Ayo jangan pada loncat chap gess
ಠ ͜ʖ ಠEnjoy~
.
.
.Doyoung tersenyum dengan air mata yang tak sengaja mengalir turun dari pelupuk matanya.
Dia baru selesai membaca buku catatan pribadi milik Yedam di taman belakang—sendirian—untuk kesekian kalinya, buku itu seakan buku dongeng yang tak membosankan hingga ia betah membaca kalimat per kalimat dari tulisan tangan Yedam itu secara berulang-ulang.
Tentu saja dia merindu pada si empunya buku itu. Berharap agar angin bisa menitipkan rindunya pada Yedam di atas sana.
Netranya kemudian mengedar ke sepenjuru taman belakang, tempat terakhir kali keduanya berjalan-jalan sebelum Yedam masuk ke rumah sakit.
Yedam salah. Ternyata bukan hanya dunianya yang merasa terpukul karena kepergiannya, tapi Jisung dan teman sekelasnya ternyata juga merasakan hal yang sama.
Memang selama ini Yedam adalah sosok pasif dalam kelas, tetapi beberapa partisipasi dalam berbagai perlombaan yang membawa nama kelas, serta sosok dingin Yedam yang sebenarnya baik dan tak luput dari perhatian beberapa orang itu, mengakibatkan mereka ikut merasakan kepergian Yedam.
Bahkan beberapa dari mereka ada yang merasa menyesal karena tak sempat berkenalan lebih jauh dengan Yedam secara langsung.
Seperti saat ini, sudah dua Minggu lamanya setelah kepergian Yedam, tetapi berbagai bunga baru selalu tersedia dan di pajang di atas meja anak itu.
Terlebih jika mengingat seminggu lagi adalah hari kelulusan mereka, dan tak satu pun orang yang melupakan untuk mengikut sertakan nama dan foto Yedam dalam buku tahunan, atau kenang-kenangan perpisahan lainnya.
Mereka saja sampai terpukul sejauh itu, lalu bagaimana dengan rasa sakit yang di rasakan oleh Doyoung?.
Pemuda itu tetap sama, selalu menyempatkan diri setiap pulang sekolah untuk mampir ke taman kebelakang, sambil meletakkan setangkai mawar putih di bangku terakhir Yedam duduk di taman itu. Mengabaikan beberapa tangkai bunga yang sudah memenuhi kursi.
Membutakan mata jika bunga yang ia bawakan itu sudah ada yang terjatuh berantakan ke tanah—tertiup angin atau pun gugur karena kelopaknya yang sudah menguning.
Membuat petugas kebersihan sekolah mengenal dirinya karena selalu melihat Doyoung di sana. Menghormati perasaan Doyoung dengan cara tidak menyentuh atau tidak membersihkan sama sekali bertangkai-tangkai bunga mawar itu.
Doyoung menghela napas, lalu menatap ke arah langit luas diatasnya, "Dam..." Bisik Doyoung seakan memanggil Yedam.
"Aku kangen"
Air mata kembali turun, membuatnya tanpa sadar tersenyum tipis sambil menunduk. Tetap saja, mau seberapa kali ia mencoba merelakan Yedam, hatinya tetap menolak. Batinnya terlalu terluka untuk menerima fakta jika Yedam sudah pergi selama-lamanya dari dunianya.
Bahkan jika ia mencari Yedam sampai ke ujung dunia pun, dia tetap tak bisa menemukan pemuda mungil nan menggemaskan kesayangannya itu dimana pun. Karena Yedam, Yedam-nya yang tercinta itu sudah tidak memijak alam yang sama lagi dengannya.
Doyoung menghela napas, bangkit berdiri dengan kepalanya yang setia menunduk, menghapus kasar air mata yang ada di pipinya dan memutuskan menegakkan kepala sebelum akhirnya beranjak pergi, melihat sekilas pada bangku taman yang ia tinggalkan, kali ini dia membawa dua tangkai bunga mawar untuk Yedam-nya itu.
"Selamat tinggal" bisiknya sebelum akhirnya berlalu pergi.
🥀
Jisoo terkejut ketika tangannya terulur membuka pintu rumah, dan melihat siapa yang datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Give Up [Yedam] ⚠️
Fanfiction[Completed] "Apa aku juga harus terlahir dengan satu ginjal dulu, baru eomma memperhatikan aku dan Appa mau menggenggam jemari ku seperti adek?"-Yedam ================================ Start : 11/01/2022 Finish : 29/03/2022 ■ Warning!, Mental illne...