Exstra Part Penjaga Hati

7K 480 94
                                    


Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. [An Nisaa' :146]

=========================

Aryani baru saja mengakhiri doa setelah solat dhuha saat terdengar teriakan Fira dari ruang makan. Tanpa melipat dahulu mukenanya, dia menaruh asal dan gegas melangkah keluar kamar. Keterkejutannya bersamaan dengan tangis Atta yang kencang dan mengaduh kesakitan. Perasaan Aryani mengatakan ada yang tidak beres dengan cucu lelakinya. Karena bocah tiga tahun yang aktif  itu jarang terdengar menangis sampai melegking.

"Atta jatuh dari meja, Bun," ucap Fira sebelum ibu mertuanya bertanya.  Sembari mengendong putranya, dia membujuk pula dengan mengalihkan perhatian.

Sesaat Aryani ikut menenangkan Atta, tetapi bocah lelaki itu belum mau diam. Dari bibirnya terucap kata 'sakit' yang menunjuk pada tangan kanannya.

Barulah Atta mau diam dan menurut untuk minum susu setelah Fira pura-pura menelepon ayahnya. Begitu agak tenang disela isakan, terdengar dia menyebut akung aliaa kakek.

"Pijet Akung, adek mau pijet akung."

Fira yang paham maksud anaknya dan langsung mengiyakan. Padahal bila berangkat pagi itu juga jelas tidak mungkin. Sekadar melegakan hati Atta yang memang akrab dan sering pijat akungnya. Maka, kalau jatuh dia pasti minta diantar ke rumah Arif.

"Fir ... kamu serius mau ke sana tanpa suamimu?" tanya Aryani sambil mengelus telapakan Atta.

"Belum tahu, Bun. Mas Bintang nggak pulang malam ini. Acaranya sampai besok sore. Kalau kutelpon pasti dia nyempatin balik, tapinya kasihan kan, terus tolak lagi ke Semarang." Fira menghela napas. Sebuah keputudan harus dibuat sendiri tanpa melibatkan suaminya.

Dia masih mengamati tangan kanan Atta yang tadi katanya sakit. Selain tidak bisa digerakan tampak pula ada bengkak di dekat siku. Pantas saja Atta menangis kencang karena kesakitan. Menurut ibu mertuanya, bisa jadi dia terkilir tangannya.

Dua jam kemudian, Fira agak lega karena Atta mau memejamkan mata. Minimal anaknya bisa istirahat dan ada waktu bersiap ke Solo. Dia berniat untuk memijatkan Atta ke akungnya, Arif tanpa Bintang.

"Jadi, Nak?" Aryani yang muncul di tengah pintu menatap Fira merapikan sepasang baju Atta.

"Jadi, Bu. Kasihan Atta nahan sakit lama. Nanti kalau udah selesai aku kabari Mas Bintang," jawab Fira disertai anggukan.

"Naik apa?" tanya Aryani dengan suara rendah. Khawatir membuat Atta terbangun.

"Sewa mobil atau gimana, Bunda?" Fira ganti bertanya sembari menaruh tas berwarna coklat di meja.

"Pakai mobil toko aja. Tapi sama sopir, ya? Nggak pa-pa, kan?"

Fira menyetujui. "Biasanya bakda duhur ayah buka lagi setelah istirahat siang. Kalau lihat Atta sakit pasti langsung dipijet nanti."

"Iya, Bunda ngerti. Kamu jam berapa ke sana? Bunda cek dulu mobilnya di toko." Aryani lantas menghubungi admin tokonya.

Dalam hati Fira sebenarnya ingin mengajak ibu mertua, tetapi sangat tidak etis bila meminta langsung walau tak ada niat lain, kecuali terapi buat Atta. Sebagaimana pesan suaminya, untuk urusan pijat anak jangan melibatkan sang bunda. Bintang paham betul kalau kedua orang tuanya saling menjaga jarak dalam rangka kemaslahatan.

"Fir ... " panggil Aryani setelah usai telepon. Tangannya melambai pada Fira agar keluar kamar.

"Iya, Bunda."

DI 25 TAHUN PERNIKAHAN (TAMAT VERSI WP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang