Bab 25 Ibu Mertua

5.1K 440 20
                                    

Haruskah mendamaikan hati kembali, saat ada yang mengharap ini tiada berakhir dengan satu alasan bahwa Allah saja Maha Pengampun?

***

Tanpa ditemani Arif, Aryani menjenguk ibu Mertuanya setelah sore menjelang. Sebelum berangkat dengan diantar sopir, dia berusaha memberitahu Arif. Suaminya itu menjawab masih ada urusan dan tidak ada penjelasan apa pun. Biarlah Arif yang mengambil putusan atas sikapnya. Walau tak terucap Aryani meraba bila suaminya menghadapi masalah.

Aryani menitikan air mata saat menatap ibu mertua yang mendapat perawatan di sebuah klinik. Ada yang menyesakan dada melihat kenyataan menyakitkan bila Arif membuat pengakuan. Perempuan sepuh itu bakal terluka pula perasaannya.

Betapa Aryani juga akan kehilangan sosok yang menyayanginya sejak awal menikah. Ambar yang peduli dan perhatian dengan dirinya seperti anaknya sendiri. Seorang ibu yang tidak membeda-bedakan antara anak dan menantu.

"Nduk ... Ar?" lirih Ambar menyebut nama menantunya. Seakan ada ikatan batin dan menyadari kehadiran Aryani. Perlahan Ambar membuka mata.

"Nggeh (iya), Ibu. Aryani di sini. Kenapa Ibu bangun? Kalau Ibu masih ingin istirahat, biar Aryani tunggu duduk di sini," ucap Aryani sambil cepat mengusap pipinya yang basah, lantas mencium punggung tangan Ambar dengan takzim.

"Eh ... kamu sendiri? Mana Arif?" Ambar malah memberi pertanyaan lain.

"Ibu, ini tadi langsung dari toko. Jadi, nggak bisa bareng sama Mas Arif."

"Bukan karena hal lain, kan?"

"Ibu? ...." Aryani tidak melanjutkan ucapannya. Tidak mungkin dia mengelak lagi pada Ambar yang begitu peka dengan kondisinya.

"Kamu jangan terus diam dan nggak jujur sama Ibu, Ar. Itu kalau kamu masih anggap aku ibumu." Suara Ambar terdengar parau, tetapi tetap bersikap biasa.

"Aryani akan terus jadi anak, Ibu. Ada Bintang, Bumi, dan Surya yang juga menyayangi eyangnya. Jadi, Ibu nggak perlu khawatir ... tentang yang Mbak Tuti bilang ke Ibu, Aryani harap Ibu memaafkan. Karena belum bisa jadi istri yang baik, nggak bisa menjaga rumah tangga seperti doa restu Ibu dulu. Maafkan, Aryani ..." Tak sanggup Aryani melanjutkan kata-katanya. Tangannya lalu menggenggam lembut pada tangan Ambar.

"Pasti Arif membuat kesalahan besar padamu, kan? Betul Ar? Bukan sekadar dia nikah diam-diam sampai punya anak, kan?Ar, bilang sama Ibu, Nak. Hukuman apa yang tepat buat Arif? Hukuman yang membuat rumah tangga kalian nggak harus pisah, Nak." Ambar mencoba tabah. Dilihatnya Aryani yang menghela napas berat.

"Maafkan Aryani, Ibu. Maafkan ... kalau masalah kami kali ini jalan satu-satunya hanya dengan hal itu. Anak-anak udah netral, walau berat. Tapi, Aryani udah bertekat bulat  Ibu. Maafkan." Air mata Aryani luruh. Tidak tega menyakiti hati perempuan sepuh yang dihormatinya.

"Ar, apa Arif berzina?"

Aryani tentu saja terkejut dengan pertanyan Ambar. Pengamatan mantan bu guru itu sangatlah jeli. Aryani bergeming antara ingin membuka suara dan terdiam membisu. Namun, akhirnya dia balik bertanya.

"Apa ... apa jawaban Aryani nanti nggak membuat Ibu menjadi semakin mikirkan Mas Arif? Aryani ... khawatir dengan kesehatan Ibu."

"Kamu itu lupa kalau Ibu ini orang tua. Justru kalau kamu tanya gitu, Ibu semakin yakin sama perbuatan Arif. Nduk, Ibu nggak pa-pa kamu jujur biar Ibu lega, plong terus harus diapakan si Arif itu. Aryani, sekali lagi Ibu tanya. Apa Arif berzina?"

Aryani menganggukkan kepala dengan air mata berlinang. Bibirnya dengan lirih berucap,"I ... iya, Ibu."

Ambar menggelengkan kepala dengan senyum hambar diiringi berbagai rasa yang berkecamuk. Antara iya dan tidak menerima kebenaran yang baru saja didengar. Walau sudah menduga ada langkah yang tidak sewajarnya pada sang putra. Ambar meredam amarah sebagai ibu yang melihat anak menantunya dikhianati bertubi-tubi. Dadanya bagai tertimpa bongkahan batu dan memberi rasa sakit yang teramat.

DI 25 TAHUN PERNIKAHAN (TAMAT VERSI WP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang