Sakit.Siapa pun, tolong. Ini benar-benar menyakitkan.
Sebuah tangan terulur, mengelus lembut Surai kecoklatannya. Sangat menenangkan dan terasa penuh kasih sayang, hanya usapan sejenis ini lah yang Yedam butuhkan.
Dengan perlahan Yedam membuka kelopak matanya yang terasa berat. Sedikit merasa kecewa ketika yang ia lihat rupanya bibi Ahn, padahal ia sempat berharap usapan lembut itu dari ibunya.
"Bibi?," Panggil Yedam dengan suara seraknya. Dapat Yedam lihat ekspresi khawatir dari wajah bibi Ahn.
"Ayo den, bibi bantu obati lukanya" tawar bibi Ahn yang ternyata sudah membawa semua peralatan yang di perlukan untuk merawat lukanya.
Yedam tak menolak karena punggungnya benar-benar terasa sakit, bahkan saking sakitnya membuat ia kehilangan rasa di sana. Terlalu perih.
Dengan segera pemuda itu membuka kaos biru yang ia kenakan setelah ber-besih tadi. Menelungkup kan badan di atas kasur, membiarkan bibi Ahn yang akan mengurus lukanya karena ia sudah tak memiliki tenaga lagi.
Sementara di tempatnya, bibi Ahn hanya bisa menahan napas. Netranya menyusuri kulit punggung Yedam yang biasanya masih terlihatputih walau dengan sedikit lebam, kini justru terpampang nyata berbagai luka robek di sana sini. Bahkan beberapa lukanya masih mengeluarkan darah basah.
Tak ingin membuat Yedam semakin menunggu lama, bibi Ahn mengambil kompres hangat di nakas sebelahnya. Mulai menyapu kulit Yedam dengan kain basah itu.
Awalnya bibi Ahn terlalu cemas Yedam akan merasakan sakit karena lukanya yang tersapu air, wajah meringis Yedam bahkan tergambar di benak wanita tua itu.
Tapi nyatanya yang ia lihat di depannya hanya Yedam yang masih setia memejamkan matanya. Tak ada rengekan atau pun ringisan sakit seperti biasa jika hal ini terjadi.
Ya kejadian beberapa jam lalu sudah terlalu biasa terjadi di rumah ini, tapi tak di sangka bibi Ahn ternyata apa yang ia takutkan selama ini akhirnya tiba.
Yedam.
Pemuda yang ada di depannya Sekarang ini.
Iya anak itu. Ternyata benaran kehilangan rasa sekarang. Inilah hal yang paling di takuti bibi Ahn selama menyaksikan perkembangan pertumbuhan Yedam yang di besarkan penuh dengan ke kerasan sejak kecil.
Memikirkan hal itu saja sudah membuat hati bibi Ahn seakan di iris sembilu. Hatinya seakan lebih di hantam batu besar karena pemuda yang masih sangat belia ini tak meluapkan rasa sakitnya.
"Apa Yedam menahan sakitnya?," Tanya bibi Ahn yang masih berusaha fokus dengan tugasnya.
Akhirnya nama itu keluar dari mulut bibi Ahn tanpa embelan den atau tuan muda, membuat Yedam tersenyum karenanya. Sementara bibi Ahn justru terheran dengan reaksi Yedam yang tiba-tiba tersenyum.
"Nggak" kalimat itu terdengar pelan di telinga bibi Ahn, tetapi hening di ruangan bukan apa-apa bagi bisikan suara itu.
"Terlalu sakit sampai Yedam bingung harus bereaksi seperti apa" lanjutnya yang masih setia tersenyum dengan mata terpejam.
Bibi Ahn menghela napas, dia menyerah. Tidak tahu harus bereaksi dan menanggapi Yedam dengan cara seperti apa.
"Apa mereka sudah makan?," Tanya Yedam selanjutnya, tentu saja masih dengan bisikan kecil. Pemuda itu baru menyadari tadi sang ayah sempat menendang perutnya, mungkin itu yang mengakibatkan otot di sekitar diafragmanya terasa sakit, di tambah posisinya sekarang yang tengah telungkup.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Give Up [Yedam] ⚠️
Fanfiction[Completed] "Apa aku juga harus terlahir dengan satu ginjal dulu, baru eomma memperhatikan aku dan Appa mau menggenggam jemari ku seperti adek?"-Yedam ================================ Start : 11/01/2022 Finish : 29/03/2022 ■ Warning!, Mental illne...