Zisel kebingungan karena ini bukan arah jalan ke rumahnya. Saat Zisel ingin bertanya tiba-tiba Rhys berkata jika ingin mampir bentar. Zisel mengangguk mengikuti kemauan kemana perginya sang supir.
Mereka berhenti di salah satu rumah sosis yang letaknya lumayan jauh dari rumahnya. Dilihat dari segi bangunannya yang agak mewah, Zisel sudah bisa menebak harga produk yang dijual.
Mereka memesan menu best seller di situ lalu mencari tempat duduk di area outdoor. Tidak banyak orang di area ini karena persediaan kursinya yang tidak terlalu banyak.
"Lo ngomong dong Rhys. Gantian ajak gue ngomong. Perasaaan keluarga lo nggak sediem kayak lo," keluhnya karena daritadi Rhys hanya diam menikmati pemandangan yang ada di sekitar.
Rhys menghentikan ketukan jarinya di meja. Dia tersenyum mengingat mamanya. "Padahal kemampuan bicara itu turun dari ibu ya ... gue emang beda. Gue lebih suka diem daripada rame."
"Lo nyimpen sesuatu?" tanya Zisel dengan hati-hati.
"Laki-laki nggak pantes buat ngeluh nggak, sih?" Rhys mengalihkan pandangannya menatap Zisel.
"Boleh kok, lo boleh ngeluh, lo boleh nangis, lo boleh istirahat kalau emang lagi capek. Kalau lo pengen ringanin beban lo, lo boleh bagi cerita ke orang yang lo percaya. Lo boleh kok minta ke orang untuk sekadar pengen di dengar aja. Orang yang paham pasti ngerti."
"Aman kok, Zi," jawabnya setenang mungkin.
Zisel tersenyum sambil menggeleng heran. "Penting loh bicarain tentang emosi, sekalipun itu cowok."
"Gue enggak ngerti apa yang gue rasain," akunya.
"Nggak papa, pelan-pelan aja. Makasih ya, Mbak." Zisel tersenyum ke arah pelayan yang mengantarkan pesanannya.
Rhys tidak menjawab omongan Zisel tidak juga menyentuh makanannya.
"Dimakan makanannya. Jangan lihatin orang lagi ngerokok! Jangan-jangan lo penasaran?" tuduhnya menggoyang-goyangkan lengan Rhys.
"Enggak dengan benda itu lo melakukan perlawanan ketika ada masalah. Hadap gue sini! Awas kalau lo sampai coba benda itu," ucapnya tegas.
"Gue ngerasain capek sampai nggak tahu lagi gimana caranya buat cerita ke orang lain. Orang lain nggak bakal ngerti karena gue bukan pencerita yang baik."
"Lo boleh cerita ke gue. Lo boleh cari gue kalau lo butuh. Gue mungkin nggak bisa ngasih solusi sampai lo bener-bener keluar, tapi gue bisa jadi pendengar yang baik buat lo. Temen gue ngga boleh ada yang ngerasa sendirian pokoknya. Sekarang makan dulu!" Zisel mendekatkan piring berisi sosis bakar ke hadapan Rhys.
Makanan Zisel habis lebih dulu, menu makanannya bener-bener bikin lapar terus kalau Zisel mengingatnya. Pantas saja diklaim sebagai menu best seller.
"Pesen aja kalau mau pesen lagi."
Zisel yang awalnya melihat sekitar langsung terfokus karena Rhys mulai mengajaknya ngomong. Zisel hanya menggeleng tanda penolakan.
"Suka banget sosis bakar?" tanya Rhys melihat lahapnya Zisel menyantap sosis bakar.
"Suka banget banget banget. Lo masa nggak tahu sih ... di binder gue paling depan yang isinya biodata ada loh."
KAMU SEDANG MEMBACA
OWNER KOS [END]
Teen Fiction⚠️ Cerita serupa di wattpad maupun lapak lainnya itu plagiat. Pernahkan kalian merasakan jatuh cinta dengan penghuni kos milik kalian sendiri? Aku pernah. Penghuni kos di kamar pojok bawah, dengan sikap dinginnya menjadikan diriku tertantang untuk...