. Tak perlu pula ada penjelasan, karena bukan pada tempatnya berucap kata."

***

Hampir saja terjadi insiden saat jenazah Bumi hendak disucikan. Bintang bersikukuh melarang sang ayah untuk ikut serta bersama beberapa saudara dan kerabat lainnya. Putra sulungnya itu memendam rasa kecewa yang luar biasa bahkan menganggap musibah yang terjadi adalah akibat perbuatan Arif. Bintang sempat menghalangi lelaki pengukir jiwa raganya itu saat ingin mencium wajah Bumi yang terakhir kalinya.

Lelaki 48 tahun itu tidak sanggup menahan kesedihannya dengan air mata yang mengalir deras. Terbayang Bumi yang masih menghormatinya walau dia bukan seorang ayah yang baik. Bumi yang rela melepas kebahagiaannya bersama gadis yang disuka demi menjaga nama baik keluarga. Kini, pemuda rupawan itu telah pergi untuk selamanya dengan membawa duka sebelum maut menjemput. Bumi merasa bertanggung jawab akan keselamatan bundanya, hingga tidak memikirkan resiko saat di jalan raya.

Gerimis sore menandai kepergian lelaki sejati yang berbakti pada perempuan yang melahirkannya. Aryani yang terpukul berusaha kuat dan tabah. Menaruh takdir dengan keluasan sabar dalam setiap doanya. Aryani yakin semua yang terjadi adalah ketetapan yang terbaik menurut Allah. Dan manusia harus mendudukan diri sebagai hamba yang mengikuti apa yang Allah kehendaki. Termasuk kehilangan putra yang masih memiliki masa depan panjang. Ternyata Allah lebih mencintai Bumi.

Aryani memutuskan tinggal di rumah utama setelah mempertimbangkan dari sisi kemaslahatan. Apa kata saudara bila dia memilih rumah barat. Pun ajakan Bintang tinggal bersama di rumah mungilnya ditolak dengan alasan ingin lebih mendekat pada Allah.Apalagi ibu mertua juga masih ingin menginap beberapa hari lagi. Namun, tanpa Aryani sadari ibu suaminya itu mengawasi gerak geriknya sejak jenazah Bumi dibawa pulang.

Selain Bintang yang kurang simpati dengan ayahnya, ibu metua Aryani juga menangkap sinyal tak biasa pada menantunya. Sikap yang bertolak belakang ketika Arif mendampingi selama prosesi pemakaman. Ya, Aryani memang tampak lebih dekat pada putranya, Bintang dari pada ke Arif suaminya.

Sebagai orang tua yang memiliki hubungan baik dan dekat, Ambar tidak ingin berprasangka buruk. Walau pun akhirnya mengelus dada saat sempat mendengar Aryani berkata dengan nada agak tinggi pada Arif. Semacam perdebatan hingga berujung ke hal yan selayaknya tidak terjadi. Arif pergi tanpa pamit, sementar Aryani tidur di kamar Surya.

Enam hari setelah meninggalnya Bumi, perempuan 71 tahun itu tetap enggan bertanya pada Aryani. Pada Arif yang hanya datang di siang hari, lantas tidur di kantor dengan alasan banyak pekerjaan sungguh di luar akal sehat. Bagaimana mungkin pasangan yang harmonis itu tiba-tiba menjaga jarak dan bersikap seolah-olah bagai orang asing?

"Nduk, apa Arif membuat kesalahan besar padamu?" tanya Ambar saat Aryani mengantar makan untuk santap siang.

"Oh ... biasa mawon (saja) Ibu. Nggak ada apa-apa," jawab Aryani kalem. Dia sudah memprediksi pertanyaan ibu mertuanya itu.

"Syukurlah. Ibu kira kamu marah sama Arif, karena dia nggak datang pas almarhum anakmu lagi kritis." Ambar mencoba menyelisik.

"Nggak, Ibu. Takdir Bumi memang udah digariskan. Perlahan nanti akan terbiasa tanpa Bumi bersama kami. Hanya ... "

"Hanya apa, Nduk?" kejar Ambar. Tangannya menaruh kembali piring yang baru saja dipegang. Ibu tiga putra itu urung untuk mencicipi masakan Aryani.

Aryani tidak langsung menjawab. Sebenarnya bisa saja dia bercerita akan keberadaan Arif saat itu, tetapi dia sudah berjanji tidak akan berbicara pada siapapun. Biarlah Arif sendiri yang mengaku di depan bapak dan ibunya.

"Ar? Kalian bener ada masalah? Ibu itu tanya karena nggak tahu apa-apa. Misal ini penting dan melibatkan seluruh keluarga terus Arif yang salah, Ibu ada dipihakmu, Nduk."

DI 25 TAHUN PERNIKAHAN (TAMAT VERSI WP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang