43. Harapan

2.1K 179 2
                                    

Ketika sudah melihat semua postingan hingga akhir, dia merefresh kembali. 3 detik kemudian matanya langsung tertuju pada lingkaran hijau atas nama akun @Rhysarshq

Tanpa menunggu, Zisel memencetnya karena penasaran apa isi instastory yang Rhys buat tengah malam ini.

Jari jempolnya berusaha menahan layar, mulutnya berkomat-kamit membaca apa yang ditulis akun ini.

Tetap bertahan, ya? Gue tau, lo diciptakan untuk kuat. Semoga kalau semesta baik, kita bisa bertemu lagi.

Tulisan dengan background polaraid foto mereka dulu yang diblur mampu membuat matanya memanas.

Entah mendapat dorongan dari mana, tangannya menekan tombol tambah yang berada di tengah lalu menggulir mencari foto bunga yang pernah Rhys beri semasa SMA dulu. Tidak terlalu sulit menemukannya karena ponsel Zisel tidak penuh foto.

Jarinya mulai mengetikkan beberapa kata untuk caption postingan terbarunya.

Semoga di sisa waktu yang akan datang, ada berita bahagia yang menghampiri. Semoga ya ...

Setelah membaca ulang apa kalimat yang dia tulis, dengan yakin dia memencet tombol bertulis posting. Dia juga menonaktifkan komentarnya karena tidak ingin orang lain mengomentarinya.

•••

Sebelum pulang ke rumah, Rhys menyempatkan makan di kantin rumah sakit dengan Shabri. Hari ini dia telat pulang dikarenakan pasien yang konsul lumayan banyak.

"Kaet mari?" tanya Shabri melihat Rhys berjalan ke arahnya menenteng jas putihnya dengan wajah lesu.

"Iyo." 5 tahun di sini membuat bahasa jawa Rhys semakin lancar.

Shabri menghabiskan waktunya untuk membalas chat yang masuk sembari menunggu Rhys selesai makan.

"Rhys, kenal mbak iku ta? Kok ket mau ngawasi ae mripate," bisiknya.

"Gak. Jarno." Rhys melirik cewek tersebut lalu kembali makan.

"Lho Rhys ... marani mrene arek e." Shabri menggoyang-goyang lengannya hingga kuah sup nya tumpah mengenai celana kain Rhys.

"Permisi. Eum ... Rhys, ya?" Rhys mengangkat pandangannya memasang ekspresi terkejut karena orang itu mengetahui namanya.

"Name tag mu sek nempel. Ojok kaget! Kalem ae," ucap Shabri yang sadar akan perubahan raut wajah Rhys.

"Lungguh ae, mbak. Rhys, aku tak menjero diluk. Ngko ketemuan ndek parkiran ae. Monggo, Mbak," pamit Shabri diangguki Rhys dan cewek tersebut.

"Gue dulu dari SD Cempaka yang waktu itu rekreasi bareng sekolahan lo, SD Al-muslim. Gue yang pernah kasih lo surat waktu itu. Masa lo udah lupa, sih?" ujar cewek itu to the point.

Rhys diam sebentar mencoba mengingat.

Tidak berhasil mengingat, karena isi otaknya dipenuhi oleh owner kosnya. Zisel bukan Shabri.

"Lupa," jawab Rhys. Dia benar-benar lupa. Wajar saja, itu sudah terjadi belasan tahun yang lalu.

"Gue Gladis. Orang yang dulu ngasih surat waktu di Jogja. Kita waktu itu kelas 6."

"Oh, jadi lo orangnya?" Rhys seketika tidak suka kehadiran cewek ini karena gara gara surat yang diberikan waktu itu membuat dia harus boarding school mengikuti perintah papanya.

"Gimana, udah lo buka?" Rhys menggeleng pelan.

"Parah, sih. Surat itu bukan dari gue sebenarnya, itu dari temen gue yang namanya Zisel. Surat itu sebenarnya buat orang di depan lo, karena gue lihatnya ke lo ya langsung aja gue kasih ke lo. Sehabis dia dari kamar mandi gue langsung lapor kalau surat itu udah nyampe di tangan lo, eh dia malah marah karena gue salah orang. Dia suruh gue buat ambil, tapi gue malu," jelasnya.

OWNER KOS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang