Yedam terduduk kaku di posisinya, bergerak risih karena gugup akan keadaan saat ini.Saat ini, Jeongwoo sedang dalam proses pemeriksaan dan ditemani oleh June. Itu sebabnya dirinya dan sang ibu harus menunggu di kursi tunggu yang tersedia pada koridor rumah sakit.
Yedam tak tahu apa alasannya, tapi yang pasti kini dia merasa tak nyaman karena hanya duduk berdua dengan sang ibu.
Tersentak kaget hingga tanpa sadar menjauhkan diri dari orang yang sempat menepuk tangannya itu lembut, menyesal setelahnya karena melihat raut yang sama terkejutnya di wajah sang ibu.
Rose masih terdiam setelah melihat reaksi Yedam akan sentuhannya. Merasa heran diawal, tetapi kemudian tersadar jika dirinya sangat jarang berkontak fisik seperti ini pada anak sulungnya.
Tidak di pungkiri beberapa hari yang lalu Yedam sempat memeluknya, tapi kali ini dalam tanda kutip berbeda.
Sedikit cemas karena sempat melihat raut ketakutan di wajah anaknya itu sekilas, namun kembali tertutupi dengan reaksi tenangnya. Hal itu tentu saja membuat batin Rose mencelos karena baru sadar akan sesuatu.
Rose mengamati wajah terdiam Yedam, sangat jelas jika anaknya itu sedang melamun. Bahkan beberapa sahutan kecil darinya juga tidak di tanggapi.
Takut. Tidak tahu kenapa perasaan itu tiba-tiba menerpa hatinya saat ini. Seakan alarm di kepala wanita itu berbunyi dan memberi suatu kode.
"Yed-"
"Ah mianhae" pekik Yedam dengan kedua tangannya terangkat membentuk tameng di atas kepalanya, terdengar lirih menahan takut.
Padahal niat awal Rose hanya ingin mengusap kepalanya.
Yedam yang baru kembali tersadar itu ikut tersentak kaget, perlahan mulai gemetar di posisinya, menggeleng dengan mulut yang tampak kaku karena bingung mau mengucapkan apa.
"M-mian eo-eomma. Y-yedam nggak ber-bermaksud" gagapnya dengan bibir bergetar hebat, wajahnya pucat sambil menggeleng takut, "m-mian, m-mian eo-eomma, mi-mian" gumam Yedam berulangkali mengucapkan kata maaf.
Nafas Rose tercekat, baru kali ini dia melihat Yedam yang seperti saat ini, tanpa sadar membuat Rose merasa bersalah dan buruk sebagai orang tua.
Perempuan itu mendekat, hendak memeluk tubuh Yedam, tetapi tingkah Yedam selanjutnya justru semakin membuatnya tertohok.
"Am-ampun, ampun eomma beneran Yedam nggak ada maksud buat Jeongu nangis, eo-eoma mian," takut Yedam dengan tangan yang kini sudah mengatup di depan dada dengan kepala menunduk, seakan memohon agar tidak di pukul.
Membuat Rose akhirnya meneteskan air matanya.
Yedam tersentak, lalu perlahan kepalanya mendongak melihat pada wanita yang telah melahirkannya itu.
"Eomma?" Panggil Yedam, membuat Rose kembali fokus padanya.
Yedam menggenggam jemari tangan Rose, menatap pada mata berkaca sang ibu, "eomma kenapa?," Tanyanya lembut, justru semakin membuat Rose menangis.
Yedam beringsut, lalu menarik tubuh sang ibu agar masuk ke dalam pelukannya, "eomma jangan khawatir, Jeongu pasti sembuh. Jagoan kita pasti bisa sehat lagi, oke eomma?. Jadi jangan nangis lagi, nanti Jeongu dan appa ikutan sedih juga" bisik pemuda itu.
Hanya tangis yang menjawab ucapan Yedam itu.
Yedam salah. Rose menangis bukan karena Jeongwoo, tetapi karena Yedam sendiri. Baru menyadari semua perlakuan buruk yang selama ini diterima Yedam, tentu saja perlakuan itu meninggalkan trauma pada Yedam, dan sepertinya Yedam tidak menyadari hal yang terjadi beberapa waktu lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Give Up [Yedam] ⚠️
Fanfiction[Completed] "Apa aku juga harus terlahir dengan satu ginjal dulu, baru eomma memperhatikan aku dan Appa mau menggenggam jemari ku seperti adek?"-Yedam ================================ Start : 11/01/2022 Finish : 29/03/2022 ■ Warning!, Mental illne...